Warta

PBNU Minta Pemerintah Tak Perlu Takut Permintaan Pelurusan Sejarah Papua

Kamis, 15 Desember 2005 | 13:59 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi meminta agar pemerintah tak perlu takut merespon permintaan pelurusan kembali sejarah Papua. Upaya tersebut dinilainya sebagai salah satu usaha untuk memisahkan dengan NKRI. ”Penggabungan Papua dengan Indonesia sudah final dan kita tak perlu takut permintaan pelurusan sejarah tersebut,” tandasnya dalam konferensi pers di PBNU, Kamis (15/12).

Pandangan yang menganggap ada upaya manipulasi terhadap penentuan pendapat rakyat (papera) tahun 1969 tersebut telah dimanipulasi menurutnya merupakan upaya fihak yang sebelumnya pernah menjajah wilayah tersebut, yaitu Belanda karena wacara tersebut datang dari negara tersebut. “Ini wajar, baik melalui wacana maupun intervensi politik dengan mencari dukungan dari negara-negara yang memiliki kepentingan ekonomi,” imbuhnya.

<>

Menurut Hasyim, pihak yang berselera terhadap Papua memanfaatkan lubang yang ada yakni belum berhasilnya pemerintah memberi kesejahteraan pada Papua berserta penduduknya serta lemahnya diplomasi dan kemampuan membalas isu pihak Indonesia.

Potensi kerawanan di Papua dinilai mantan ketua PWNU Jatim tersebut lebih tinggi daripada di Aceh karena di wilayah Serambi Mekah tersebut memang memiliki sumber daya alam yang tinggi, tetapi rakyatnya beragama Islam.

Untuk itu seharusnya pemerintah harus serius menanggapi hal tersebut termasuk membikin wacana tandingan karena saat ini mereka telah memanfaatkan media massa global untuk mendukung gerakan yang dilakukannya.

Sebelumnya anggota DPD dari Papua Ferdinanda Ibo Yatipay meminta pemerintah agar sejarah Papua diluruskan. Bahkan dikabarkan mereka beserta rekan-rekannya dari daerah pemilihan Papuan akan menemui presiden SBY dan Mendagri M Ma’ruf  guna menyampaikan tuntutannya.

Menurut Ferdinanda peneliti Belanda Profesor Drooglever yang melakukan penelitian di Papua menyimpulkan bahwa Pepera telah dimanipulasi sehingga akhirnya Papua berintegrasi dengan Indonesia.(mkf)