Opini HARLAH KE-58 PMII

Gus Dur, PMII, dan Kekuatan Ekonomi

Kamis, 19 April 2018 | 07:00 WIB

Oleh Abdullah Alawi 

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) telah memasuki usia 58 tahun. Puncak peringatan hari lahirnya di tahun ini, yang dilaksanakan beberapa hari lalu di Gedung Sabuga Institut Teknologi Bandung (ITB), dihadiri Presiden Joko Widodo. Sebelumnya Presiden juga hadir pada harlah ke-55 di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya pada 2015. Dengan demikian, dua kali sudah harlah dihadiri presiden dalam satu periode.  

Pada kesempatan itu, Presiden menyebut para aktivis PMII adalah gerakan muda umat Muslim di Indonesia yang memikiki semangat perjuangan santri, semangat intelektual muslim Indonesia. Ia mengaku optimis masa depan Indonesia semakin cerah jika kader-kader PMII semangatnya tetap dipertahankan. 

Baca: Presiden Jokowi: Saya Optimis Indonesia Semakin Cerah

Pada kesempatan itu pula, Presiden menyebut pada 2030 Indonesa akan menjadi kekuatan ekonomi dunia. Bukan main, ia menyebut Indonesia akan berada di posisi 7 sampai 10 terbesar. Posisi itu akan terus melejit di tahun-tahun yang akan datang setelah itu. Pada 2040-2045 nanti, ekonomi Indonesia bisa ada di urutan ke-4 terbesar di dunia.  

Entahlah apa yang dikatakan Presiden itu bisa menjadi kenyataan atau bahkan sebaliknya. Yang jelas, pernyataan itu adalah angin segar yang penuh harapan dan optimis. Sementara tanggung jawab melaksanakannya ada di pundak anak-anak muda sekarang, termasuk PMII. Tak salah jika Jokowi hadir dan menyampaikannya di hadapan mereka. 

Kaitan antara kekuatan ekonomi yang disampaikan Jokowi terhadap PMII, mengingatkan saya akan pikiran-pikiran Gus Dur di tahun 1991. Apa yang dikatakan Gus Dur tentang PMII adalah kaitannya dengan transformasi ekonomi NU. 

Bagi Gus Dur, menyelesaikan kesejahteraan ekonomi warga negara miskin Nahdlatul Ulama sama artinya menyelesaikan ekonomi Indonesia. Karena dalam hitungan Gus Dur pada tahun itu, sekitar 75 persen warga miskin Indonesia adalah warga NU. Mungkin hingga saat ini. 

Karena itulah, pada tahun 90-an, bahkan dilakukan sejak tahun-tahun sebelumnya, NU melakukan transformasi sosial ekonomi. Untuk tujuan itu, NU mendirikan sejumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). 

Gus Dur membayangkan, BPR milik NU akan berjumlah sekitar 2000 buah pada 2010. Melalui BPR, NU akan mengangkat nasib masyarakat kecil di bidang kesejahteraan ekonomi. Jika berhasil, NU akan menjadi kunci perubahan dan kemajuan Indonesia.

Menurut dia, jika  peredaran ekonomi hanya dikuasai konglomerat, maka nasib masyarakat kecil akan tetap lemah. 

Apakah ini sudah berhasil atau menuju berhasil? Silakan dinilai sendiri. 

Letak keberhasilan dan tidaknya dalam transformasi ekonomi ini, Gus Dur melirik kalangan muda Nahdlatul Ulama, di antaranya PMII. 

“Para aktivis PMII jangan takut jadi intelektual pengangguran. Banyak yang mesti dikerjakan di NU. Dan lapangan itu seluas, selebar kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia,” begitu kata Gus Dur. 

PMII sudah tidak lagi selalu memikirkan masalah-masalah yang global. Bahkan bukan lagi saatnya menggunakan cara-cara kerja partai politik. Gus Dur menganjurkan untuk melakukan yang praktis-praktis. 

Gus Dur sebagaimana Mahbub Djunaidi (Ketua Umum pertama PB PMII), sepertinya orang yang tidak terlalu peduli apakah PMII secara struktur menjadi bagian dari banom NU atau bukan. Yang jelas, mereka jangan menjadi pengangguran intelektual. Dan setelah selesai di PMII, lalu membantu ekonomi. 

Baca: Mahbub Djunaidi, Independensi PMII, dan Politik
Karena yang dibutuhkan saat ini adalah kesejahteraan ekonomi, maka yang mesti dilakukan PMII atau setelah menjadi alumni adalah membantu NU untuk mewujudkan hal itu. Di era-era selanjutnya, bahkan ini sudah memulai, PMII harus membantu NU dalam transformasi-transformasi selanjutnya, di antaranya transformasi teknologi informasi. 

Kalaupun aktif di lapangan politik, sebaiknya PMII meniru apa yang dianjurkan Mahbub Djunaidi. Ia memiliki pengertian politik yang luas, tidak hanya menjadi seorang anggota dewan atau menjadi pejabat, tapi politik itu bermasyarakat; mengetahui, merasakan dan membantu masyarakat dalam menyelesaikan urusan-urusan mereka. 

Apa yang dianjurkan Mahbub, menurut saya, sama sebangun dengan apa yang dikatakan Gus Dur. 

Begitulah.