Opini

Securities Crowdfunding dan Peluang Santripreneur Dapatkan Modal Usaha

Sabtu, 22 Mei 2021 | 15:00 WIB

Securities Crowdfunding dan Peluang Santripreneur Dapatkan Modal Usaha

Securities crowdfunding merupakan skema pembiayaan alternatif untuk penggalangan dana (raising fund) melalui pasar modal.

Mendirikan dan mengembangkan usaha bukanlah perkara mudah. Namun, tidak menutup kemungkinan hal itu dilakukan oleh semua pihak, termasuk di dalamnya oleh para santripreneur (wirausahawan santri).

 

Rata-rata keluhan kegagalan dari para pengusaha pemula adalah soal dana/modal yang tidak mencukupi. Dan ini adalah masalah klasik yang seharusnya sudah bukan lagi menjadi halangan besar. Syaratnya, asal Anda tahu caranya saja ditambah lagi sikap amanah dan akuntabel sebagai landasan.

 

Dalam fiqih, salah satu cara mendirikan usaha bila tidak mampu dilakukan sendirian adalah melakukan akad kerja sama. Kerja sama yang dimaksud adalah urun dana (urun modal). Istilah modernnya adalah strategi crowdfunding.

 

Strategi Crowdfunding dalam Fiqih Turats dan Fakta Hambatan

Ada 3 mekanisme akad yang dilegalkan oleh syara’ untuk melakukan strategi crowdfunding, yaitu akad qiradl, mudlarabah, dan syirkah ‘inan. Ketiganya ini, merupakan yang legal dalam 4 mazhab besar fiqih, utamanya mazhab Syafi’i, madzhab yang dianut oleh mayoritas Muslim di negeri kita yang tercinta ini.

 

Namun, untuk melakukan crowdfunding melalui 3 akad di atas dan seiring upaya optimalisasi aksi raising fund (mencoba mencari asupan dana segar yang tinggi seiring cita-cita yang tinggi dalam pengembangan usaha), ada beberapa kendala yang sering dialami oleh para pengusaha pemula ini, yaitu:

 

  1. Sejauh ini strategi raising fund lewat 3 akad di atas senantiasa terkendala dengan faktor “harus mengenal” pihak yang didanai dan diajak kerja sama. Misalnya pada akad qiradl (bantuan modal usaha dengan bagi hasil). Antara pihak rabbu al-maal (pemilik modal) dengan yang dibantu (‘amil qiradl), umumnya harus diikat oleh sifat saling mengenal antara satu sama lain. Adanya sikap saling mengenal, menjadikan tumbuh sikap saling percaya (amanah). Tentu ini rasional, bukan? Namun, ini juga sekaligus menjadi hambatan disebabkan tidak banyak rabbu al-mal di lokasi yang sama dengan pihak yang siap menjadi ‘amil qiradl serta merta mau mempercayakan pengelolaan hartanya kepada pihak lain.
     
  2. Sekat lain, misalnya dalam akad mudlarabah (bagi hasil/profit sharing), antara pihak rabbu al-mal dengan pihak mudlarib juga cenderung dibatasi oleh keharusan tahu mengenai latar belakang usaha dari mudlarib. Misalnya, Anda hendak melakukan budi daya tambak. Sudah barang tentu untuk bisa dipercaya mengelola dana pihak pemodal, maka pemodal itu harus mengetahui sisi lain dari cara Anda bekerja, lahan yang sudah Anda siapkan, dan termasuk pengetahuan Anda mengenai budi daya tambak tersebut. Tanpa itu semua, pihak pemodal akan sulit untuk melepaskan dananya guna membantu kekurangan modal Anda. Kesulitan ini menjadi semakin komplit seiring investor yang ada di sekitar calon mudlarib, juga tidak banyak. Ini sebabnya, banyak pengusaha-pengusaha baru yang lebih memilih sumber pembiayaan usahanya ke bank dibanding upaya mencari dukungan kerja sama dengan pemodal.
     
  3. Dari akad syirkah (kemitraan), hambatan terbesar sudah barang tentu ada pada aspek idealitas akad syirkah itu sendiri, yaitu keharusan peserta untuk menjalankan usaha secara bersama-sama guna mendapatkan keuntungan bersama dan untung rugi ditanggung bersama (profit and loss sharing). Apalagi tren perkembangan dunia modern adalah dipenuhi oleh watak individu investor sebagai yang siap menyerahkan modal, namun tidak siap untuk terjun bersama dalam membangun sebuah usaha. Di sisi lain, karena penyerahan dana itu, mereka berharap mendapatkan hasil.

 

 

Ini semua adalah fakta kita saat ini. Fakta lainnya adalah pihak rabbu al-maal, yaitu pihak yang siap menjadi investor usaha, peluang besarnya ada di luar wilayah dan tempat tinggal kita. Di sini, kendala yang dihadapi oleh para pengusaha pemula adalah bagaimana cara mempromosikan usahanya agar bisa menarik para investor di luar dirinya, yang bisa jadi tidak tahu profil tentang dirinya, agar mereka mau untuk bersama-sama bekerja sama membangun usaha dan sekaligus menjadi mitra. Ini adalah faktor tantangannya.

