Nyai Rohmah Noor Syifa’, Ulama Perempuan Pendiri Pesantren Nurul Ulum Malang
Jumat, 24 Juli 2020 | 23:00 WIB
Nyai Rohmah Noor sangat berjerih payah membangun pesantren, dan rela hidup sederhana untuk pengembangan pondok.
Muhammad Iqbal Syauqi
Kolomnis
Kurun tahun 1950-an, di area Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sukun, Kota Malang – yang terkenal disebut area Kacuk – tersebutlah sosok kharismatik KH. Muhammad Syifa’. Penduduk sekitar mengakui kepakaran ilmu keislaman dan wibawanya, belajar mengaji kepada beliau.
Kiai Muhammad Syifa’ adalah adik kandung Kiai Abdul Mu’thi dari daerah Kasin, Kota Malang. Disebutkan bahwa selain berguru ke ulama di sekitar Malang Raya, ia pernah belajar di Pondok Panji Buduran Sidoarjo, dan memiliki perkawanan akrab dengan salah satunya Kiai Mohammad Said dari desa Ketapang, Kepanjen, Kabupaten Malang. Bahkan keduanya saling berwasiat, agar siapapun dari keduanya yang wafat duluan, hendaknya merawat dan menjaga keluarga yang ditinggal terlebih dahulu.
Pada awalnya jamaah Mbah Syifa’ ini mengaji berangkat dari rumah dan lama-kelamaan ada yang mulai bermukim, karena makin banyak diikuti masyarakat. Pengajian mulanya tersebut diadakan di mushala kecil di lingkungan rumahnya.
Mbah Syifa’ pada usia yang cukup tua, yaitu 40 tahun, menikah dengan Nyai Rohmah Noor yang merupakan adik dari KH. Umar Maksum, kawan lain Mbah Syifa’ di Pondok Panji Buduran Sidoarjo. Pada 22 Desember 1954, beliau wafat meninggalkan dua anak: Kholifatuz Zahro, dan seorang anak yang masih dalam kandungan Nyai Rohmah – kelak dinamai Muhammad Kamal Fauzi.
Nyai Rohmah Noor dan keluarga melanjutkan Majelis binaan Mbah Syifa’ ini. Santri-santri tetap berdatangan, dan pada tahun 1967 Nyai Rohmah berkeinginan mendirikan pondok pesantren untuk menampung santri-santri yang datang dari daerah jauh.
Pondok tersebut diberi nama Nurul Ulum. Pada masa awal, santri mengaji dan kadang tinggal di mushala. Lalu dibangun lokal sederhana, yang dindingnya masih terbuat dari gedhek (bambu). Sistem pengajaran awalnya juga bermula dari sorogan dan bandongan, dan tahun 1977-an mulai digunakan sistem klasikal berupa Madrasah Diniyah.
Nyai Rohmah Noor sangat berjerih payah membangun pesantren, dan rela hidup sederhana untuk pengembangan pondok. Menurut keterangan Gus Fauzi, salah satu anak beliau, dalam berbagai kesempatan manaqib, Jika ada pakaian atau perhiasan yang layak jual, maka akan dijual untuk dibelikan pasir dan material bangunan lainnya yang diperlukan.
Istiqamah dalam shalat jamaah, qiyamul lail, serta keteguhan memegang ajaran agama selalu ditekankan ke keluarga serta santri untuk diamalkan. Oleh santri-santri yang masih dididik langsung oleh beliau, sosok Nyai Rohmah sangat tegas dan disegani sebagai salah satu tokoh agama perempuan di Malang. Ia memperlakukan anaknya dan santri-santri sama belaka soal pendidikan agama.
“Anak kandung karo anak santri ora ono bedane, anggone aku ndungakno lan nasehati mernahno. Bedane mung mbatali kanggo santri lanang.” (Anak kandung dan santri tidak ada bedanya, dalam hal upayaku mendoakan dan menasehati juga mendidik. Bedanya bagiku hanya membatalkan wudlu untuk santri putra).
Seiring waktu, fisik bangunan lembaga pesantren berkembang pesat. Bangunan pondok yang dulunya hanya berbentuk bambu sudah berubah menjadi bangunan bertembok. Area diperluas ke sekitar yang notabene sebelumnya adalah kebun yang banyak tumbuh buah salak. Pendidikan juga dikembangkan ke arah lembaga formal, yaitu mendirikan Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah di lingkungan pesantren. Pondok yang mulanya dibangun di atas tanah pribadi, selanjutnya pada kurun awal 1990-an berstatus wakaf agar dimanfaatkan seluas mungkin demi kepentingan umat.
Nyai Rohmah Noor wafat hari Rabu 21 September 1994/15 Robiul Akhir 1415 H. Pasca mangkatnya beliau, pendidikan dan pengembangan pesantren dilanjutkan oleh anak dan menantu – salah satu menantu adalah KH. Ahmad Suyuthi Dahlan atau Gus Mad, yang dikenal di Malang sebagai “kiainya para preman” lewat pembinaan Majelis Gubuk Bambu - juga kini, para cucunya.
Demikianlah perjuangan salah satu ulama perempuan di kota Malang. Kini Pondok Kacuk – demikian orang Malang kebanyakan mengenal pesantren Nurul Ulum – adalah salah satu pusat pendidikan agama yang dianut masyarakat khususnya di daerah Malang Raya. (Muhammad Iqbal Syauqi)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua