Kurang lebih selama 88 tahun sejak 1926, Nahdlatul Ulama telah berjuang dan mengabdi bagi kemerdekaan dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sebelum resmi berdiri pun, para pendiri Nahdlatul Ulama telah berjuang melalui lembaga-lembaga pendidikan klasik, <>yaitu pesantren. Pesantren hingga sekarang masih menjadi pertahanan moral, sekaligus menciptakan kader-kader bangsa yang mempunyai akhlaqul karimah dan setia dalam menegakkan dan memajukan bangsa dan negara seperti yang telah dilakukan para santri ketika berjuang melawan penjajah Jepang dan Belanda hingga akhir tahun 1949.
Nahdlatul Ulama sebagai organisasi sosial keagamaan (jami’yah diniyah ijtima’iyah) selalu mereformasi diri sesuai dengan perkembangan zaman, namun tetap dalam kerangka Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) sebagai nilai dan ajaran pokok dalam pergerakannya. Nahadlatul Ulama sebagai suatu organisasi itu, hanyalah salah satu bagian saja dari sosok sejatinya yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Selain sebagai institusi, Nahdlatul Ulama mempunyai sisi tradisi dan khazanah pengetahuan yang semuanya berakar pada ajaran intinya tadi, yaitu Aswaja. Ajaran dan keyakinan yang menjadi pandangan dunia itu menentukan seluruh perilaku dan tradisi yang hidup serta menjadi salah satu pembentuk identitas. Sebagai derivasi ajaran Aswaja, warga NU (Nahdliyin) senantiasa mengedepankan 4 (empat) sikap kemasyarakatan, yaitu moderat (tawassuth), toleran (tawazun), seimbang (tasamuh), dan adil (i’tidal).
Ajaran Nahdlatul Ulama bersumber dari rumusan-rumusan utuh menyeluruh yang disebut Aswaja tadi, meliputi aqidah, fikih, dan tasawuf yang menjadi sebuah sistem pandangan dunia Nahdlatul Ulama meliputi hubungan manusia dengan Allah swt (hablun minallah), hubungan manusia dengan manusia (hablun minannas), dan hubungan manusia dengan alam (hablun minal’alam). Dengan coraknya yang demikian, pandangan dunia yang dipegang Nahdlatul Ulama mampu menciptakan sebuah “tradisi agung” yang memberi corak dominan dalam sejarah panjang peradaban Nusantara hingga di tengah peradaban modern seperti sekarang.
Buku Ensiklopedia Nahdlatul Ulama yang terdiri dari 4 jilid ini berusaha merunut perjalanan sejarah, tokoh, dan khazanah pesantren sebagai basis intelektual kaum Nahdliyin. Sebagai entitas dunia dengan Aswaja-nya, Nahdlatul Ulama mesti dipahami dengan melacak akar tradisi sosial keagamaan sebagai manifestasi ajarannya dan sejarah pembentukan tradisi santri Nusantara yang sangat kaya serta dinamika pasang surut, tegangan, dan rekonsiliasinya dalam keindonesiaan masa kini. Sebab itulah, Ensiklopedia Nahdlatul Ulama hadir dengan harapan mozaik-mozaik itu tertata rapi dan indah sehingga jejak perjuangan NU dalam mewarnai bangsa dan negara hingga sekarang dapat menjadi letupan energi positif bagi kemajuan dan kesejahteraan sosial bangsa Indonesia secara umum.
Dalam Ensiklopedia NU ini, nama-nama pesantren atau kiai biasa disebut dalam riwayat seorang tokoh yang dikenal. Misalnya, terdapat pesantren Siwalan dan Kiai Ya’kub dalam riwayat KH Hasyim Asy’ari. Tetapi nama-nama itu tidak dapat dieksplorasi lebih lanjut. Beberapa penulis seperti Choirul Anam (1985), MC. Ricklefs (2012), Martin van Bruinessen (1995), juga menyebut sejumlah pesantren pada abad ke-17 dan 18, tetapi jejaknya belum dapat dilacak. Di luar itu semua, sangat terasa adanya ketimpangan antara Jawa dan luar Jawa. Belum banyak data mengenai sejarah dan tokoh NU di luar Jawa. Semua “kekosongan” itu menyebabkan atau menyisakan garis yang terputus dalam perkembangan NU, pesantren, dan tokoh-tokoh yang menyertainya. Inilah yang kemudian harus menjadi agenda berikutnya dalam bentuk riset lebih lanjut.
Ensiklopedia ini dilangkapi dengan esai foto, yang berfungsi tak sekadar sebagai ilustrasi biasa, melainkan sebuah rangkaian gambar yang saling berkait yang diharapkan dapat menampilkan makna secara utuh dan menghasilkan sebuah “narasi” tersendiri di luar teks ensiklopedia. Visualisasi yang ditampilkan dalam ensiklopedia ini tergolong baru yang menjadi salah satu kekuatannya. Sebab menjadi pendekatan historiografi tersendiri.
Dalam ensiklopedia ini, foto dan gambar yang ditampilkan merupakan kegiatan sehari-hari di lingkungan pesantren dan masyarakat. Artinya historiografi (penulisan sejarah) dalam perspektif human interest sangat terasa dalam buku 4 jilid ini. Historiografi model ini berusaha mengangkat sejarah dalam lingkup kehidupan sehari-hari. Hal ini penting, sebab sejarah tidak hanya dipahami secara elitis. Namun bagaimana elitisitas tersebut terbentuk dalam kehidupan masyarakat. Tentu persoalan ini muncul dari asumsi bahwa sejarah tokoh-tokoh atau institusi terkenal tak lepas dari pengaruh kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sebab itulah, ensiklopedia ini menghadirkan penulisan sejarah dengan pendekatan yang terbilang baru selain pendekatan multidimensional yang berusaha mengemukakan sejarah dalam berbagai bidang kehidupan seperti agama, sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Selamat membaca!
Judul: Ensiklopedia Nahdlatul Ulama: Sejarah, Tokoh, dan Khazanah Pesantren
Penulis: M. Imam Aziz (et.al)
Penerbit: PBNU dan Mata Bangsa
Tebal: Jilid 1 (232 halaman), Jilid 2 (230), Jilid 3 (219), dan Jilid 4 (259)
Cetakan: Pertama, 2014
ISBN: 978-979-9471-12-3 (no. jilid lengkap) / 978-979-9471-13-0 (jilid 1)
Peresensi: Fathoni, mahasiswa pascasarjana STAINU Jakarta
Terpopuler
1
Daftar Barang dan Jasa yang Kena dan Tidak Kena PPN 12%
2
Kenaikan PPN 12 Persen Berpotensi Tingkatkan Pengangguran dan Kolapsnya UMKM
3
Kisah Inspiratif Endah Priyati, Guru Sejarah yang Gunakan Komik sebagai Media Belajar
4
Ketum PBNU Respons Veto AS yang Bikin Gencatan Senjata di Gaza Kembali Batal
5
Bahtsul Masail Kubra Internasional, Eratkan PCINU dengan Darul Ifta’ Mesir untuk Ijtihad Bersama
6
Menag Penuhi Undangan Arab Saudi untuk Bahas Operasional Haji 2025
Terkini
Lihat Semua