Atlet pencak silat tengah bertanding pada Porseni NU 2023 di Solo, Jawa Tengah. (Foto: NU Online/Suwitno)
Septian Pribadi
Kolomnis
Nyatanya sejauh ini Pendidikan Jasmani (Penjas) hanya menyediakan hiburan bukan pendidikan. Alasan itu salah satu fakta pahit yang harus diterima oleh pendidikan kita. Sehingga Penjas hanya menjadi penggembira di tengah kurikulum pendidikan di Indonesia. Hanya menjadi anak tiri, sehingga tidak perlu diperhatikan.
Padahal Penjas adalah instrumen penting untuk menciptakan generasi berkelanjutan. Dengan Penjas, negara bisa menciptakan anak didik yang sehat dan bugar. Apa artinya kepintaran dan prestasi akademik mentereng jika tubuh anak-anak di Indonesia penyakitan?
Program Prioritas
Salah satu program prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang dirilis baru-baru ini adalah “Penanaman Karakter 7 Kebiasaan Anak Indonesia”. Dalam situs resminya, Kemendikdasmen menyebut “Program ini tidak hanya berorientasi pada penguatan karakter, tetapi juga pada pembentukan pola hidup sehat dan tanggung jawab yang mendalam.”
Salah satu dari 7 Kebiasaan Anak Indonesia adalah rajin berolahraga. Kata olahraga membuat saya terheran-heran. Kita tentu sering mendengar kata olahraga di telinga, tapi faktanya tidak banyak praktiknya, apalagi di lingkungan sekolah.
Dulu, saat belajar di bangku Sekolah Dasar sekitar tahun 2005-an, saya merasakan betul apa arti olahraga yang memang membuat saya dan kawan-kawan bergembira. Pelajaran Penjas diisi dengan olahraga kasti (yang sekarang mulai punah), sepak bola, gobak sodor, dan lain sebagainya.
Saat itu saya tak tahu apa fungsi Penjas bagi kegiatan belajar di sekolah, karena hanya di pelajaran Penjas saya merasa seperti tidak belajar. Tak ada tekanan, hafalan, atau mencatat rumus-rumus yang memusingkan. Intinya penuh tawa dan bahagia meski pada akhirnya lelah.
Itulah mengapa saya amat mencintai pelajaran Penjas sekaligus gurunya karena memberi saya kegembiraan. Biasanya guru Penjas adalah orang yang akrab dengan para murid. Di balik tubuh mereka yang berotot, ada senyuman dan tawa seru saat bersama.
Seiring berjalannya waktu, Penjas perlahan hilang. Itu saya rasakan ketika saya naik ke tingkat SMP dan SMA. Entah mengapa pelajaran yang membuat mental murid merasa rileks dan melepas penat menjadi hilang. Apakah kurikulum sekolah di Indonesia terlalu serius?
Baca Juga
Ternyata Olahraga sebagian dari Iman
Kembali ke program prioritas Kemendikdasmen tentang rajin berolahraga. Saya berharap kepada Pak Abdul Mu’ti (Menteri Dikdasmen) tentang rajin berolahraga tidak sekadar menjadi slogan tertulis di atas kertas. Olahraga adalah upaya untuk menjaga kesehatan mental yang akhir-akhir ini menjadi masalah serius masyarakat kita.
Mens sana in corpore sano, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Ini slogan klasik yang hanya menjadi pajangan di setiap penjelasan tentang Penjas. Jiwa atau mental murid saat ini amat lemah karena tubuhnya tak sehat apalagi kuat.
Paradigma Baru dan Senam Pagi
Istilah Penjas digunakan dulu, kini Pendidikan Jasmanai, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK). Apapun istilahnya kita berharap ada perubahan signifikan terkait olahraga. Tantangan untuk menciptakan iklim olahraga yang baik di tengah gempuran teknologi dirasa amat berat.
Generasi sekarang tidak punya cukup narasi tentang permainan tradisional dan olahraga zaman dulu. Salah satu pemerhati dan pelestari permainan tradisional, Endri Aras Agus Riyono, menyebut salah satu faktor penghambat adalah gadget. Selain itu munculnya permainan modern, terbatasnya lahan, terputusnya informasi generasi ke generasi, dan munculnya kehidupan yang individualis.
