Galileo Sebagai Pembuka Tabir Kebenaran
Jumat, 14 Juli 2006 | 08:42 WIB
Judul buku :Penulis : Tasman Mahmud Syukri
Peresensi : Muhammadun AS*
Dalam perjalanan sejarahnya, peradaban barat {western civilization} telah mengalami masa yang pahit, yang mereka sebut jaman kegelapan {the dark ages} atau jaman pertengahan {the medieval ages}. Zaman ini dimulai ketika imperium Romawi barat runtuh pada 476 M dan munculnya gereja Kristen sebagai institusi dominan dalam masyarakat Kristen Barat sampai dengan masuknya jaman renaisance sekitar abad ke-16. Di jaman kekuasaan gereja inilah lahir sebuah institusi yang terkenal kebengisannya, yakni "inquisisi". Menurut Karen Amstrong dalam "Holy War: The Crusades and Their Impact on Today’s World" {2001} menilai bahwa dalam sejarah pergulatan gereja, inquisisi merupakan instrumen teror gereja katolik sampai dengan abad ke-17. Sementara gereja Protestan menggunakan inquisisi sebagai bentuk untuk melakukan penindasan dan kontrol terhadap kaum katolik dinegara-negara mereka.
Metode inquisisi inilah yang telah banyak mengundang perdebatan panang dunia Bar<>at. Karena waktu itu, institusi geraja telah dipolitisir oleh kelompok tertentu, sehingga kebijakan hanya digunakan untuk melanggengkan kekuasaanya saja.
Tidaklah salah kalau ada pemikiran yang "keluar" dari "pakem" berfikir gereja, maka siap mendapatkan "kutukan" dari gereja. Buku ini ingin menghadirkan sosok Galileo yang waktu itu menjadi sosok paling fenomenal dalam menentang kebijakan pemikiran gereja. Begitu fenomenalnya, tidak salah kalau dialah yang paling menghebohkan Kristen pada tahun 1633 Mesehi.
Sebelumnya Copernicus telah mencetuskan teori tentang alam semesta yang sudah sedemikian dikenal. Menurutnya, bumi ini yang bergerak mengitari matahari, sementara matahari diam tidak bergerak. Sedangkan keyakinan yang sampai sekarang ini masih berlaku adalah matahari yang bergerak mengitari bumi, bukan bumi yang mengitari matahari. Walaupun demikian, hanya sejak tahun 1616 Masehi setelah teorinya ini didukung oleh Galileo yang telah dituduh salah oleh gereja dan Galileo menyatakan tidak akan pernah mempertahankan pandangan bahwa matahari yang mengelilingi bumi.
Namun begitu, pada tahun 1632 Masehi, dia menerbitkan sebuah buku dimana lawan-lawannya menyatakan telah mempertahankan teori Copernican dan berdasarkan teori inilah dia dikutuk dan dipersalahkan oleh gereja, sungguhpun dia menghindari hukuman tersebut dengan mencabut kembali pernyataannya. Dinyatakan oleh para pelajar belakangan ini pada periode itu bahwa terjadi pertentangan terhadapnya dari kebanyakan para filsuf dan para ahli teologi. Mereka ditentang karena bertentangan dengan teori ilmu pengetahuan Aristotelian.
Ketegangan antara Galileo dan pihak gereja yang diwakili oleh Bellarmino tidak akan terjadi andaikan Galileo mau menuruti anjuran Andreas Osiander. Di dalam pengantar buku Copernicus de Revolutionius, Osiander menulis, "Tidaklah perlu hipotesa ini benar, atau bahkan mirip-mirip kebenaran; cukuplah bahwa ia menyediakan kalkulasi yang sesuai dengan pengamatan." Namun Galileo, yang diperlengkapi dengan teleskop, mempunyai alasan kuat untuk percaya bahwa tata Copernicus bukan cuma instrumen untuk prediksi ilmiah, tetapi pemaparan yang sungguh-sungguh benar tentang dunia.
Keyakinan keilmuan Galileo, sekalipun sedikit naif, menyebabkan ia menolak tunduk begitu saja kepada kekuasaan. Melalui Karl Popper kita memang tahu bahwa bukanlah realisme Galileo ini yang ditolak pihak gereja, melainkan konsekuensinya yang amatlah mengkhawatirkan untuk otoritas waktu itu. Karena sekali lagi, gereja tidak murni lagi sebagai penyebaran agama, namun telah dijadikan elite tertentu untuk melanggengkan kekuasaan yang diwariskan oleh Romawi Barat. Dan para elite takut kalau mereka lengser tidak mendapatkan tempat ptestisius lagi, sehingga institusi gereja terpaksa digunakan untuk "mempangkas" segala sesuatu yang merintanginya.
Fenomena kegigihan Galileo dalam mempertahankan kebenaran, menurut penulis, perlu dijadikan refleksi kita bersama disaat sekarang ini. Saat ini, kebenaran yang sudah nyata didepan mata, sering kali kita belokkan hanya karena untuk meraih kekuasaan, kekayaan, ketenaran, dan prestise lainnya. Para kaum elite bangsa ini sejatinya tahu bahwa korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah penyakit bangsa yang menghancurkan segala dimensi kehidupan, namun mereka tetap tidak pernah bersuara untuk menentangnya, justru mereka menikmatinya dengan bersuka-ria.
Kebenaran selalu digadaikan karena kebenaran seringkali digunakan demi kepentingan. Inilah sebenarnya yang harus kita lawan sebagaimana semangat Galileo melawan otoritarianisme kekuasaan pada masanya. Karena kebenaran bagi Galileo adalah sesuatu yang diyakini secara sempurna untuk mengembangkan keilmuan atau untuk kemaslahatan publik, maka semua upaya harus dikerahkan untuk mewujudkan klebenaran tersebut sampai ajal menjemput.
*Peresensi adalah pemerhati sosial, alumnus PP Sunan Ampel Jombang. Perese
Terpopuler
1
Hitung Cepat Dimulai, Luthfi-Yasin Unggul Sementara di Pilkada Jateng 2024
2
Daftar Barang dan Jasa yang Kena dan Tidak Kena PPN 12%
3
Kronologi Santri di Bantaeng Meninggal dengan Leher Tergantung, Polisi Temukan Tanda-Tanda Kekerasan
4
Hitung Cepat Litbang Kompas, Pilkada Jakarta Berpotensi Dua Putaran
5
Bisakah Tetap Mencoblos di Pilkada 2024 meski Tak Dapat Undangan?
6
Ma'had Aly Ilmu Falak Siap Kerja Sama Majelis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan
Terkini
Lihat Semua