Warta

10 Mantan Pengurus PKB Adukan Nasibnya ke PBNU

Selasa, 6 November 2007 | 11:35 WIB

Jakarta, NU Online
Nasib Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) rupanya sudah di ujung tanduk. Sebanyak 10 mantan pengurus partai tersebut mendatangi kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (6/11). Mereka mengadukan nasibnya setelah kepengurusannya dibekukan oleh Ketua Umum Dewan Syura DPP PKB KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) beberapa waktu lalu.

Ke-10 orang itu, antara lain, KH Abdul Aziz Mansur (Ketua Umum Dewan Syura DPW PKB Jatim), KH Abdul Salam (Sekretaris Dewan Syura DPW PKB Jatim), KH Mas Nidzomuddin Haq (Ketua Dewan Syura DPW PKB Jatim), KH Mas Sais (Ketua Dewan Syura DPC PKB Surabaya), Hj Churriyah Imron Hamzah (Ketua Dewan Syura DPW PKB Jatim), KH Muhallili (Ketua Dewan Syura DPW PKB Banten), KH A Wahid Umar (Ketua Dewan Syura DPC PKB Cirebon), KH Muchlis Badruzzaman (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah, Garut), KH Effendi Nurrudin (Ketua Dewan Syura DPW PKB Jabar) dan M Ayub (Ketua Dewan Tanfidziyah DPC PKB Cirebon)<>

Selain itu, tampak pula mendampingi para eksponen partai berlambang bola dunia dan bintang sembilan tersebut, dua mantan Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKB hasil Muktamar II PKB/2005, Eman Hermawan dan Muh Hanif Dhakiri serta adik kandung Gus Dur, Lily Khadijah Wahid.

Kedatangan mereka kantor pusat NU tersebut langsung diterima Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi. Kepada wartawan usai pertemuan tersebut mengatakan, pihaknya diminta bantuan agar turut menyelesaikan konflik internal PKB yang tak kunjung berakhir. “PBNU diminta untuk campur tangan menyelesaikan konflik PKB,” katanya.

Namun demikian, Hasyim menolak permintaan tersebut. Menurutnya, persoalan partai di luar kewenangannya meski kelahiran PKB juga dibidani PBNU. “Tidak mungkin kita ikut-ikutan mengatur masalah struktur dan kebijakan PKB. Hal itu harus diselesaikan secara internal,” terang mantan Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur itu.

Ia mengibaratkan PBNU dan PKB seperti induk ayam dan anaknya. “NU ini ibarat induk ayam yang mengerami telurnya. Telurnya itu PKB. Setelah telur itu menetas, maka, anaknya mempunyai kehidupan sendiri dan bisa menentukan hidupnya sendiri. Jadi, kita tidak bisa ikut campur tangan urusan PKB,” tegasnya.

Hal yang mungkin dilakukannya, ujar Hasyim, adalah sebatas memberikan masukan terkait penyelesaian konflik internal berkelanjutan tersebut. Pasalnya, pihaknya juga merasa bertanggung jawab atas masa depan kendaraan politik kalangan Nahdliyin (sebutan untuk warga NU) tersebut.

Bila konflik itu tidak segera diselesaikan, lanjutnya, hal yang paling dikhawatirkan adalah ‘eksodus’ atau keluarnya kader-kader terbaik PKB ke partai lain. Dan, jika hal itu benar-benar terjadi, maka, bukan PKB saja yang rugi, NU pun akan mengalami hal yang sama.

“Kalau eksodusnya ke partai yang satu visi dengan NU, tidak terlalu menjadi masalah. Nah, yang menjadi masalah besar kalau mereka-mereka itu eksodus ke partai lain yang tidak se-visi dengan NU, apalagi malah menginjak-injak NU,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang, Jatim, itu. (rif)