Tokoh

KH M Sulthon Abdul Hadi, Perginya Ulama Pengabdi Umat

Kamis, 22 November 2018 | 15:15 WIB

Oleh Jamal Ma'mur Asmani

Allah memanggil hamba pilihan-Nya, KH M Sulthon Abdul Hadi, Pengasuh ribath atau asrama Al-Hikmah, Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Almarhum meninggal  hari ini, Kamis, 14 Rabiul Awal 1440 H yang bertepatan dengan 22 November.

Almarhum adalah alumni Perguruan Islam Mathaliul Falah (PIM) Kajen asal Jepara Jawa Tengah yang mewarisi jejak pemikiran gurunya KH MA Sahal Mahfudh. Selain ahli dalam kitab kuning, Kiai Sulthon, sapaan akrabnya juga ahli Bahasa Inggris dan mempunyai wawasan luas tentang keagamaan, kemasyarakatan, dan kebangsaan.

Setelah menyelesaikan studi di PIM, Sulthon muda mengajar di PIM Kajen, Pati. Setelah itu, menikah dengan salah seorang putri KH Fattah Hasyim Tambakberas Jombang, Nyai Muthmainnah, adik Hj Nafisah Sahal.

Sejak berdomisili di Jombang, Kiai Sulthon karirnya melesat cepat. Selain menjadi pengasuh pesantren, juga dipercaya sebagai Direktur Madrasah Muallimin-Muallimat Tambakberas Jombang. Madrasah ini seperti Mathaliul Falah dalam konteks pendalaman ilmu agama (tafaqquh fiddin).

Madrasah Muallimin-Muallimin menjadi ikon madrasah salaf di Jombang yang mampu melahirkan kader-kader muda Islam yang mampu mendalami kitab kuning. Banyak alumni madrasah ini tampil sebagai tokoh agama yang memiliki wawasan luas dan mendalam khususnya tentang kitab kuning.

Selain menjadi Direktur Madrasah Muallimin-Muallimat, Kiai Sulthon adalah sosok orator (muballigh) ulung di podium. Berbagai undangan pengajian dari berbagai daerah dilayani dengan baik dalam rangka menyebarkan ilmu kepada masyarakat. Pernah mengisi pengajian di pondok tempat penulis belajar, yakni Pondok Pesantren Sunan Ampel Jombang yang terletak di samping alun-alun kota santri ini.

Dedikasi untuk NU dan Umat
Ketika penulis di Jombang antara tahun 1998 hingga 2004, Kiai Shulthon sudah menjadi Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jombang. Sering menyampaikan taushiah dan tabligh di hadapan pengurus NU Dan umat Islam.

Kepakaran dalam kitab dan wawasannya yang luas membuat substansi pemikiran dicerna dengan baik oleh publik secara luas. NU harus memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya kepada umat Dan bangsa. Kiai Sulthon berjuang supaya NU mampu memberikan kemanfaatan luas kepada umat Dan bangsa.

Setelah lama menjadi Rais PCNU Jombang, Kiai Sulthon melebarkan sayap perjuangan di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai dewan syura. Ketika bertemu dengan penulis, Kiai Sulthon menjelaskan, aktivitasnya di partai dalam rangka mengkonkretkan perjuangan di tengah masyarakat.

Aktif di partai akan terus bersinergi dengan jajaran eksekutif dan legislatif untuk melahirkan kebijakan dan anggaran yang berpihak kepada umat dan bangsa. Inilah bentuk kongkretisasi perjuangan.
Aktif di partai tidak meninggalkan habitat sebagai seorang kiai dan muballigh yang aktif mengajar santri, siswa, dan umat. dugas Dan tanggungjawab keilmuan serta kemasyarakatan dilakukan secara istikamah untuk menggapai ridla Allah.

Mengidolakan Kiai Sahal
Kiai Sulthon menjadi salah seorang informan utama penulis ketika menulis buku biografi Kiai Sahal Mahfudh. Buku ini ditulis ketika penulis masih nyantri di Jombang. KH Nashir Fattah, KH Taufiq Fattah, KH Mujib Denanyar, dan KH Sulthon adalah narasumber utama buku ini Karena mereka memahami banyak profil Kiai Sahal.

Sejak menjadi siswa di PIM, KH MA Sahal Mahfudh menjadi sosok idola Sulthon muda. Oleh sebab itu, dirinya meniru jejak Kiai Sahal dengan mendalami kitab kuning secara serius, mengembangkan wawasan dengan banyak membaca buku, koran, dan majalah, Dan melatih kemampuan bahasa asing (Arab-Inggris) dengan baik.

Kiai Sulthon juga mengembangkan potensinya dalam bidang organisasi, sehingga tidak gamang berinteraksi dan berkomunikasi dengan banyak orang lintas sektoral. Kemampuan ini semakin menjadikan Kiai Sulthon sosok yang dinamis, fleksibel, dan organisator ulung.

Jadilah Tokoh
Tahun 2004, penulis hendak boyong dari pondok Jombang, pulang kampung. Pesan Kiai Sulthon kepada penulis adalah jadilah tokoh yang berjuang untuk kemajuan masyarakat. Saat ini, kata Kiai Sulthon, banyak orang berilmu, tapi sedikit yang menjadi tokoh. Ilmuwan hanya disyaratkan banyak membaca, menulis, berdiskusi, riset, dan aktivitas akademik lainnya.

Sedangkan menjadi tokoh mengharuskan seseorang berani terjun di tengah masyarakat, menghadapi kompleksitas problem masyarakat, dan berusaha memberikan solusi efektif. Menjadi tokoh membutuhkan jiwa kepemimpinan, kepeloporan, dan pengorbanan dalam segala aspek kehidupan.
Masyarakat membutuhkan kehadiran tokoh-tokoh yang mampu menggerakkan perubahan positif di tengah kehidupan mereka, baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan politik kebangsaan.

Kiai Sulthon adalah sosok pejuang sampai akhir hayat. Seluruh hidupnya diabdikan untuk dakwah Islam, baik di pesantren, madrasah, NU, partai, dan umat. Almarhum sosok yang mencintai dan mengamalkan ilmu, serta menyebarluaskan kepada umat manusia.

Selamat jalan menghadap Sang Kekasih kiai, semoga limpahan maghfirah dan rahmah Allah terlimpah kepada kiai, keluarga yang ditinggal diberikan kesabaran. Juga para santri meneruskan perjuangan kiai, Amin yaa rabbal alamin.

Penulis adalah dosen di Institut Pesantren Mathali'ul Falah (Ipmafa), Pati, Jawa Tengah.