Warta

Gadis Katolik Polandia Kenakan Jilbab Saat Bulan Ramadhan

Rabu, 17 September 2008 | 02:16 WIB

Libanon, NU Online
Tak seperti bulan-bulan sebelumnya, memasuki bulan Ramadan tahun ini Sylvia Monika Wyszomirska menanggalkan baret biru pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa dan menggantinya dengan jilbab dengan warna yang sama. Wyszomirska bukan seorang muslim, dia seorang Katolik dari Polandia.

Mengenakan jilbab pada bulan suci umat Islam merupakan ikhtiarnya agar bisa berinteraksi lebih dekat dengan warga di sekitar markas pasukan perdamaian di wilayah Libanon Selatan.<>

"Dengan segala hormat pada lingkungan saya bekerja, saya merasa perlu untuk mengintegrasikan diri saya selama Ramadan," kata Wyszomirska, 37 tahun, yang telah ditempatkan di negara itu selama 4 bulan. Perempuan yang berasal dari Krakow itu bekerja sebagai penerjemah bagi 200 anggota kontingen Pasukan Penjaga Perdamaian PBB di Libanon (UNFIL) dari Polandia.

Penugasannya ke Lebanon Selatan bukanlah yang pertama di wilayah berbasis tradisi Islam. Sebelumnya, ia juga pernah diterjunkan ke Kuwait dan Irak serta bekerja di Suriah berkat kefasihannya berbahasa Arab.

"Saat saya belajar bahasa Timur Tengah di Universitas Jagiellonski di tanah kelahiran saya, kami juga belajar tentang kebiasaan, tradisi, sejarah, dan geografi negara yang akan menjadi tempat bekerja kami, seperti di Libanon, Irak, Suriah, dan Kuwait," ujarnya.

Menurut Wyszomirska, sejak memutuskan mengenakan jilbab, penduduk desa lebih bisa menerima kehadirannya, itu berarti memudahkan tugas-tugas keseharian pasukan perdamaian. "Mereka mulai mengundang kami ke rumah mereka untuk menawari kopi dan gula. Dan, ketika kami melintas, anak-anak tersenyum dan melambai," katanya.

Atasan Wyszomirska menyambut baik idenya mengenakan jilbab selama bulan Ramadan ini. "Dia juga menyarankan saya untuk menjelaskan kepada prajurit lainnya tentang Ramadan, jadi mereka bisa menghargai dan tak makan-minum di depan publik selama waktu puasa dari fajar hingga senja," ujarnya.

Sekalipun demikian, langkah Wyszomirska tak diikuti prajurit perempuan lainnya dari kontingen Polandia. Seorang prajurit perempuan berusia 36 tahun mengatakan ide itu memang langkah yang cerdas. Namun, katanya, ia tak akan mengenakannya. "(Jilbab) itu akan mengubah penampilan total saya, dan saya tak menginginkannya," ujar prajurit yang enggan disebut namanya itu.

Beberapa warga tampak senang sekaligus terkejut melihat Wyszomirska mengenakan jilbab. "Saya terkejut melihat Sylvia mengenakan jilbab, karena saya tahu dia bukan muslim," kata Zahraa Hijazi, seorang murid dari desa di Debbine.

Wali Kota Debbine Muhammad Sherif Ibrahim mengakui banyak warganya yang terkejut dengan penampilan Wyszomirska mengenakan jilbab, sebab hal itu di luar kebiasaan. "Namun, itu niat yang yang baik, yang bisa menghilangkan benteng pemisah antara UNFIL dan warga lokal," katanya. (jul/tmp/atj)