Pustaka CV. Qalam, Yogyakarta

Sang Kiai ; Fatwa KH. Hasyim Asy'ari Seputar Islam dan Masyarakat

Senin, 14 Agustus 2006 | 08:39 WIB

Penerjemah : Jamal Ma'mur Asmani, Cetakan: Pertama, Februari 2005, Tebal : 295 halaman

K.H.M. Hasyim Asy'ari adalah prototipe ulama' salaf yang menguasai segudang al-ulum ad-diniyah (ilmu-ilmu agama) secara mendalam. Pengembaraannya diberbagai pesantren di Jawa seperti Langitan, Siwalan Sidoarjo, dll., membuatnya lekat dengan khasanah klasik. Hal ini semakin lengkap dengan studinya langsung kepada Syeikh Khalil Bangkalan Madura, seorang 'ulama yang kesohor kealimannya.

Pada waktu KH. Hasyim Asy'ari menetap di pondok Siwalan Sidoarjo, Beliau berguru kepada Kiai Ya'qub. Melihat keistimewaan KH. Hasyim Asy'ari ini, Kiai Ya'qub tertarik untuk mengambilnya sebagai menantu. Akhirnya pernikahan antara Hasyim dengan putri Kiai Ya'qub yang bernama Nafisah dilangsungkan pada tahun 1892. saat itu Hasyim baru berusia 21 tahun.

Pengembaraannya dalam mencari ilmu tidak hanya di tanah Indones<>ia, tetapi sampai sampai di tanah suci Makkah. Ketika belajar di tanah suci ini, KH. Hasyim menunjukan minat yang besar pada semua disiplin ilmu. Tetapi yang paling menonjol terlihat pada disiplin ilmu hadits. Setelah pulang dari Makkah, KH. Hasyim membantu mengajar di pondok pesantren yang didirikan sang ayah. Sejak saat itulah, Beliau mulai dikenal sebagai anak muda yang alim dan sapaan Kiai Hasyim pun melekat pada diri beliau.

Dengan kemampuan ini, diimbangi dengan watak perjuangannya yang pantang mundur, belau lambat laun menjadi referensi utama bagi para santri yang ingin mendalami kitab kuning. Akhirnya, Pesantren Tebuireng yang didirikan, menjadi saksi sejarah datangnya para santri dari berbagai penjuru kota untuk ngangsu kawruh (menimba ilmu) agama secara mendalam.

Tercatat banyak murid Kiai Hasyim yang sukses menjadi orang besar, seperti KH. A. Wahab Hasbullah, KH. Bisyri Syansuri, KH. Adlan Ali, KH. Ma'shum Ali, KH. Mahfudz Anwar, KH. Idris, KH. Abdul Karim, KH. Mahfudz Salam, KH. Suyuthi Abdul Qodir, dan KH. Muchid Muzadi, dll.

Gagasan KH. Hasyim Asy'ari yang monumental adalah beliau mendirikan Jam'iyah Diniyah Ijtima'iyah (organisasi sosial keagamaan) yang terkenal dengan Nahdlatul 'Ulama atau kebangkitan para 'ulama pada tanggal 16 Rajab 1344 / 31 Januari 1926. melalui lembaga ini beliau mengumpulkan para 'ulama, mengorganisirnya menjadi sebuah kekuatan besar yang ikut memberikan kontribusi besar bagi pembangunan bangsa dan negara.

***

Buku yang diterjemahkan oleh Jamal Ma'mur Asmani (alumnus Mathali'ul Falah Kajen Pati) pada awalnya terdiri dari tiga kitab, yang masing-masingnya adalah  An-nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin, Risalah Ahlu as-Sunnah wa al-Jama'ah, At-tibyan fi Nahyi 'an Muqatha'ah al-Arham wa al-Aqrab wa al-Akhwan.menurut penerbit ketiga buku ini disatukan tidak lain hanya untuk mempermudah para pembaca, dan disamping itu tidak efektif kalau diterbitkan perkitab mengingat jumlah halamannya yang minim.

Kitab pertama, banyak membahas tentang meneladani Nabi Muhammad SAW. Seperti kewajiban taat kepada Nabi, bahwa setiap orang mukallaf wajib menaati Nabi Muhammad SAW. Taat kepada Nabi dan membenarkan segala apa yang datang dari Allah SWT adalah sebuah kemestian iman karena Nabi tidak memerintahkan sesuatu dan tidak melarang sesuatu kecuali dengan seizin Allah SWT.

Kitab kedua, membahas pandangan Kiai Hasyim terhadap fenomena bid'ah, fanatisme buta, dan gerakan pembaharuan Islam kontemporer. Mengenai fenomena bid'ah, Kiai Hasyim berpendapat bahwa bid'ah yang tidak diperbolehkan secara garis besar adalah upaya pembaharuan dalam bidang agama yang tidak memiliki kemaslahatan apapun bagi pengembangan agama dan masyrakat. Oleh sebab itu, kita bisa memahami mengapa golongan-golongan Rafidlah, Ibahiyyun, dll. Dikatakan komunitas yang sesat. Klaim KH. Hasyim ini tidak menunjukkan bahwa KH. Hasyim adalah seorang ekstrem kanan, namun lebih pada idzarah al-haq (menampakkan kebenaran) sesuai dengan keyakinan. Beliau juga khawatir, kalau tidak ditegaskan tentang hukuim golongan-golongan tersebut, masyarakat dengan mudah terkecoh oleh doktrin yang diajarkan, dan kalau itu terjadi, maka kerusakan sosial (al-mafsada al-ijtima'iyah) akan menjadi mainstream yang sulit dihindari sebagai langkah antisipasinya, KH. Hasyim dengan tegas melarang masyarakat mengikuti paham tersebut, khususnya dari komunitas Ahlus Sunnah al Jama'ah.

Namun, dalam hal-hal yang sangat bermanfaat bagi agama dan sosial seperti pembangunan madrasah, pesantren, lembaga-lembaga pendidikan lainnya, KH. Hasyim sangat menganjurkan, karena termasuk bid,ah mahmudah atau mandubah. Di sinilah pengembangan kreativitas, daya imajinasi dan produktivitas manusia bisa dimaksimalkan dengan tetap berorientasi pada mashalih al-nas (kemaslahatan umat manusia).

Pada era sekarang tentunya generasi muda lebih tertantang dengan lapangan ijtihad b