 

Securities Crowfunding sebagai Solusi

Strategi crowdfunding sebagaimana yang telah disampaikan di atas, dan sebagaimana yang tertuang dalam fiqih turats, umumnya adalah berbasis equitas, yaitu kesiapan dana dan modal riil pendirian usaha.

 

Dasarnya sudah barang tentu adalah akad amanah. Syarat utamanya adalah saling mengenal satu sama lain, sebab syirkah, qiradl, dan mudlarabah adalah masih cabang dari akad jual beli (bai’). Alhasil, “mengenal” dan “mengetahui” bidang usaha ini menjadi sebuah unsur idealitas dalam syari’at seiring sifat amanah yang harus ditepati.

 

Namun, pihak investor potensial seringkali dirasa ada di luar wilayah tempat tinggal pengusaha, sehingga tidak mungkin syarat ideal akad amanah itu dipenuhi. Lalu bagaimana solusinya? Salah satu strategi adalah harus ada pihak yang bergerak menjadi penjamin akad.

 

Anda masih ingat dengan hukum arisan (muqaradlah)? Melakukan arisan dengan orang yang kita kenal dan ada di sekitar kita hukumnya adalah boleh. Namun, ketika kegiatan arisan itu berlaku hingga keluar daerah dan meniscayakan adanya anggota yang tidak kita kenal, maka arisan semacam ini hukumnya adalah haram, jika tidak ada lembaga atau badan yang menjadi penjaminnya. Mengapa? Sebab, aktivitas semacam ini rawan dengan timbulnya aksi pelarian dana peserta arisan, sebagaimana beberapa kasus arisan berantai dewasa ini.

 

Hal yang sama tentu juga berlaku atas aksi crowdfunding (urun dana). Maraknya kasus investasi bodong, menjadi sebuah pelajaran yang berharga tentang arti penting keterjaminan dana dan usaha. Itu sebabnya kemudian diperkenalkan oleh pemerintah mengenai securities crowdfunding.

 

Secara teoritis, securities crowdfunding ini bisa diartikan sebagai aksi urun dana (modal) yang disertai dengan adanya pihak penjamin. Penjamin ini sudah barang tentu ada 2, yaitu: (1) jaminan atas kepastian adanya underlying asset, dan (2) jaminan atas hukum dan tuntutan ganti rugi.

 

Jaminan atas kepastian adanya underlying asset ini merupakan buah dari akad dlamman al-dain. Sementara jaminan atas hukum dan tuntutan ganti rugi, ini merupakan buah dari akad dlaman al-fi’li, atau bisa juga disebut dengan istilah kaffalah bi al-nafs.

 

Operasional Securities Crowdfunding

Pemerintah lewat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Erlangga Hartarto, dalam sebuah tajuk berita yang dilansir oleh Kompas telah meluncurkan Penawaran Efek melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi (Securities Crowdfunding). Peluncuran ini disampaikan pada acara pembukaan perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (4/1/2021).

 

Turut diberitakan bahwa securities crowdfunding ini merupakan bentuk skema pembiayaan alternatif untuk penggalangan dana (raising fund) melalui pasar modal. Skema ini dinilai memudahkan bisnis atau seseorang dalam memperoleh pendanaan dari pasar modal.

 

Dalam skema securities crowdfunding, dana yang dihimpun juga memperoleh lindung nilai (hedge) dalam jangka waktu tertentu. Itu artinya, dana tersebut bisa dijamin sehingga bukan merupakan aset fiktif sebab ada ruang usahanya.

 

Securities crowdfunding ini dilakukan dengan jalan penerbitan saham oleh UKM-UKM. Jika sebelumnya, untuk bisa menerbitkan saham, sebuah emiten harus dibatasi oleh kepemilikan modal (equitas) minimal sebesar Rp50 juta, namun dengan securities crowdfunding ini, pihak emiten tidak harus memenuhi target minimal equitas tersebut.

 

Dengan modal kurang dari Rp50 juta pun, ia bisa masuk ke pasar modal untuk meluncurkan saham atau obligasi sehingga memudahkan upaya untuk growing up (pengembangan usaha) dan raising fund (penggalian dana). Syarat yang harus dipenuhi, UKM tersebut harus mendaftarkan diri untuk menjadi peserta di pasar modal.

 

Jadi, tunggu apalagi? Ini adalah peluang bagi para santripreneur yang memiliki usaha guna mengatasi kesulitan kebutuhan modal bagi pengembangan usahanya. Basis akadnya tetap, yaitu memainkan peran serta akad qiradl, mudlarabah, dan syirkah. Hanya saja, akadnya bukan lagi berbasis akad amanah, melainkan akad yad al-dlamanah (sekuritas).

 

So, tidak harus melulu bergantung pada kredit perbankan, bukan? Sekali-kali, Anda perlu mencobanya! Wallahu a’lam bi al-shawab.

 

 

Muhammad Syamsudin, Direktur eL-Samsi, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jatim, dan Wakil Sekretaris Bidang Maudlu’iyah LBM PWNU Jatim