Opini

Perjalanan Warga Kendal Menjemput Grasi Kiai Mereka

Rabu, 9 Januari 2019 | 22:30 WIB

Jakarta, NU Online
Rabu siang (9/1), tiga warga Kendal, Kaswanto, M Khasan Bisri, dan Sutrisno mendatangi kantor Kementerian Sekretariat Negara untuk menemui sang menteri, Pratikno untuk meminta bantuan sang menteri agar upaya pengajuan grasi untuk kiai mereka dikabulkan presiden Jokowi. 

Mereka datang ke kantor Mensesneg di Jalan Veteran Jakarta Pusat ini dengan pakaian terbaik yang bisa mereka bawa; baju batik, peci dan sandal. Mereka datang ditemani Ketua YLBHI Bidang Advokasi Muhamad Isnur, Direktur LBH Semarang Zainal Arifin, dan aktivis muda NU Hamzah Sahal. 

Kiai mereka, Kiai Nur Aziz ditahan bersama dengan seorang warga lain Sutrisno Rusmin. Keduanya yang merupakan petani miskin di Desa Surokonto Wetan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, divonis kurungan penjara selama delapan tahun dan denda 10 miliar rupiah berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung. Mereka dianggap telah mengorganisir orang untuk memasuki kawasan hutan serta menggunakan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana diatur dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Padahal kawasan yang mereka masuki itu adalah tanah yang dikelola oleh masyarakat sejak tahun 1970.

Kaswanto memohon pada Pratikno untuk membantu proses pengajuan grasi pada presiden untuk kiai mereka. “Kiai Nur Aziz saat ini menjadi tumpuan warga. Kami mewakili seluruh warga berharap pada Pak Pratikno untuk membantu kiai kami dan Sutrisno untuk mendapat grasi,” katanya dengan terbata-bata pada Pratikno di kantor Mensesneg, Rabu (9/1).

Semenjak ditahan pada bulan Maret 2017, Kyai Nur Aziz yang merupakan tulang punggung keluarga dengan harus meninggalkan istri, empat orang anaknya beserta para santri yang diasuhnya dalam keadaan ‘terlantar’. Sementara Sutrisno Rusmin yang merupakan Lansia berusia 66 tahun, harus menghabiskan masa senjanya di penjara dan meninggalkan istrinya. Menurut penuturan Kaswanto, saat ini, kebutuhan ekonomi kedua keluarga itu ditanggung bersama oleh rekan-rekannya sesama petani ‘dengan segala kekurangannya’.

Sementara, Muhamad Isnur dan Zainal Arifin yang mengadvokasi masalah ini sejak awal, secara bergantian menjelaskan kronologis kejadian hingga kondisi terkini. “Kami telah melakukan langkah-langkah yang semestinya untuk mengajukan grasi. Tapi sepertinya pengajuan grasi untuk Kiai Nur Aziz dan Sutrisno Rusmin mandeg. Makanya kami (melakukan) audiensi ke sini tujuannya meminta bantuan pak Menteri agar grasi ini dibantu sehingga bisa segera dikabulkan Presiden Jokowi,” ujar Isnur. 

Zainal menambahkan bahwa permohonan grasi Kyai Nur Aziz dan Sutrisno Rusmin sudah diajukan melalui Lembaga Pemasyarakatan Kendal tertanggal 21 Juni 2018 dengan menyertakan persyaratan sebagaimana diatur oleh Permenkumhan Nomor 49 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Grasi. Permohonan tersebut kemudian telah ditindaklanjuti dengan dikirimkan kepada Menteri Hukum dan HAM. Namun karena dalam waktu yang cukup lama tidak menghasilkan progres yang baik, maka ia dan tim memutuskan untuk melakukan audiensi ini.

Aksi semacam ini bukan yang pertama kali dilakukan oleh warga Kendal. “Ini kali kelima saya menemani bapak-bapak ini sejak 2017,” kata Hamzah pada Menteri Pratikno dengan nada suara yang terjaga. Hamzah lalu menjelaskan bahwa upaya mendorong agar grasi dikabulkan sudah dilakukan sejak tahun 2017 lalu. Selain sejumlah diskusi di PBNU, advokasi juga dilakukan dengan Menemui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly. Namun pertemuan demi pertemuan itu belum membuahkan hasil. 

Menurut Hamzah, putusan penahanan Kiai Nur Aziz dan Sutrisno Rusmin ini terkesan dibuat-buat bahkan lebih mirip pada kriminalisasi, karena lahan yang diperkarakan itu telah dikelola warga sejak puluhan tahun lalu. Argumen Hamzah ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 95/PUU-XII/2014, yang menegaskan bahwa “masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam kawasan hutan tidak dapat dipidana karena menebang pohon, memanen, memungut hasil hutan, menggembalakan ternak tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang, sepanjang tidak ditujukan untuk kepentingan komersial”.

Kasus ini sendiri, lanjut Hamzah, sudah dikaji berkali-kali secara serius oleh tim PBNU. Kesimpulan dari kajian tersebut adalah; tidak ada kesalahan yang substansial dari bapak-bapak yang divonis itu. 

Menteri Pratikno sendiri menerima dengan baik audiensi warga tersebut. Saat itu ia ditemani oleh empat orang stafnya. Dalam kesempatan itu ia berjanji untuk memperhatikan dan membantu proses tersebut. 

Usai pertemuan, dalam perjalanan pulang, ketiga warga Kendal ini merasa senang dengan perkembangan yang dihasilkan dari pertemuan tersebut. “Alhamdulillah, kami jadi lega setelah ketemu Pak Menteri. Semoga (Kiai Nur Aziz dan Sutrisno Rusmin) segara dapat grasi,” kata mereka berharap. (Ahmad Rozali)