Opini

Ulama dan Perannya dalam Integrasi Ketahanan Keluarga

Jumat, 21 Juli 2023 | 12:00 WIB

Ulama dan Perannya dalam Integrasi Ketahanan Keluarga

Ulama memiliki peran penting dalam ketahanan keluarga. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Beberapa waktu terakhir banyak kabar memprihatinkan yang datang dari lingkup keluarga. Kejadian orang tua menelantarkan anaknya, anak membuang orang tuanya, problem perempuan dan lansia, hingga masalah stunting serta kasus-kasus dalam pernikahan mencuat seakan tak terbendung.


Ini memunculkan kekhawatiran bahwa Indonesia sedang mengalami krisis ketahanan keluarga. Di mana peran ulama untuk membantu mengatasinya? Adakah teladan yang relevan dari masa kenabian seperti contoh-contoh dan pendekatan terhadap hal ini?


Berbicara mengenai kelembagaan ulama di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Nahdlatul Ulama (NU). Sebagai organisasinya para ulama, keduanya memberikan perhatian terhadap program-program ketahanan keluarga di Indonesia. Warisan nilai-nilai kenabian senantiasa didekatkan kepada umat oleh lembaga ini. Oleh karena itu, kekuatan ketahanan keluarga juga ditentukan oleh jauh dekatnya umat dengan kalangan ulama yang menjadi pewaris nabi.


Nabi Muhammad saw memberikan contoh nyata dalam memperhatikan keluarga. Beliau adalah lelaki terbaik yang memberikan pelayanan terbaik kepada keluarganya. Selain itu, Beliau mendidik kaum perempuan secara khusus karena merekalah yang akan menjadi madrasah pertama di keluarganya. Peran penting perempuan dalam ketahanan keluarga memang tidak dapat diingkari lagi sehingga Rasulullah pun mengajarkan hal ini.


Dalam suatu baiat bagi kaum wanita yang masyhur berdasarkan kisah sahabiyah Hindun binti Utbah, Rasulullah memberikan wasiat-wasiat yang erat kaitannya dengan pendidikan akhlak dan moral perempuan. Di antara wasiat yang terkenal untuk kaum wanita adalah pesan untuk jangan menyekutukan Allah, jangan mencuri, jangan berzina, jangan membunuh anak-anak, jangan berbuat dusta yang diada-adakan antara tangan dan kaki, serta tidak mendurhakai Rasulullah dalam urusan yang baik.


Semua wasiat tersebut masih relevan hingga hari ini, tetapi rupanya banyak dilupakan oleh kaum wanita. Misalnya wasiat untuk tidak membunuh anak-anak yang kelihatannya sangat mustahil. Namun, di zaman ini banyak kejadian pembunuhan anak oleh ibunya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Contoh pembunuhan secara tidak langsung adalah pembunuhan masa depan anak dengan tidak diberi perhatian, tidak diperhatikan gizi dan kesejahteraannya sehingga mengalami stunting.


Kasus stunting atau gangguan tumbuh kembang anak yang masih tinggi di Indonesia tidak terlepas dari peran perempuan yang menjadi ibu atau calon ibu. Meskipun banyak faktor lain yang menyebabkan stunting, tetapi keterkaitan dengan aspek wanita sebagai ibu atau calon ibu sangatlah erat. Oleh karena itu, kaum wanita yang akan menjadi ibu dituntut untuk memperoleh edukasi yang lebih tentang penanganan dan pencegahan stunting. Hal ini dimaksudkan agar si anak tidak “terbunuh” masa depannya karena kelalaian atau kurangnya wawasan ibu dan keluarganya.


Selain beberapa wasiat itu, Rasulullah juga mendidik istri-istrinya agar dapat menjadi ulama perempuan pada zamannya. Beberapa perempuan selain istri nabi juga dididik secara khusus agar menjadi penerus dakwah selain menjadi ibu teladan dalam rumah tangganya. Bahkan, ada contoh sahabiyah yang menjadi tokoh-tokoh penggerak perekonomian bangsanya dan berperan penting dalam kegiatan peningkatan kesejahteraan umat.


Salah satu contoh sahabiyah yang sukses dalam mengelola rumah tangganya sekaligus berkarier adalah Syifa binti Abdullah radliyallahu ‘anha. Rumah tangganya penuh berkah karena mendapatkan didikan langsung dari kunjungan Rasulullah ke rumahnya. Oleh karena itu, seluruh anggota keluarganya termasuk suami dan anak-anaknya mendapatkan transfer ilmu dari Rasulullah saw.


Uniknya, Syifa juga rajin menghadiri majelis ilmu Rasulullah di masjid. Masalah-masalah keumatan yang sering dibahas di masjid Rasulullah membuatnya paham terhadap pengelolaan kesejahteraan masyarakat. Kariernya berkaitan erat dengan kesejahteraan dan ekonomi umat sekaligus dakwah amar makruf serta nahi munkar. Sepeninggal Rasulullah, Syifa adalah seorang pengawas pasar Madinah yang ditunjuk langsung oleh Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Setelah lanjut usia, tugasnya digantikan oleh putranya.


