Warta

Ingin Selesaikan Konflik, Tokoh Agama Poso Temui Gus Dur

Jumat, 16 Desember 2005 | 12:04 WIB

Jakarta, NU Online
Setelah sehari sebelumnya bertemu dengan Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi, siang tadi (16/12), dua tokoh agama asal Poso—Ust. M. Adnan Arsal dan Pdt. Rinaldy Damanik—bertemu dengan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di kantor PBNU, Jl. Kramat Raya, Jakarta. Kedatangan kedua tokoh tersebut dalam rangka menyampaikan keluhan tentang konflik berkepanjangan yang terjadi di Poso.

Tampak hadir pula pada kesempatan tersebut, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Hendardi, Budayawan Mohammad Sobary, Romo Beny Susetyo dan wakil Kontras, Usman Hamid. Mereka datang untuk membantu tokoh agama tersebut dalam menyelesaikan konflik Poso.

<>

Kepada Gus Dur, Ustad Adnan mengatakan bahwa konflik yang terjadi selama ini hakikatnya bukanlah persoalan agama. Tapi yang digunakan sebagai pemicu konflik adalah agama. Dikatakannya, saat ini umat Islam Poso seperti dipermainkan. Akibatnya nama baik Islam menjadi tercoreng. Yang dialami umat Islam saat ini ibarat politik belah bambu.

“Jadi yang satu diangkat, sedangkan yang lain diinjak. Nah, yang diinjak itu adalah Islam,” ujar pengasuh pondok pesantren Amanah, Poso ini kepada NU Online.

Dikatakannya pula, pemerintah seolah membiarkan konflik itu terus terjadi. Banyak aparat, baik TNI maupun Polisi di sana, tapi kekerasan dan kekacauan terus terjadi. Ia mencontohkan kasus peledakan bom dan penembakan beberapa masyarakat sipil. Padahal menurutnya, kejadian itu tidak jauh dari markas polisi sektor (Mapolsek).

“Peledakan bom di Tentena (57 kilometer dari Poso, Red) itu hanya berjarak 20 meter dari Polsek. Dari sini kesimpulannya jelas sekali bahwa ada pembiaran dari aparat,” terang Adnan.

Menanggapi pernyataan Ustad Adnan, Gus Dur menyatakan bahwa hal itu sepenuhnya tanggungjawab pemerintah. Ia ingin dalam jumpa pers itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendengar. “Mudah-mudahan SBY mendengar. Saya ingin SBY memeriksa beberapa orang yang dicurigai menjadi dalang atas konflik tersebut,” tegasnya.

Gus Dur pun mengatakan bahwa banyak faktor yang melatarbelakangi konflik Poso yang terjadi selama ini. Tapi yang jelas, kata Gus Dur sama sekali bukan persoalan agama. Ia menyebut faktor tersebut sedikitnya pada persoalan ekonomi, yakni berebut lahan pertanian. “Biang keroknya itu ternyata rebutan lahan pertanian. Ada pengusaha yang membeli puluhan hektar perkebunan coklat,” kata Gus Dur kepada wartawan.

Dalam kesempatan itu pula, Gus Dur juga mengatakan bahwa dirinya tahu siapa otak di balik konflik tersebut, meski tak menyebut nama maupun inisial. Walau demikian, Gus Dur tak takut kalau pun harus menyebut nama. “Nggak usah repot-repot. Kalau mau sebut nama saya bisa. Kalau mau bunuh saya, bunuh aja. Saya nggak takut. Tapi, tidak. Saya mau hemat tenaga,” terangnya.

Tapi yang jelas, imbuh Gus Dur di balik semua itu bukan orang biasa. Senjata api dan amunisi yang beredar di Poso itu adalah milik TNI atau Polisi. Itu saja cukup jadi bukti jika otak di balik semua kekacauan bukan orang biasa. Mereka sengaja menciptakan konflik karena memperoleh keuntungan di balik kekacauan tersebut.

Tim Pencari Fakta Independen Harus Representasi Masyarakat

Pada kesempatan yang sama, muncul keinginan untuk membentuk tim pencari fakta independen guna membantu menyelesaikan konflik yang terjadi. Keinginan itu disampaikan oleh Pdt. Rinaldy Damanik kepada Gus Dur.

Pendeta Damanik—demikian panggilan Pdt Rinaldy Damanik ini—mengatakan bahwa perlu segera dibentuk tim pencari fakta independen guna mengungkap sumber persoalan sebenarnya. Masyarakat saat ini, ungkap Damanik sudah lelah dan ingin segera keluar dari konflik yang berkepanjangan itu. Jika tidak segera diselesaikan, maka masyarakat akan terus hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran.

Menanggapi usulan itu, Gus Dur menyatakan kesetujuannnya. Namun, ia menyaranakan agar tim pencari fakta yang ingin dibentuk tersebut harus murni representasi masyarakat. Jika tidak demikian, imbuh Gus Dur, tim pencari fakta indepependen tidak akan se-independen yang diharapkan.

Selain itu juga, Gus Dur mengatakan bahwa apa yang sudah dilakukan oleh kedua tokoh agama tersebut merupakan langkah yang sudah benar. Pasalnya, aparat berwenang sudah tidak bisa diharapkan lagi. “Langkah ini sudah benar. Pemerintah sudah tidak bisa diharapkan lagi untuk menyeleaikan masalah ini,” tegasnya.

Pada kesempatan itu, Gus Dur menyanggupi permintaan Ustad Adnan dan Pendeta Damanik agar eksekusi terhadap terpidana mati, Tibo ditunda. Gus Dur akan menyampaikan permintaan itu langsung kepada SBY. Pasalnya, kata Gus Dur, Tibo merupakan tokoh kunci untuk mengungkap fakta di balik konflik yang terjadi.

“Ya, say