Titik Tengkar Pesantren: Resolusi Konflk Masyarakat Pesantren
Sabtu, 17 Juni 2006 | 10:44 WIB
Penulis : Hamdan Farchan dan Syarifudin
Peresensi : Kholilur Rahman Ahmad*
Konflik dalam kehidupan sosial masyarakat merupakan fakta. Tingkat eskalasinya pun berbeda-beda, pun solusi yang dipilih pun beragam sesuai dengan intensitas dampak yang ditimbulkannya. Jenis konflik sosial yang terjadi di Indonesia secara umum variatif, yakni baik vertikal; negara versus warga, buruh versus majikan; maupun horizontal: antarsuku, antaragama, antarmasyarakat dan sebagainya.
Konflik dalam kehidupan sosial masyarakat merupakan fakta. Tingkat eska<>lasinya pun berbeda-beda, pun solusi yang dipilih pun beragam sesuai dengan intensitas dampak yang ditimbulkannya. Jenis konflik sosial yang terjadi di Indonesia secara umum variatif, yakni baik vertikal; negara versus warga, buruh versus majikan; maupun horizontal: antarsuku, antaragama, antarmasyarakat dan sebagainya.
Konflik-konflik tersebut bisa berlatar belakang ekonomi, politik, kekuasaan, dan kepentingan lainnya. Lagi pula penyebab konflik sangat kompleks dan sifatnya tidak tunggal, dimensi maupun latar peristiwanya. Karenanya dibutuhkan pendekatan yang komprehensif dan penanganan dari berbagai jalur (multitracks) sehingga akar permasalahannya bisa diatasi secara tuntas dan berkeadilan.
Sementara itu, konflik politik dalam dunia pesantren merupakan hal krusial sebab bentuk konflik ini eskalasinya lebih kuat dan seringkali termanifes. Mengemukanya konflik yang disebabkan politik berbeda dengan konflik lain yang ada di dunia pesantren. Sebab konflik politik yang biasanya disebabkan masuknya pihak luar pesantren seringklali menjadi bagian dari konflik itu sendiri. Faktor eksternal diyakini sebagai penyebab konflik politik.
Di sisi lain masyarakat pesantren melihat institusi pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan, yang tidak terikat dengan masalah kekuasaan atau politik. Karenanya bila ada konflik yang disebabkan politik, mereka beranggapan telah ada unsur kepentingan luar yang menggunakan pesantren sebagai alat politik. Dari sini wajar bila konflik yang disebabkan politik lebih cepat diketahui oleh masyarakat ketimbang konflik yang disebabkan oleh factor lain.
Konflik di dunia pesantren tidak bisa lepas dari akar atau latar belakang mengapa konflik muncul. Dari akar konflik inilah dapat diketahui sejauhmana sifat konflik yang terjadi, dari yang laten sampai manifes. Dari hasil penelitian Hamdan Farchan dan Syarifudin dalam buku ini, digambarkan akar konflik di dunia pesantren terbagi lima: konflik keluarga, konflik politik (penyebab dominan dan eskalasinya cukup mengemuka), konflik perebutan pengaruh (terkait dengan eksistensi kiai dan pesantrennya), feodalisme yang merupakan ciri sistem sosial hubungan antar kiai-santri, dan mismanajemen (terkait dengan sistem pengelolaan dan pengembangan pesantren) (hlm. 89).
Bagian pendahuluan buku ini memuat beberapa teori konflik, teori resolusi konflik, dan sosiologiu pesantren. Bagian kedua membahas paradigma pendidikan dan fiqih pesantren. Bagian ketiga menggambarkan tentang konflik yang terjadi di pesantren mencakup: model konflik, akar konflik, dan bagaimana masyarakat pesantren melihat konflik. Bagian keempat merupakan pemaparan tentang resolusi konflik dunia pesantren yang meliputi nilai dasar resolusi konflik yang mereka gunakan, kontribusi kiai dan penyelesaian konflik, peranan tradisi pesantren mempengaruhi penyelesaian konflik serta model dan proses penyelesaian konflik yang dijalankan masyarakat pesantren. Bagian kelima merupakan bagian penutup atau kesimpulan.
Buku ini dimaksudkan untuk mengajak sidang pembaca untuk mengakaji secara kritis tentang kearifan yang ada dalam masyarakat pesantren. Oleh karena itu, penulis mengajukan lima model penyelesaian konflik seperti sering ditawarkan ilmuwan/peneliti sosial, yaitu: yudikasi (hlm. 197), abritrase (hlm. 201), mediasi (hlm. 207), negosiasi (hlm. 213), dan rekonsiliasi (hlm. 219).
Yudikasi adalah model penyelesaian mengacu pada hukum yang berlaku, baik syariat Islam atau undang-undang negara. Abritrase adalah model penyelesaian konflik melalui orang kepercayaan. Mediasi adalah resolusi konflik dengan cara mempertemukan pihak-pihak yang berkonflik dengan perantara orang netral yang disetujui pihak-pihak yang berkonflik. Negosiasi adalah konflik diselesaikan dengan musyawarah di mana pihak yang berkonflik sama-sama untung. Dan, rekonsiliasi menyelesaikan dengan sama-sama kedua atau lebih pihak mengakui kesalahan dan menganggap semua persoalan yang telah ada dianggap ti
Terpopuler
1
Hitung Cepat Dimulai, Luthfi-Yasin Unggul Sementara di Pilkada Jateng 2024
2
Daftar Barang dan Jasa yang Kena dan Tidak Kena PPN 12%
3
Kronologi Santri di Bantaeng Meninggal dengan Leher Tergantung, Polisi Temukan Tanda-Tanda Kekerasan
4
Hitung Cepat Litbang Kompas, Pilkada Jakarta Berpotensi Dua Putaran
5
Bisakah Tetap Mencoblos di Pilkada 2024 meski Tak Dapat Undangan?
6
Ma'had Aly Ilmu Falak Siap Kerja Sama Majelis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan
Terkini
Lihat Semua