13 Petitum Koalisi Masyarakat Sipil soal UU TNI untuk Reformasi Sektor Keamanan yang Diajukan ke MK
Kamis, 6 November 2025 | 14:00 WIB
Jakarta, NU Online
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana perkara Nomor 197/PUU-XXIII/2025 terkait pengujian materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sidang ini dihadiri oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan sebagai pihak pemohon.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Gina Sabrina, mewakili koalisi membacakan 13 petitum yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi. Dalam permohonannya, Koalisi Masyarakat Sipil meminta MK untuk mengabulkan seluruh pengujian undang-undang yang diajukan, karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
"Kami hanya mendorong satu tujuan, yakni mendorong TNI yang profesional dan menegakkan supremasi sipil serta negara yang demokratis," tegasnya usai persidangan pada Selasa (5/11/2025) lalu.
Di hadapan persidangan yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur, dan Hakim Konstitusi Arsul Sani, Gina membacakan 13 petitum perkara Nomor 197/PUU-XXIII/2025;
- Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian undang-undang yang diajukan Para Pemohon.
- Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 UU No. 3 Tahun 2025 tentang Perubahan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai sebagai “membantu pelaksanaan fungsi pemerintah dalam situasi dan kondisi yang memerlukan sarana, alat, dan kemampuan TNI untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi, antara lain membantu mengatasi akibat bencana alam dan merehabilitasi infrastruktur.”
- Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 UU No. 3 Tahun 2025 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana dalam poin sebelumnya.
- Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 15 UU No. 3 Tahun 2025 bertentangan dengan UUD 1945.
- Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 15 UU No. 3 Tahun 2025 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
- Menyatakan Pasal 7 ayat (4) UU No. 3 Tahun 2025 sepanjang frasa “pelaksanaan operasi militer selain perang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah atau peraturan presiden kecuali untuk ayat (2) huruf b angka 10” bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dibaca bahwa pelaksanaan OMSP dilakukan berdasarkan keputusan Presiden dengan pertimbangan DPR.
- Menyatakan Pasal 7 ayat (4) UU No. 3 Tahun 2025 dalam frasa yang sama tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pelaksanaannya berdasarkan keputusan Presiden dengan pertimbangan DPR.
- Menyatakan Pasal 47 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2025 sepanjang frasa “Kesekretariatan Presiden dan Narkotika Nasional dan Kejaksaan Republik Indonesia” bertentangan dengan UUD 1945.
- Menyatakan Pasal 47 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2025 sepanjang frasa yang sama tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
- Menyatakan Pasal 53 ayat (2) huruf b, c, d, e, dan Pasal 53 ayat (4) UU No. 3 Tahun 2025 tentang Perubahan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI bertentangan dengan UUD 1945.
- Menyatakan Pasal 53 ayat (2) huruf b, c, d, e, dan Pasal 53 ayat (4) UU No. 3 Tahun 2025 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
- Menyatakan Pasal 74 ayat (1) dan (2) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI bertentangan dengan UUD 1945.
- Menyatakan Pasal 74 ayat (1) dan (2) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Wakil Ketua MK Saldi Isra menyatakan bahwa para Pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk menyempurnakan permohonannya. Naskah perbaikan permohonan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Senin, 17 November 2025 pukul 12.00 WIB ke Kepaniteraan MK.
Selanjutnya Mahkamah akan menggelar sidang kedua dengan agenda mendengarkan pokok-pokok perbaikan permohonan para Pemohon.