Tokoh

Mengenal Zainab as-Sulami, Ahli Hadits Perempuan Cucu Syekh Izzuddin bin Abdissalam

Selasa, 24 September 2024 | 09:00 WIB

Mengenal Zainab as-Sulami, Ahli Hadits Perempuan Cucu Syekh Izzuddin bin Abdissalam

Wanita sedang membaca. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Nama lengkapnya Ummu ‘Umar Zainab binti Yahya bin Abdul Aziz (Izzuddin) bin Abdussalam bin Abil Qasim bin al-Hasan bin Muhammad as-Sulami ad-Dimasyqi. Ia merupakan anak dari al-Khatib Badruddin Yahya, seorang ulama besar di masanya. Tajuddin Abdul Wahhab as-Subki dalam Mu’jam asy-Syuyûkh menyebutkan bahwa kakek Zainab as-Sulami dari pihak ayah adalah Syekh Izzuddin bin Abdissalam as-Sulami yang mendapat gelar Sulthânul Ulamâ’ (sultannya para ulama). [Beirut: Dar al-Gharb al-Islami, 2004], hal. 579).


Zainab as-Sulami lahir pada tahun 648 H dari keluarga ulama. Guru pertamanya adalah ayahnya sendiri, kemudian ia belajar kepada ulama lainnya. Dalam catatan Imam as-Subki, Zainab belajar pada banyak ulama, di antaranya adalah ‘Utsman bin Ali al-Qarafah (w. 656 H), ‘Umar bin Abi Nashr al-Jazari, Ibrahim bin Khalil, Abdurrahman al-Yaldani (w. 655 H), dan Muhammad bin Sulaiman ash-Shaqali.


Pada tahun 650 H ia mendapatkan ijazah (sanad hadits) dari Abdurrahman bin al-Hasib Makki as-Silafi dari Mesir (w. 651 H). Ia diberikan hak untuk menyampaikan hadits-hadits yang didapatkannya. Ia juga mengambil hadits dari Khalid bin Yusuf an-Nabulsi (w. 663 H). (Tajuddin Abdul Wahhab as-Subki, hal. 579).


Muhammad Khair Ramadhan Yusuf dalam al-Muallâfat min al-Nisâ’ wa Muallafâtihinna fî al-Târîkh al-Islâmî menyebut bahwa Zainab al-Sulami juga memegang sanad al-Mu’jam al-Shaghîr karya Imam ath-Thabrani secara langsung dan tersambung (bil simâ al-muttashil). [Beirut: Dar Ibn Hazm, 2000], hal 54).


Ia memiliki banyak murid. Di antaranya adalah Tajuddin as-Subki (w. 771 H) dan al-Qasim bin Muhammad al-Birzali (w. 739 H). Dalam menggambarkan gurunya, al-Birzali mengatakan:


زَوْجَةُ ضِيَاءِ الدِّينِ ابْنِ الطُّوسِيِّ، امرأةٌ جَيِّدَةٌ مِنْ بيتٍ، وَهِيَ أَكْبَرُ مِنْ أَخِيهَا نَاصِرِ الدِّينِ أَحْمَدَ بِسَنَةٍ وَنِصْفٍ، وَلَهَا إجازةٌ دمشقية في سنة خمس وخمسين وست مئة


Artinya: “(Guruku Zainab) adalah istri Dhiyauddin bin ath-Thusi, wanita yang sangat baik berasal dari keluarga yang baik. Ia satu setengah tahun lebih tua dari saudaranya Nashiruddin Ahmad. Ia sudah memegang ijazah (hadits ulama) Damaskus pada tahun 655.” (Tajuddin Abdul Wahhab as-Subki, hal. 579).


Dengan demikian, Zainab as-Sulami sudah memiliki dua ijazah hadits dari Damaskus dan Mesir, sehingga tidak sedikit ulama yang mengambil riwayat hadits darinya. Zainab as-Sulami memang terkenal sangat mencintai ilmu riwayat. Ia menghadiri dan mengambil sanad hadits dari berbagai ulama terkemuka. Ia menghabiskan waktunya mempelajari dan mengajarkan ilmu hadits.


