M Ishom el Saha
Kolomnis
Sejarah mencatat di era keemasan pusat studi/universitas Nizamiyyah (Madrasah Nizamiyyah), terjadi migrasi pemikiran mazhab secara besar-besaran. Terutama pindah ke mazhab Syafiiyah (fiqih) dan Asy'ariyah (teologi) yang dilakukan oleh tokoh-tokoh ulama mazhab di luar kedua mazhab itu. Hal ini merupakan fenomena menarik sebab di zaman ini juga sedang dimulai kodifikasi cabang-cabang disiplin keilmuan Islam.
Kenapa terjadi migrasi ke mazhab tertentu, yakni mazhab Syafiiyah dan Asy'ariyah di era keemasan Madrasah Nizdamiyyah? Mungkinkah hal itu murni karena iming-iming yang menjanjikan dari penguasa Buwaihiyyah kepada ulama-ulama di zaman itu, sebagaimana yang dikritisi oleh seorang ulama Hanabilah, Abul Wafa Ibnu Aqil (w. 513H)?
Sebagaimana dinukil oleh Ibnu al-Jauzy, bahwa Ibnu Aqil pernah berkata kebanyakan orang dalam beramal tidak mencari rida Allah melainkan mereka bergeser orientasinya untuk mencari materi penghidupan (Al-Muntazhim IX: 251). Kritik Ibu Aqil seakan menyindir Ibnul Hamami (w. 518 H), tokoh yang semula bermazhab Hanabilah, tetapi pindah haluan menjadi tokoh mazhab Syafiiyyah setelah berguru kepada Abu Bakr al-Syasyi dan al-Ghazali.
Realitasnya di masa kekuasaan Buwaihiyah dan Bani Saljuk, seperti dituturkan Ibnul Jauzi, bahwa penguasa sangat memperhatikan pendidikan dan kesejahteraan para gurunya. Pendidikan didirikan dan diselenggarakan dari tingkat pusat sampai perkampungan dekat pasar melalui skema pembiayaan dari hasil wakaf.
Setiap siswanya diberi makanan gratis berupa roti gandum seberat 4 liter per hari. Tiap-tiap Kutab (sekolah) di Isfahan (Iran) dibiayai operasionalnya sebanyak 10.000 dinar per tahun. Begitu pula Madrasah Nizamiyyah, sebuah universitas yang berpusat di Baghdad dibiayai besar-besaran oleh penguasa (Al-Tarikh al-Siyasi wa al-Fikri, 185).
Pendidikan di masa Buwaihiyyah dan Bani Saljuk diselenggarakan dengan standar mutu yang tinggi. Para guru dan dosen diseleksi secara ketat dari kalangan yang benar-benar memiliki kompetensi keulamaan. Setiap waktu, pelamar guru dan dosen berjejalan di pintu gerbang istana menunggu antrean ujian pendaftaran menjadi pengajar di sekolah dan universitas. Mereka adalah para kaum terpelajar dengan berbagai keahlian (Tarikh Ali Saljuq, 57).
Menurut Khairah Thaifuri dalam karyanya Al-Madaris al-Nizhamiyyah wa Thuruq al-Ta’lim fi al-Ashr al-Saljuqi (447-656 H), kurikulum yang diberlakukan di tiap level pendidikan menerapkan haluan mazhab Syafiiyyah dan Asy’ariyyah. Metode pembelajarannya dilakukan secara talaqqi (tatap muka langsung) antara guru dengan siswa. Adakalanya materi pembelajaran didiktekan (imla’) atau dengan metode ceramah (sima’i), dimana siswa wajib mencatatnya. Pembelajaran juga dilakukan dengan praktik lapangan (rihlah).
Lulusan-lulusan dari Madrasah Nizamiyyah juga dikaryakan mengisi jabatan sebagai hakim, mufti, hisbah, imam, dan khatib. Imam As-Subki menukil testimoninya Abu Ishaq al-Syirazi menyebutkan bahwa berdasarkan pengalamannya melakukan kunjungan ke Kota Khurasan dan menelusuri kampung ke kampung selalu ditemukan hakim, mufti, imam dan khatib yang berlatang belakang pendidikan Madasah Nizamiyyah (Al-Tarikh al-Siyasi wa al-Fikri, 190).