Keahliannya dalam bidang kesehatan telah diakui sejak masa jahiliyah dan di masa Rasululllah masih hidup. Ada penyakit namlah, semacam cacar yang dapat menular pada lingkup keluarga dan merusak kulit di masa itu. Syifa merupakan trainer ruqyah namlah yang diindikasikan untuk perbaikan kesehatan fisik, kosmetik, dan perawatan kulit. Di samping itu, Syifa adalah guru baca tulis untuk Sayyidah Hafshah binti Umar, istri Nabi. (Geissinger, 2020, “Will You Not Teach ruqyat al-namla to This [Woman] ...?”: Notes on a Hadith’s Historical Uncertainties and Its Role in Translations of Muhammad, Brill)


Bahkan di puncak kariernya, ia juga pernah menjadi pemegang otoritas kesehatan yang mengepalai sejenis lembaga klinik perawatan pasien di Basrah. Dengan demikian, prestasinya mencerminkan seorang wanita terdidik yang sukses dalam membina keluarga sekaligus berdakwah untuk menyehatkan masyarakat. Kiprahnya di bawah edukasi Rasulullah jelas untuk kepentingan kesehatan anak dan wanita dalam rumah tangga waktu itu.


Upaya dakwah untuk menjaga ketahanan keluarga dilanjutkan oleh para ulama yang merupakan pewaris Nabi. Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia memiliki Komisi Perempuan Remaja dan Keluarga (KPRK MUI). Sesuai dengan namanya, komisi ini mengupayakan berbagai program untuk perempuan, remaja, dan keluarga agar selaras dengan ikhtiar menjaga ketahanan negara. Ketua KPRK MUI pusat pernah menyatakan bahwa peradaban suatu negara ditentukan oleh ketahanan keluarga. 


Anak dan orang tua merupakan komponen inti keluarga. Oleh karena itu ulama melalui KPRK MUI berusaha keras untuk menghadirkan edukasi yang menyasar komponen keluarga seperti penanganan gangguan tumbuh kembang atau stunting pada anak. Hal itu penting untuk menyelamatkan generasi suatu bangsa dari keterbelakangan. Selain itu, KPRK juga menjalin kemitraan dengan lembaga zakat untuk menyantuni lansia.


Nahdlatul Ulama juga memiliki Lembaga Kemaslahatan Keluarga (LKK-NU). NU bersama dengan Kementerian Agama juga terus berusaha menghadirkan program untuk keluarga di Indonesia. Bahkan belum lama ini NU menggalakkan Gerakan Keluarga Maslahat NU (GKMNU) yang memiliki berbagai program seperti penanganan stunting, program kesehatan, program pendidikan, dan ketahanan keluarga.


Untuk merealisasikan program-program tersebut, NU menjalin kerjasama penting dengan berbagai lembaga yang terkait, baik kementerian maupun MUI. Salah satu contoh kolaborasi penting antara MUI dan Muslimat NU yang baru-baru ini ditampilkan adalah talkshow tentang stunting di Kalimantan Timur. 


Kolaborasi lain sebenarnya telah dijalin oleh KPRK MUI sejak maraknya kasus stunting. Pada tahun 2021, KRPK MUI telah menyelenggarakan webinar bersama dengan BKKBN dengan tajuk “Keluarga Muslim Sehat, Generasi Kuat Sejahera.” 


Berdasarkan upaya-upaya yang telah disebutkan ini, peran ulama sangat penting untuk menjangkau edukasi ketahanan keluarga melalui kolaborasi. Edukasi terhadap masyarakat umum dan secara khusus kepada kaum perempuan memegang kunci keberhasilan berbagai upaya yang dilakukan oleh ulama. Sebagai contoh, pendekatan yang telah dilakukan oleh MUI bersama dengan NU maupun BKKBN terbukti juga akhirnya mampu memunculkan kegiatan-kegiatan edukatif.


Selayaknya sebagai bagian dari umat Islam di Indonesia, kita menyambut pendekatan yang telah diintegrasikan oleh para ulama dengan baik. Sebagaimana teladan dari Sayyidah Syifa yang mendapatkan edukasi dari Nabi, upaya dilanjutkan dengan mengedukasi orang lain. Selain itu, pengaruh lingkungan terhadap keilmuan Syifa dengan hadirnya ke majelis di masjid Rasulullah menjadi bukti bahwa lingkungan pengajian sangat diperlukan oleh kaum hawa, termasuk ibu-ibu dan calon ibu.


Teladan ini sangat relevan untuk kaum wanita di zaman sekarang untuk mendekat kepada ulama dan meneruskan ajaran yang telah diterima dari ulama kepada anggota keluarganya. Dengan dekatnya umat, khususnya setiap komponen di dalam keluarga seperti suami, istri, dan anak-anak kepada ulama, insyaAllah akan mendukung ketahanan keluarga di Indonesia. Wallahu a’lam bis shawab.


Yuhansyah Nurfauzi, Anggota Komisi Fatwa MUI Cilacap, Jawa Tengah