Warta

Kejakgung Masih Nantikan Konfirmasi Status Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah

Senin, 29 Oktober 2007 | 14:21 WIB

Jakarta, NU Online
Kejaksaan Agung masih menanti keputusan pelarangan aliran  Al-Qiyadah Al-Islamiyah untuk bertindak.

Hal tersebut dikemukakan oleh Jaksa Agung Hendarman Soepandji di Kantor Presiden Jakarta, Senin, seusai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima Transparency International Indonesia.

<>

"Kan UUD 1945 menjamin hak menyampaikan suatu pendapat, jadi mereka (pengikut Al-Qiyadah Al-Islamiyah) sebenarnya memiliki hak. Nah, untuk dinyatakan dilarang kan ada prosesnya sesuai PP 1 tahun 1965," katanya.

Oleh karena itu, Hendarman meminta masyarakat bersabar menunggu proses itu. "Kita harus mengikuti ketentuan-ketentuan itu untuk mengajukan kasus pidana," katanya.

Hendarman menjelaskan bahwa sekalipun MUI telah menyatakan bahwa ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah menyimpang namun hal itu tidak dapat digunakan sebagai pembuktian di pengadilan tanpa keputusan pelarangan oleh pemerintah.

Saat ditanya apakah terdapat peluang ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah dilarang, Hendarman mengiyakan. Saat ini, Kejaksaan  masih menunggu konfirmasi Badan Koordinasi Penganut Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem), soal  aliran Al-Qiyadah Al-islamiyah.

Menurut Hendarman jika Bakorpakem memutuskan dilarang, maka kejaksaan akan mengeluarkan keputusan apakah aliran itu dilarang, setelah mendapat persetujuan dari Presiden.

Ketentuan itu, menurut Hendarman, sesuai PP No 1/1965 mengenai prosedur penentuan aliran sesat. Berdasar ketentuan itu, Bakorpakem wilayah setempat mengadakan rapat internal terlebih dulu dan hasilnya dilaporkan ke Kejari setempat untuk dikaji lebih dalam.

"Lalu hasilnya dikirim ke Kejagung. Setelah ada putusan dari presiden bahwa itu sesat, maka akan masuk pasal penindakan yang diatur oleh UU dan KUHP pasal 456 (a) yang ancamannya 5 tahun penjara," ungkap Hendarman.

Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah didirikan Ahmad Moshaddeq. Dia mengaku pada 3 Juli 2006, setelah bertapa selama 40 hari 40 malam mendapat wahyu dari Allah sebagai Rasul menggantikan posisi Nabi Muhammad SAW.

Dalam ajarannya, pengikut aliran ini tidak mewajibkan melaksanakan salat, ibadah puasa, dan menunaikan ibadah haji. (ant/mad)