Opini ESAI RAMADHAN

Ma’had Aly dan Penguatan Keilmuan Ulama Nusantara

Kamis, 30 Maret 2023 | 13:00 WIB

Ma’had Aly dan Penguatan Keilmuan Ulama Nusantara

Dengan fokus pada kajian dan penelitian karya-karya ulama Nusantara, Ma’had Aly berkontribusi pada publikasi karya-karya tersebut secara lebih luas. (Foto ilustrasi: Kemenag/Elik Ragil)

Ma'had Aly merupakan pendidikan khas pesantren yang memiliki landasan hukum berupa UU Pesantren No. 18 Tahun 2019, Peraturan Menteri Agama No. 32 Tahun 2020, dan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag No. 2669 Tahun 2021. Dengan regulasi ini, lulusan Ma’had Aly bisa melanjutkan pendidikan di jenjang berikutnya. Misalnya, lulusan Ma’had Aly marhalah ula (setara S1) bisa melanjutkan jenjang S2 di perguruan tinggi keagamaan seperti UIN, IAIN, STAIN, maupun perguruan tinggi swasta lainnya. Demikian pula bagi lulusan marhalah tsaniyah (setara S2), ia bisa menempuh pendidikan doktoral di kampus-kampus Islam di Indonesia. Di samping itu juga dapat digunakan sebagai kelengkapan administratif untuk melamar pekerjaan tertentu.


Rekognisi ini merupakan bukti bahwa negara hadir dan mengakui keberadaan Ma’had Aly sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Pemerintah melalui Kementerian Agama memiliki harapan yang besar atas Ma’had Aly sebagai lembaga pengaderan ulama-ulama Indonesia di masa yang akan datang yang memiliki kecakapan dan penguasaan atas ilmu-ilmu agama Islam secara mendalam.


Oleh karena ia setara dengan pendidikan tinggi, maka Ma’had Aly perlu melakukan pengembangan pada tiga aspek (tridharma) perguruan tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Karena ini Mahad Aly maka pengembangan keilmuan sesuai takhassus (spesialisasi) yang dimiliki dengan banyak memproduksi karya-karya ilmiah baru. Selain itu, Ma’had Aly juga harus melakukan penguatan kelembagaan melalui kerja sama dengan lembaga-lembaga lain baik antarpesantren maupun institusi lain di luar pesantren baik di dalam maupun luar negeri. 


Studi tentang Ma’had Aly

Sebagai salah satu institusi pendidikan Islam yang tertua di Nusantara, Pondok Pesantren telah menarik daya pikat para sarjana baik dalam maupun luar negeri untuk melakukan penelitian terhadapnya. Sejumlah aspek yang ada dalam pesantren (Dhofier, 2011) seperti kiai, santri, asrama, kitab kuning, dan mushala, menjadi bahan studi dan kajian para peneliti.  Kendati demikian, bukan berarti kajian tentang pesantren telah selesai. Sebab, pesantren hingga kini terus bertahan dan bahkan terus berkembang pesat baik dari segi kualitas maupun kuantitas.


Secara kuantitas, jumlah pondok pesantren terus meningkat tajam dari tahun ke tahun. Sedangkan dari aspek kualitas, pondok pesantren dengan adanya rekognisi pemerintah melalui UU Pesantren telah mengakomodasi unit dan satuan pendidikan formal khas pesantren, seperti Pendidikan Diniyah Formal dan Satuan Pendidikan Mu’adalah untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah dan Ma’had Aly untuk pendidikan tinggi. Ma’had Aly baik marhalah ula maupun marhalah tsaniyah ada di sejumlah pesantren di Indonesia. Pada titik ini, Ma’had Aly bisa menjadi bahan studi dan kajian para pemerhati pesantren yang mana hasil penelitian mereka diharapkan menyumbang gagasan dan ide bagi pengembangan unit pendidikan yang fokus pada upaya mencetak para ulama masa depan Indonesia (mutafaqqih fiddin).


Penguatan Kajian Karya Ulama Nusantara

Kajian dan penelitian merupakan salah satu aspek penting yang harus dimiliki oleh institusi pendidikan. Ma’had Aly yang lahir dan berada di dalam institusi pesantren diharapkan memiliki fokus utama bagi pengembangan keilmuan yang dimilik pesantren. Oleh karena itu, materi-materi yang dikaji di dalam Ma’had Aly seyogianya memasukkan karya-karya ulama Nusantara sesuai dengan takhasussnya masing-masing. 


Selain itu, risalah akhir (skripsi) yang menjadi tugas akhir bagi mahasantri Ma’had Aly juga idealnya dengan cara melakukan kajian-kajian mendalam atas karya-karya ulama Nusantara. Misalnya para mahasantri diarahkan untuk menulis tugas akhirnya dengan melakukan tahqiq atau membuat ta’liqat, syarah, nazam, dan beragam bentuk lainnya atas manuskrip-manuskrip ulama asal Nusantara.  


Dengan memfokuskan pada kajian dan penelitian atas karya-karya ulama Nusantara ini di satu sisi akan sedikit membedakan Ma’had Aly dengan lembaga pendidikan tinggi lain, serta di sisi lain mendorong publikasi karya-karya ulama Nusantara secara lebih luas. Jika hal ini bisa dioptimalkan dengan baik, maka upaya kita mengenalkan pemikiran-pemikiran ulama Nusantara ke dunia luar menjadi semakin terbuka dengan lebar.  


Waryono Abdul Ghofur, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag RI