Jakarta, NU Online
Pada 10 September-5 Oktober 2017 Alvara Research Center melakukan survei terhadap kelas muslim menengah di enam kota besar Indonesia: Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar.
Survei tersebut melibatkan 1.200 responden profesional Indonesia. Arti profesional disini adalah mereka yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), profesional di kalangan swasta, dan juga profesional yang bekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hasil survei menyebutkan bahwa kelas menengah muslim tersebut mayoritas dekat dengan Ormas Nahdlatul Ulama (NU) dengan prosentase 59,7 persen dan Muhammadiyah 11,0 persen.
Sedangkan diurutan ketiga ada Al-Wasliyah dengan 1,9 persen, Front Pembela Islam (FPI) dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) sama-sama 0,3 persen. Uniknya, 26,0 persen mengaku tidak dekat atau berafiliasi dengan ormas manapun.
Meski mayoritas dekat dan berafiliasi dengan NU dan Muhmmadiyah, Namun CEO Alvara Hasanuddin Ali menyebutkan bahwa kelas menengah muslim tersebut cenderung menjadikan tokoh-tokoh agama yang ‘bukan’ dari kedua ormas tersebut sebagai tokoh yang paling menjadi panutan.
“Ulama yang jadi panutan adalah Mama Dedeh 25,3 persen, Aa Gym 17,6 persen, Rizieq Shihab 13,9 persen, Yusuf Mansur 13,6 persen, Felix Siauw 13,1 persen, dan Quraish Shihab 12,4 persen,” kata Hasan usai di Hotel Sari Pan Pasific, Senin (23/10).
Hal ini dikarenakan sumber informasi keagamaan kelas muslim menengah tersebut sebagian besar berasal dari televisi dan internet. Maka dari itu, tokoh-tokoh agama tersebut di atas menjadi panutan mereka karena memang sering tampil di televisi.
“Sumber informasi keagamaan mereka berasal dari TV 68,4 persen. Kemudian acara pengajian dekat rumah 54 persen, broadcast akun messenger 17 persen, artikel di sosial media 14,1 persen, dan artikel di internet 13.9 persen,” jelas Ali.
Padahal di NU sendiri ada banyak kiai yang memiliki ilmu yang dalam dan akhlak yang mulia yang seharusnya menjadi tokoh panutan mereka yang dekat dengan NU. Diantaranya Habib Luthfi bin Yahya, KH Maimoen Zubair, KH Mustofa Bisri, KH Ma’ruf Amin, KH Miftahul Akhyar, dan lain sebagainya.
Hasan menyarankan kepada para penceramah atau dai NU dan Muhammadiyah yang dikenal moderat dan memiliki kedalaman ilmu untuk turut serta meramaikan dakwah di media-media mainstrema tersebut. Meski demikian, ia menyadari bahwa para penceramah atau dai dari NU dan Muhammadiyah kurang begitu menarik ‘kemasannya.’
“Ini persoalan yang harus diperbaiki,” tukas Hasan. (Muchlishon Rochmat/Fathoni)