Berdasarkan fakta sejarah ini, ada banyak faktor terjadinya migrasi mazhab terutama kepada mazhab Syafiiyah dan Asy'ariyah di era keemasan Madrasah Nizamiyyah. Pertama, pengaruh kebijakan penguasa Buwaihiyyah dan Bani Saljuk yang menjadikan mazhab Syafiiyyah dan Asy’ariyyah sebagai mazhab resmi negara. Hal ini dengan catatan tidak ada paksaan, seperti cara beberapa penguasa Abbasiyah yang menerapkan politik mihnah untuk mengokohkan eksistensi paham Mu’tazilah. Salah satu buktinya di masa kejayaan Madrasah Nizamiyyah dikembangkan disiplin ilmu qiraatil Qur’an yang melahirkan tokoh-tokoh seperti An-Naisaburi (w. 449 H), Abul Ma’ali al-Juwaini (w. 478 H), Al-Kharaqi (w. 458 H), dan lain-lain.
Ilmu tafsir yang berkembang juga tidak hanya tafsir adabi sebagai ciri khas ulama Syafiiyyah, tetapi juga berkembang tafsir aqli dengan tokoh utamanya Imam al-Zamakhsyari al-Mu’tazili (w. 538 H), Al-Qusyairi al-Naisaburi (w. 465 H), dan Abul Muzhaffar al-Isfaraini (w. 471 H). Menurut Uqaily (Atsarul Wuzara, 207), walaupun penguasa Buwaihiyyah dan Bani Saljuk mengutamakan mazhab Syafi’iyyah, akan tetapi mazhab-mazhab fiqih lainnya juga dipelajari dan diajarkan secara bebas di lembaga-lembaga pendidikan pada zaman itu.
Kedua, faktor konsistensi epistemologis dan metodologis mazhab Syafi’iyyah mengusung aliran fuqaha yang lebih berkonsentrasi pada pemaparan masalah-masalah furu’iyyah (cabang) yang dijadikan argumen pendapat-pendapat mereka dengan pola perumusan induksi. Berbeda dengan pola perumusan deduksinya aliran mutakallimin dalam mazhab Hanafiyyah, peluang terjadinya perbedaan di internal penganut mazhab sangat mungkin terjadi. Oleh sebab itu, tidak heran jika Imam Abu Yusuf atau Ibrahim bin al-Jarrah al-Kufi dalam banyak pendapatnya berbeda dengan pendapat imam mazhabnya, yakni Abu Hanifah.
Begitu pun jika dibandingkan antara mazhab Syafi’iyyah dengan mazhab Hanabilah, maka walaupun sama-sama mengusung aliran fuqaha, akan tetapi dalam mazhab Hanabilah khususnya banyak terjadi kontradiksi antara pendiri mazhab dengan pengikut mazhab.
Ada banyak pendapat Imam mazhab Hanablah yang diverifikasi dan dianulir oleh pengikutnya sendiri, seperti Al-Hajjawi yang pendapatnya banyak diikuti oleh Mar’i al-Karmi ibnu Balban dan al-Ba’li. Begitu pula pendapat Ibnu Hibban yang diikuti Ibnu al-Jauzi, serta pendapat Al-Samari dan Ibnu al-Najjar. Hal itu yang kemungkinan menyebabkan banyak pengikut mazhab Hanabilah melakoni migrasi ke mazhab Syafiiyyah di era keemasan pusat studi Madrasah Nizamiyyah. Wallahu a’lam bis-shawab.
M Ishom El Saha, Guru Besar UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
Terpopuler
1
Bacaan Takbiran Idul Fitri Arab, Latin, dan Artinya
2
Begini Tata Cara Pelaksanaan Shalat Idul Fitri
3
Lembaga Falakiyah PBNU Dorong Pelaksanaan Rukyatul Hilal Awal Syawal 1446 H
4
Khutbah Idul Fitri 1446 H Bahasa Sunda: Takwa sareng Akhlak Mulya Janten Atikan Ramadhan
5
3 Amalan Sunnah Sebelum Berangkat Shalat Idul Fitri
6
Khutbah Idul Fitri Bahasa Arab 2025: Menyambut Kemenangan dengan Kebahagiaan dan Syukur
Terkini
Lihat Semua