Mojokerto, NU Online
Upaya secara sistematis dilakukan berbagai kalangan untuk menyudutkan Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) an-Nahdliyah. Salah satunya adalah dengan memalsukan, penyisipan dan penyelewengan kitab karya ulama Aswaja.
Ujung dari hal ini adalah mengikis kepercayaan umat kepada para pengarang atau muallif sehingga dapat digantikan dengan tokoh yang diinginkan. Padahal jika hal ini terus berlangsung, maka kehancuran sebuah generasi nyata di depan mata.
Sejumlah informasi ini mengemuka pada Seminar Nasional Aswaja yang digelar di aula kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Sabtu (25/1).
KH Muhyiddin Fattah selaku pemateri pertama menyampaikan bahwa pemalsuan, penyelewengan dan penyisipan kitab-kitab para ulama Aswaja adalah sebuah kejahatan terhadap ilmu dan para ulama.
“Hal tersebut berujung kepada tahrif asy-syariah dan akan menyebabkan ketidakpercayaan terhadap kitab-kitab yang ada,” katanya di hadapan ratusan peserta dari sejumlah kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah tersebut.
Secara lebih rinci, kiai yang juga Pengurus Pusat Yayasan Syahamah ini mengemukakan bahwa apa yang dilakukan segelintir kalangan tidak bertanggung jawab tersebut sebagai khianah ilmiah. Dan bila terus dilakukan akan sangat berbahaya.
“Bentuk khianah ilmiah ini jika terus terjadi, maka akan menghilangkan kepercayaan terhadap naskah kitab-kitab klasik para ulama,” ungkapnya.
Sedangkan hal berikutnya yang akan ditimbulkan kalau kondisi dibiarkan yakni memunculkan kesalahpahaman terhadap para ulama pengarang asli kitab yang sebenarnya.
“Bisa juga merugikan nama baik para ulama yang bersangkutan,” tegasnya. Dan yang paling fatal adalah mengantarkan kepada pemahaman yang tidak benar terhadap ajaran Islam, lanjutnya.
Kegiatan yang mengangkat tema Mengungkap Fakta Pemalsuan, Penyisipan dan Penyelewengan Kitab Ulama Aswaja tersebut juga menghadirkan KH Ma'ruf Khozin.
Dalam penjelasannya, alumni Pesantren Al-Falah, Ploso, Kediri tersebut menjelaskan bahwa selama ini Aswaja NU Center PWNU Jatim lebih banyak bergerak dalam pembelaan di bidang fikih amaliah.
Ketua PW Aswaja NU Center Jatim tersebut menyampaikan bahwa bukti fisik boleh saja dihilangkan, namun ternyata dalam kitab yang menghimpun sejarah ulama di masa silam tidak dapat dihilangkan.
“Contoh kecil adalah makam para ulama yang memiliki kubah,” katanya.
Abbas bin Abdul Muthalib wafat pada 32 H dan dishalati oleh Utsman serta dimakamkan di Baqi. Di atasnya ada kubah besar yang dibangun oleh para khalifah Bani Abbasiyah.
Faktanya, kini keberadaan kubah tidak ditemukan.
“Apakah makam yang dibangun dan memiliki kubah tidak sesuai dengan tuntutan Islam?” katanya balik bertanya.
Lebih lanjut, Kiai Ma’ruf Khozin menjelaskan pandangan ulama Syafi'iyah di antara dikutip Syekh Sulaiman Al-Jamal.
"Larangan membangun kuburan itu selama mayitnya bukan ulama. Jika makam ulama maka boleh wasiat membangun kuburan ulama, sebab hal itu dapat menghidupkan ziarah kubur dan mencari berkah dari Allah,” pungkasnya sembari mengutip kitab Hasyiah al-Jamal, juz 2 halaman 207.
Pewarta: Ibnu Nawawi
Editor: Aryudi AR