Umat Islam Indonesia mestinya tidak perlu mempermasalahkan Pancasila sebagai dasar negar, sebab isi atau substansinya memuat nilai-nilai ajaran Islam. Mengenai hal ini, salah seorang ulama Sunda yang tidak disebutkan namanya menulis sebuah kitab beraksara arab pegon dengan judul; Nadzam Pancasila, Ieu Nadzam Nyarioskeun Dasar Nagara Indonesia Anu Henteu Bertentangan sareng Qur`an Hadits (Kitab Ini Membahas Dasar Negara Indonesia yang tidak bertentangan dengan Al-Quran Hadits).
Di beberapa bait awal nadzam, penulis kitab mengajak umat Islam untuk taat kepada Allah, Rasulullah dan kepada pemerintah selama tidak bertentangan dengan syariat Islam, serta tidak boleh membantah Pancasila sebab sudah sesuai dengan Al-Quran dan Hadits. Sebagaimana ditulis dalam nadzaman berikut:
Dulur-dulur sadayana # Wajib taat ka Allah na
(Saudara-saudara semua # Wajib taat kepada Allah)
Reujeung taat ka Rasulna # Kanjeng Muhammad Nabina
(Dan taat kepada Rasul-Nya # Kanjeng Muhammad nabi-Nya)
Kitu deui ka nagara # Nu berdasar Pancasila
(Begitu pun kepada Negara # Yang berdasar Pancasila)
Kedah taat tur satia # salami henteu berbeda
(Harus taat dan setia # selama tidak berbeda)
Sareng Al-Quran Haditsna # Ulah Ngabantahna
(Dengan Al-Quran Haditsnya # Jangan membantah)
Sabab dasar Pancasila # Dibenerkeun ku agama
(Sebab dasar Pancasila # Dibenarkan oleh agama)
Sasuai sareng Quran na # Nyakitu deui sareng haditsna
(Sesuai dengan Al-Qurannya # Begitu pun dengan Haditsnya)
Sareng Agama Islam na # Mufakat jeung Syariatna
(Serta Agama Islamnya # Mufakat dengan syariatnya)
Mengenai sila pertama atau Ketuhanan Yang Maha Esa, penulis kitab menyampaikan dalil Al-Quran berupa surat Al-Ikhlash yang menyatakan bahwa Allah Maha Tunggal dan tidak pernah punya keturunan, tidak ada yang menyerupai-Nya dan umat Islam tidak boleh berbuat syirik dari-Nya.
Untuk sila kedua atau kemanusiaan yang adil dan beradab, nadzam yang ditulis dalam kitab yang mempunyai ketebalan 8 halaman ini menyampaikan dalil tentang pentingnya saling menyayangi dan saling membantu dalam kebaikan kepada sesama manusia, apalagi kepada sesama umat Islam serta melarang umat untuk saling memusuhi.
Dalam membahas sila ketiga, kitab yang ditulis di Purwakarta, Jawa Barat itu menerangkan tentang pentingnya sebuah persatuan sebab perpecahan akan mendatangkan bahaya bagi masyarakat Indonesia dan puncaknya adalah negara akan runtuh, sebagaimana ditulis:
Dina Al-Quran diterangkeun # Oge Hadits ngajelaskeun
(Dalam Al-Quran diterangkan # Juga Hadits menjelaskan)
Ulah sok papaseaan # matak mawa ka hancuran
(Jangan suka bertengkar # akan berakibat membawa kehancuran)
Sareng muslim masing akur # jauhkeun sifat takabur
(Dengan muslim harus akur # jauhi sifat takabur)
Ulah osok nyikut batur # dilaknat ku Rabbun Ghafur
(Jangan suka menyikut orang lain # dilaknat oleh Rabbun Ghafur)
Penulis kemudian menyampaikan bahwa orang suka sikut-menyikut orang lain adalah teman iblis sebab iblis menghendaki umat saling bertengkar dan keridlaan Allah Swt bisa diraih dengan berjamaah, sebaliknya dengan pecah belah akan membawa lemah dan hancur.
Selanjutnya dalam membahas sila keempat, penulis menyampaikan tentang pentingnya mengamalkan ajaran musyawarah dalam berbagai urusan terlebih lagi urusan yang berkenaan dengan kerakyatan. Dengan bermusyawarah umat akan selamat dari salah.
Sila kelima, penulis menyampaikan tentang keadilan sosial apalagi kepada kaum fakir dan miskin, sehingga semuanya akan merasakan subur makmur dan yang terpenting adalah tidak lupa untuk bersyukur. Berikutnya, penulis menegaskan bahwa jika Pancasila diamalkan secara nyata maka Indonesia akan menjadi negara yang makmur sentosa dan jauh dari huru-hara. Dengan dasar Pancasila ini umat Islam Indonesia bisa hidup leluasa dalam melaksanakan dakwah dan ibadah syariat Islam.
Di akhir kitab, tertulis waktu dan tempat penulisan, yaitu Purwakarta tanggal 1 Muharam 1406 H atau bertepatan dengan tanggal 5 Oktober 1985. Sebagaimana sudah disampaikan sebelumnya, penulis tidak mencantumkan namanya di kitab ini, hanya mencantumkan penerbit saja, yaitu Toko Joban Purwakarta. (Aiz Luthfi)