Talk Show Pembaruan Pemikiran Islam, Upaya Mewujudkan Risalah Islam
Rabu, 19 Februari 2020 | 05:00 WIB
Suasana Talk Show Pembaruan Pemikiran Islam yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Al-Quran bekerjasama dengan Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) dan Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) di Kampus IIQ, Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu (19/2).
Abdul Rahman Ahdori
Kontributor
Ciputat, NU Online
Pusat Studi Al-Qur’an bekerjasama dengan Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) dan Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) menggelar talk show bertajuk Urgensi Pembaruan Pemikiran Islam di Kampus IIQ, Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu (19/2).
Empat pemikir Islam asal Indonesia dihadirkan pada acara tersebut yakni Guru Besar Sejarah Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Profesor Azyumardi Azra, tokoh alumni perempuan Al-Azhar Mesir Profesor Huzaemah T Yanggo, Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar TGB Zainul Majdi, dan Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Abdul Moqsith Ghazali.
Pembicara pertama yang juga Ketua OIAA Indonesia, TGB M Zainul Majdi menuturkan, kegiatan talk show dalam rangka mengupayakan terwujudnya risalah islamiyah di negara-negara Islam. Pada pertemuan tersebut ingin menggali pembaharuan pemikiran Islam berdasarkan konteksnya.
Menurut dia, pembaharuan pemikiran Islam penting dilakukan untuk memperkokoh pemahaman masyarakat terhadap Islam. Pembaharuan masuk kepada masalah-masalah yang ril seperti radikalisme dan terorisme.
"Isu itu yang sering menjadi ketegangan banyak negara-bangsa. Isu whatoniyah, isu kebangsaan. Bagaimana ijtihad negara bangsa terkait masalah masalah itu. Ini kita pantau melalui penggalian pembaharuan pemikiran Islam," ucapnya.
Di tempat yang sama, Profesor Azyumardi Azra mengatakan hasil-hasil Konferensi Alumni Al-Azhar terkait pembaruan pemikiran Islam tahun 2020 banyak yang sudah terimplementasikan di Indonesia, misalnya terkait sikap negara terhadap perempuan.
Kaum perempuan di Indonesia, kata Azyumardi Azra, diberikan hak yang sama dengan kaum laki-laki. Termasuk budaya dan tradisi, hampir tidak ada yang menyudutkan kaum perempuan.
"Tadi juga kita pas pembukaan yang baca Qur’annya perempuan. Di Mesir perempuan tak boleh baca Al-Qur’an jika acara itu dibuka untuk umum," katanya.
Kemudian, catatan penting dalam pembaruan Islam adalah kategori kafir terhadap non Muslim di Indonesia. Era kesultanan, ujar mantan Rektor UIN Jakarta ini, tidak ada istilah kafir bukan kafir kepada bangsa Kepulauan Nusantara (Indonesia).
"Di kesultanan Aceh sampai Mataram zohor dan sebagainya, tak ada. Karena itu sejak dari dulu tidak ada masa kesultanan di Kepauan Nusantara istilah jizyah bagi non Muslim, tak ada," ucapnya.
Andai kata, Jizyah diberlakukan era Kesultanan maka konsekuensinya orang yang bukan Islam harus bayar kepada masyarakatn Islam jika kehidupannya ingin aman dan tentram.
"Di Indonesia tidak ada kategori penduduk itu harus jizyah dan era itu sebagian besar non Muslim. Tetapi setelah masuk masa kolonialisme Belanda gelombang besar masuk Islam. Meski begitu tetap era Sultan Iskandar Muda dan beberapa sultan lain tidak ada kategorisasi warga bangsa,"tuturnya.
Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Aryudi AR
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
6
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
Terkini
Lihat Semua