Pustaka

Sains Modern dalam Al Qur'an

Senin, 22 Juni 2015 | 04:02 WIB

Selain pendidikan agama, di pesantren juga diajarkan ilmu-ilmu sekuler. Santri diharapkan mengembalikan kejayaan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah, yaitu insan berhati Ka’bah sekaligus berotak Jepang. Ka’bah adalah simbol relegiusitas dan Jepang adalah simbol kemajuan sains.
<>
Namun dua ilmu tersebut seakan terpisah. Buktinya, tak banyak --untuk tidak mengatakan tidak ada-- guru tafsir Al Qur'an yang mengaitkan penjelasan ayat-ayat semesta dengan sains modern, demikian juga guru Fisika tak menyinggung sains perspektif Islam.

Padahal dalam Al Qur'an, menurut Syaikh Jauhari Thanthawi, Guru Besar Cairo University, dalam Tafsir Al Jawahir, terdapat lebih dari 750 ayat kauniat, ayat tentang alam semesta, dan hanya ada sekitar 150 ayat fiqh (hlm. 22).

Akibat "pemisahan" ini, ahli agama awam sains dan ahli sains jahiliyah agama. Hal ini pula yang menyebabkan umat Islam saat ini mengalami kemunduran dalam bidang sains. Diperparah dengan kitab suci hanya jadi kitab undang-undang Islam dan pengamalan keagamaan umat Islam cenderung esoteris dan meremehkan akal.

Jika kita kilas balik sejarah, pada sekitar abad ke-8 sampai ke-15, lahir para ilmuwan besar sekaligun ulama kharismatik yang mengambil inspirasi dari Al Qur'an, seperti Al Biruni (fisika, kedokteran), Jabir Haiyan (kimia), Al-Khawarizmi (matematika), Al-Razi (kimia, kedokteran), dan Al Batruji (astronomi) [21].

Agenda mendesak untuk mengembalikan kejadian Islam adalah menguasai sains. Kenapa harus sains Islam? Menurut Agus Purwanto, D.Sc., tiga pilar sains Islam dibangun dari prinsip tauhid yang tersari dalam kalimat la ilaha illallah , tiada tuhan selain Allah, dan terdeskrpsi dalam rukun iman dan rukun Islam (187).

Pertama, pilar ontologis sains Islam menerima realitas material maupun nonmaterial sebagaimana QS. Al Haqqah (69): 38-39. Sementara sains modern hanya menerima realitas materi dan pikiran sebagai dua substansi yang sepenuhnya berbeda dan terpisah (hlm. 187-188).

Kedua, pilar aksiologis sains Islam adalah mengenal sang pencipta melalui pola-pola ciptaan-Nya sebagaimana QS. Ali Imran (3): 191. Dengan pengamatan yang cermat terhadap ciptaan-Nya, sang ilmuwan menjadi lebih dekat dan tunduk pada Sang Pencipta sebagaimana QS Fathir (35): 28). Berbeda dengan sains modern yang abai terhadap kekuasaan Tuhan (hlm. 188).

Ketiga, pilar epistemologis sains Islam adalah Al-Qur'an. Berbeda dengan sains modern yang pada awal kelahirannya terang-terangan memproklamirkan perlawanan terhadap doktrin religius gereja, dan wahyu tidak mendapat tempat dalam bentuk sains (hlm. 189-191).

Buku Ayat-ayat Semesta menghimpun klasifikasi subjek ayat tantang sains, dan tafsir Al-Qur'an atas ayat tersebut. Pengajar ilmu sains di pesantren wajib membaca buku tersebut untuk mengintegrasikan Al-Qur'an dan sains.

Data Buku

Judul: Ayat-ayat Semesta
Penulis: Agus Purwanto, D.Sc.
Penerbit: Mizan
Terbitan: Pertama, Februari 2015
Tebal: 450 halaman
ISBN: 978-979-433-871-1
Peresensi: M. Kamil Akhyari, sarjana Tafsir Hadits Institut Ilmu Keislaman Annuqayah, Guluk-guluk, Sumenep