Angin segar sejatinya pernah muncul dalam Modul Pembelajaran PJOK yang pernah dirilis Kemendikbudristek pada 29 Oktober 2021. Salah satu hal penting yang disoroti adalah salah kaprah tentang guru PJOK yang hanya mencari talenta atlet. Padahal tugasnya tidak sesempit itu.
Olahraga adalah cara untuk mengajarkan anak didik bisa bekerja sama, sportif, dan tidak mudah terpengaruh dalam konflik. Kita tahu konflik adalah makanan yang meracuni generasi bangsa ini. Sehingga olahraga bisa menjadi media untuk menciptakan nilai-nilai baik.
Saya tidak tahu bagaimana membuat sistem yang tepat untuk menciptakan rajin berolahraga betul-betul terinternalisasi di dalam sekolah-sekolah di Indonesia. Ini menjadi tugas para pemegang kebijakan memikirkan hal itu.
Yang saya tahu adalah generasi saat ini membutuhkan olahraga. Tidak hanya sebagai sekedar hiburan tapi lebih dalam adalah menjadi budaya. Untuk menciptakan budaya olahraga adalah pekerjaan yang memerlukan perencanaan yang holistik.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pernah merilis laporannya dalam Global Status Report on Physical Activity 2022, bahwa sekitar 81% remaja (usia 10-19 tahun) dan 27,5% orang dewasa (usia 19 tahun ke atas) saat ini tidak memenuhi rekomendasi aktivitas fisik minimal untuk mencapai kesehatan optimal.
Untuk memulai iklim rajin berolahraga bisa kita upayakan dengan menciptakan paradigma baru, khususnya di lingkungan sekolah. Tidak boleh ada lagi stigma anak tiri untuk pelajaran Penjas atau PJOK. Kerangka besar kurikulum harus mendukung pelestarian kegiatan olahraga. Dan terakhir adalah pemenuhan fasilitas pendukungnya.
Pada masa penjajahan Belanda, pendidikan jasmani pertama kali masuk pada di Indonesia tahun 1912. Termasuk di dalamnya adalah senam. Versi senam yang digunakan adalah sistem senam Jerman. Kemudian berubah menjadi sistem Swedia pada 1916.
Beralih ke masa penjajahan Jepang, seluruh kegiatan senam ala Belanda dilarang dan diganti dengan Taiso. Sejenis senam pagi yang harus dilakukan setiap sekolah sebelum pelajaran dimulai yang dipandu melalui radio.
Saya teringat program baru Presiden Prabowo untuk mendengarkan lagu Indonesia Raya setiap hari di seluruh badan usaha milik BUMN pukul 10.00 WIB. Katanya bertujuan untuk meningkatkan semangat dan nasionalisme terhadap NKRI.
Ini bisa menjadi upaya untuk menciptakan paradigma baru. Seumpama di setiap sekolah milik negara, syukur milik swasta diwajibkan senam Taiso atau yang serupa dan apapun namanya nanti sebelum dimulai pelajaran, bisa menjadi alternatif menyehatkan generasi masa depan Indonesia yang sekarang sering malas gerak (mager). Dan senam pagi adalah salah satu kuncinya.
Kita berharap betul pada Pak Mu'ti untuk memperhatikan kesehatan fisik para murid terlebih dulu sebelum peningkatan prestasi akademik. Jika boleh curhat, kita sedang sakit, Pak. Dan pencegahan adalah upaya paling rasional daripada pengobatan. Biaya pencegahan lebih murah daripada biaya pengobatan.
Terpopuler
1
LTM PBNU Adakan Program Terima Kasih Marbot, Daftarkan Marbot Masjid Anda, Ini Link Pendaftarannya
2
Rais 'Ali JATMAN KH Achmad Chalwani Siap Rangkul Pengurus Era Habib Luthfi
3
Kabar Duka: KHR Mahfudz Hamid Pengurus LD PBNU dan Ketua PP MDS Rijalul Ansor Wafat
4
PBNU Tegaskan PCNU dan PWNU Seluruh Indonesia Tolak MLB
5
GP Ansor Kutuk Arogansi Anggota Polisi Banting Warga di Pelabuhan Ambon
6
Kaum Ibu pada Masa Awal NU Berdiri
Terkini
Lihat Semua