Pustaka Jalaluddin Rahmat

Madrasah Ruhaniah, Berguru pada Ilahi di Bulan Suci

Sabtu, 17 Juni 2006 | 10:44 WIB

PUASA SEBAGAI PENGKHIDMATAN KETUHANAN

Peresensi : Amin Musthofa*

Bulan Ramadhan merupakan bulan istimewa bagi umat<> Islam. Karena oleh Allah, bulan ini telah dimandatariskan kepada hambanya. Karena telah dimandatariskan, maka segala yang ada dalam bulan ini adalah milik manusia dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Karena seorang Muslim yang mampu memanfaatkan dengan mengharapkan anugrah Tuhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka oleh Rasulullah dikatakan akan mendapatkan anugrah berupa ampunan atas dosanya yang telalu dan yang akan datang. Begitu mulianya bulan ini, maka sudah menjadi keniscayaan bagi seorang Muslim untuk melakukan kontemplasi spiritual dan sosial untuk mencapai derajat taqwa yang sesungguhnya.

Buku yang ditulis oleh Kang Jalal [panggilan akrab Jalaluddin Rahmat] ini akan memberikan panduan dan nasehat bagi kita dalam menjalani puasa Ramadhan yang telah kita jalankan selama ini. Bagi Kang Jalal, di bulan Ramadhan sebenarnya kita dilatih untuk mengembangkan kepribadian kita. Kita meninggalkan tingkat oral, anal, dan genital untuk mi’raj ke tingkat ruhaniah yang lebih tinggi. Pada siang hari dibulan Ramadhan, kita dilatih untuk meninggalkan masa kanak-kanak kita. Periode oral kita dikekang dengan tidak makan dan tidak minum. Dalam sehari seolah kita harus di "tahan" dan di "krangkeng" untuk makan dan minum, bahkan untuk mendekatpun kita dilarang. SelanjutnyA kita pun mencoba untuk meninggalkan tahap genital dengan mengendalikan nafsu seks kita. Pada bulan ramadhan kita belajar untuk menjadi dewasa. Di bulan ini, kita berusaha untuk memenuhi kebutuhan ruhaniah kita. Kita berusaha meninggalkan pada tubuh kita dan mulai memeprhatikan ruh kita. Kita adalah gabungan antara ruh dan tubuh; tapi dalam kenyataan sehari-hari kita terikat sekali dengan tubuh kita.

Keterikatakan dengan tubuh ini mengakibatkan kehidupan kita hampa. Karena setiap saat kita sibukkan untuk memenuhi kebutuhan fisik. Sangat jarang terpikir dalam diri untuk memenuhi kebutuhan ruhaniah kita. Padahal kalau diresapi secara mendalam, kekuatan fisik akan dikalahkan dengan kekuatan psikis. Sebenarnya, jiwa kita akan mematahkan apa saja yang digandrungi oleh tubuh. Kalau kita mampu menempatkan jiwa dengan demikian, maka mennaglah jiwa kita. Kita tidak akan risisaukan dengan berbagai stribut dunia yang hampa. Namun kalau jiwa kita dikalahkan oleh kebutuhan fisik, maka jangan salahkan kalau setiap hari, bahkan setiap saat dalam kehidupan ini hanya dihantui dengan berbagai atribut yang dunia yang bisu.. Yang hanya menyengsarakan kehidupan sehari-hari kita tanpa makna yang berarti.

Untuk mengembalikan esensi jiwa tersebut, manusia harus kembali berkhidmat kepada Tuhannya. Bukan berarti berkhidmat dengan Tuhan harus meninggalkan kehidupan dunia, sehingga manusia terkesan aksetis tanpa mau memperdulikan sesama. Namun dalam berkhidmat dengan Tuhan, bagi Kang Jalal, adalah bagaimana manusia mampu mengabdikan dirinya kepada manusia dengan baik. Dengan gayanya yang menyejukkan, Kang Jalal dalam buku ini menceritakan kegelisahan seorang ibu yang setiap temannya beribadah dia tidak mampu menjalanka ibadah. Dia mengadu sang ustadz, bahwa dia tidak mampu berkhidmat kepada Tuhan, karena setiap menjelang buka dan sahur dia harus mempersipakan makanan dan hidangan kepada manusia lain yang sedang kekuarangan, kelaparan dan himpitan tragis lainnya. Begitu susahnya ibu tersebut, sampai dia menangis dengan begitu luar biasa, bahkan sampai meluluhkan hati sang ustadz. Dengan nadanya yang khas, sang ustadz mengatkan bahwa dengan berkhidmat pada manusia itulah sebenarnya esensi puasa yang telah ibu lakukan. Sang ustadz mencontohkan bagimana Nabi Musa ketika ditanya Allah bahwa ibadah-ibadahnya yang dilakukan selama ini ternyata tidak pernah diberikan kepada Allah. Nabi Musa kemudian meminta petunjuk Allah tentang apa ibadah yang dapat dilakukannya untuk berkhimat kepada-Nya. Allah menjawab agar Musa sering melayani umat manusia. Itulah yag akan mengantarkannya berkhidmat sepenuh hati kepada Tuhan.

Penjelasan Kang Jalal yang renyah tersebut mengindikasikan bahwa dengan