Opini

Tamak yang Dianjurkan

Rabu, 15 Agustus 2012 | 23:25 WIB

Ada sikap tamak yang boleh, bahkan dianjurkan. Yaitu tamak pahala dan ampunan dari Allah. Mengapa? Karena Nabi kita, Muhammad Saw mengajarkannya. Di hari-hari seperti sekarang ini, masa 10 hari terakhir bulan Ramadhan, beliau mengajak keluarganya beriktikaf di masjid. Sejak subuh hari mulai masuk masjid, tidak keluar lagi sampai fajar Idul Fitri terbit di ufuk timur.
<>
Istri Nabi, Sayyidatina Aisyah RA berkata;  "Rasulullah apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya (menjauhi istri-istrinya karena ibadah, menyingsingkan badan untuk mencari Lailatul Qadar), menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya." (HR Bukhari 4/233 dan Muslim 1174).

Dikisahkan pula; “Rasulullah sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim no. 1175). Lutut beliau sampai bengkak karena saking lama dan banyaknya dipakai bersujud dan bermunajat. Air matanya menetes tiada henti karena memohon ampunan dan rahmat untuk umatnya. 

Rasulullah terkesan tamak berlebihan itu tak lain karena Allah telah berfirman: “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. [QS Ad-Dukhon: 3 - 6].

Tafsir ayat ini ada di firman-Nya yang lain: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”. [QS Al Qadar: 1 - 5]Inilah yang mendorong Nabi mengajari kita untuk mengejar malam istimewa. Karena tidak diberikan Allah kepada umat-umat Nabi sebelumnya. Karena manusia akhir zaman umurnya pendek, jauh dibanding kaum terdahulu.

Jika kita sholat pada malam kemuliaan itu, maka semua dosa kita kepada Allah di masa lalu akan diampuni. (HR Bukhari 4/217 dan Muslim 759). Jika kita membaca Alqur’an, berdzikir dan seterusnya, pahalanya bernilai lebih dari 1000 bulan. Subhanallah. Mahasuci Allah. Segala puji bagi-Nya. Allahu akbar. 

Mari kita coba hitung minimal saja. Pas seribu bulan. Waktu sepanjang itu sama dengan 83 tahun lebih 4 bulan. Jika kita baligh umur 15, yakni saat amal kita mulai “dihitung resmi”, maka kita akan berusia 98 tahun untuk bisa mencapai 1000 bulan. Lantas, mungkinkan kita bersembahyang terus-menerus tanpa henti selama itu?. Jelas mustahil. Jangankan ibadah terus, untuk istiqomah saja kita sangat susah. Kadangkala taat, tetapi seringkali melanggar syariat. Kadang takut dosa dan laknat, tapi lebih banyak berbuat salah dan maksiyat. 
Lagi pula, mungkinkan usia kita sampai 98? Sedangkan umat Nabi Muhammad hanya “dijatah” umur sekitar 63?. Juga usia harapan hidup rata-rata orang Indonesia hanya 70?

Jadi, satu-satunya harapan yang pasti adalah Lailatul Qodar. Di malam ini, Malaikat Jibril dan rombongannya yang tak terhingga, turun memenuhi jagat. Memohonkan ampun dan keselamatan kepada hamba-hamba Allah yang berjaga. Dengan sholat, dzikir, membaca Alquran maupun berdoa.  

Malaikat turun membawa ketenangan, sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain. Bahkan, yang sedang tertidur saat i’tikaf pun tetap bisa memperoleh lewat mimpi, sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat Nabi. 
Yang tak bisa iktikaf karena kesibukan, tetap punya kesempatan. Anda yang mudik naik motor maupun sepur, yang hatinya ikhlas berniat sungkem orang tua dan meminta maaf pada siapapun saja, bisa saja mendapat anugerah Lailatul Qodar dalam perjalanannya.

Para petugas medis maupun relawan kemanusiaan, karyawan perusahaan yang tak mendapat cuti liburan, atau anda yang tak bisa ke masjid karena tuntutan profesi, punya kesempatan sama untuk mendapat anugerah yang luar biasa tersebut. Termasuk wanita haid yang tak mungkin datang ke masjid. Solusinya telah disampaikan Rasulullah. Yaitu dengan memperbanyak doa. 

Sederhana doanya: "Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii/anna—jika orang banyak)  Artinya: “Ya Allah, Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku/kami." (HR Tirmidzi (3760), Ibnu Majah (3850), dari Aisyah. Tertera dalam kitab syarah Bughyatul Insan fi Wadhaifi Ramadhan, halaman 55-57, karya ibnu Rajab al Hanbali). 

Mengingat perhitungan matematis tadi, hanya Lailatul Qodar inilah harapan kita. Andalan untuk melebur dosa dan memperberat timbangan amal baik kita. Sangatlah rugi jika terlewatkan beigtu saja. Yang berarti puasa kita kurang bermakna. 

Sabda Nabi: “Di bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa diharamkan dari memperoleh kebaikan di dalamnya, maka dia akan luput dari seluruh kebaikan.” (HR. Ahmad).

Artinya, jika kita sengaja melewatkan malam istimewa ini, kita akan jauh dari peluang mendapat kebaikan. Tak ada kata terlambat. Masih ada kesempatan hingga Ramadhan benar-benar berakhir. 

Nah, jika malam nanti (atau besok) anda  tertiup hawa dingin yang lembut, kalbu sejuk dan tenang, lalu merasakan kelezatan yang tak dapat anda ungkapkan, bersyukurlah. Itu mungkin pertanda anda dinobatkan salah satu peraih Lailatul Qodar. 

Mari memohon ampun atas segala dosa. Mari berburu pahala. Ajaklah  seluruh anggota keluarga. (Mohammad Ichwan, Kontributor NU Online Semarang)