Dalam catatan Imam as-Subki, Zainab as-Sulami memberi ijazah kepadanya pada tahun 728 H. Imam as-Subki mencatat beberapa riwayat yang didapatkannya dari Zainab as-Sulami. Imam as-Subki menulis:


أَجَازَتْ لنا في سنة ثمان وعشرين وسبع مئة .أَخْبَرَتْنَا الشَّيْخَةُ الصَّالِحَةُ الْمُسْنِدَةُ أُمُّ عُمَرَ زَيْنَبُ بِنْتُ الْخَطِيبِ بَدْرِ الدِّينِ يَحْيَى ابْنِ الشَّيْخِ الإِمَامِ عِزِّ الدِّينِ أَبِي مُحَمَّدٍ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ عَبْدِ السَّلامِ بْنِ أَبِي الْقَاسِمِ السُّلَمِيِّ إِجَازَةً


Artinya: “(Guruku) Zainab mengijazahkan kepada kami pada tahun 728 H. Menyampaikan kepada kami asy-Syaikhah (guru besar) yang saleh, al-musnidah (pemegang sanad hadits) Ummu ‘Umar Zainab binti al-Khatib Badruddin Yahya bin Syekh al-Imam ‘Izzuddin Abi Muhammad ‘Abdul Aziz bin Abdissalam bin Abil Qasim as-Sulami dengan bentuk ijazah...” (Tajuddin Abdul Wahhab as-Subki, hal. 579).


Salah satu riwayat yang didapatkan Imam as-Subki dari Ummu ‘Umar Zainab as-Sulami adalah ucapan Sayyidina Anas bin Malik ra:


مَا كَانَ شخصٌ أَحَبَّ إِلَيْهِمْ رُؤْيَةً مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانُوا إِذَا رَأَوْهُ لَمْ يَقُومُوا لِمَا يَعْلَمُونَ مِنْ كَرَاهِيَتِهِ لِذَلِكَ


Artinya: “Tiada seorang pun yang lebih mereka cintai dari Rasulullah saw. Dan mereka, ketika melihat Rasulullah, mereka tidak berdiri karena mereka tahu ketidaksukaan Rasulullah akan hal itu.” (Tajuddin Abdul Wahhab as-Subki, hal. 582).


Menurut Abdul Hayy al-Kattani dalam Fahras al-Fahâris wa al-Atsbât wa Mu’jam al-Ma’âjim wa al-Masyîkhât wa al-Musalsalât, Zainab memiliki kitab bernama Masyîkhah Zainab. [Beirut: Dar al-Gharb al-Islami, 1982] juz 2, hal. 554). Kitab Masyîkhah merupakan jenis kitab dalam tradisi ilmu hadits yang disusun oleh seorang perawi berisi nama-nama gurunya dan riwayat hadits yang didapatkan dari mereka.


Zainab as-Sulami wafat pada tahun 735 H, tepatnya di bulan Dzulqa’dah. Wanita mulia dan pecinta ilmu ini meninggalkan legacy besar untuk dunia Islam. Legacy tersebut berupa karya dan murid-muridnya. Dari sekian banyak muridnya, terdapat seorang ulama besar yang menguasai ragam disiplin ilmu, Imam Tajuddin Abdul Wahhab as-Subki, pengarang kitab Thabaqât al-Syâfi’iyyah al-Kubrâ, Jam’u al-Jawâmi’ dan lain sebagainya. Satu muridnya saja sudah mengalirkan pahala kemanfaatan tanpa henti, belum murid-muridnya yang lain. 


Kecintaannya terhadap ilmu hadits tidak berubah sampai akhir hayatnya. Kecintaannya terhadap ilmu tersebut begitu masyhur sampai di hari kewafatannya dibacakan beberapa riwayat kepadanya. Imam adz-Dzahabi mengatakan:


كان فيها خير وعبادة وحب للرواية بحيث إنه قرئ عليها يوم موتها عدة أجزاء


Artinya: “Dalam diri Zainab terdapat kebaikan, kesalehan dan kecintaan terhadap ilmu riwayat (hadits) sehingga dibacakan untuknya beberapa bagian (riwayat hadits) di hari kewafatannya.” (Muhammad Khair Ramadhan Yusuf, hal 54-55).


Muhammad Afiq Zahara, alumni Pondok Pesantren Darussa’adah Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen.