Nasional

Alami Luka Parah, Ayah Korban Ledakan di SMAN 72 Jakarta Pertanyakan Kepastian Biaya Pengobatan Jangka Panjang

Rabu, 12 November 2025 | 11:00 WIB

Alami Luka Parah, Ayah Korban Ledakan di SMAN 72 Jakarta Pertanyakan Kepastian Biaya Pengobatan Jangka Panjang

Andri (41), ayah dari Lukman Hafis (16), siswa yang menjadi korban ledakan di SMAN 72 Jakarta, di RSI Cempaka Putih, Jakarta, Selasa (11/10/2025). (NU Online/Rikhul Jannah)

Jakarta, NU Online

Ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta meninggalkan luka mendalam bagi para korban dan keluarga mereka. Salah satunya adalah Andri (41), ayah dari Lukman Hafis (16), siswa yang menjadi korban dalam peristiwa memilukan tersebut. Ia menuturkan bahwa anaknya mengalami luka bakar serius di hampir seluruh bagian tubuh sebelah kiri.


“Kalau saya lihat ada sekitar 30 sampai 40 persen ada. Jadi di bagian sebelah kiri itu kena semua dari kepala sini sampai kaki sini. Pokoknya bagian kiri itu semuanya kena,” kata Andri kepada NU Online di Rumah Sakit Islam (RSI) Cempaka Putih, Jakarta, Selasa (11/11/2025).


Menurutnya, luka bakar yang dialami Hafis tergolong berat. Kulit, otot, bahkan tulang kaki anaknya terlihat akibat ledakan yang terjadi di dekat posisi Hafis.


“Tulangnya sempat hancur. Ini hancur, tulang di sini juga hancur. Nah yang di sini sobek, disini juga sobek. Operasi yang pertama itu bagian muka, matanya juga pendarahan, kakinya sama tangannya,” ujarnya dengan nada lirih.


Meski mengalami luka parah, Hafis kini sudah dalam keadaan sadar. “Saat ini kondisinya sudah sadar ya di hari keempat. Di hari keempat dari dia habis operasi, hari ini kata dokter tingkat sadarnya itu agak lebih membaik,” ujarnya.


Andri menuturkan bahwa anaknya harus menjalani operasi kedua untuk penanganan luka bakar di bagian kulit.


“Ini operasi yang kedua. Yang pertama itu bagian kulitnya dulu yang luka bakar. Cuman kata dokter luka bakarnya itu parah banget,” ungkapnya.


Wajah Hafis saat ini diperban total, sementara luka di kaki dan tangan masih dalam perawatan intensif.


“Kakinya itu kebetulan dagingnya kan habis. Jadi tulangnya kelihatan. Jadi saya juga katakan ke dokter, yang diobatin itu satu-satu nggak bisa langsung semua. Jadi tahap,” ujarnya.


Ia masih mengingat dengan jelas momen saat menerima kabar mengerikan itu. Semula Andri mengira hanya terjadi ledakan biasa tanpa menyangka ada korban serius.


“Hari pertama saya dengar dari grup sekolah. Wali kelasnya telepon, katanya di sekolah itu ada ledakan. Saya juga nggak tahu. Ternyata sampai di sini itu bom,” katanya.


Andri sempat panik setelah mengetahui posisi anaknya berada sangat dekat dengan sumber ledakan.


“Posisinya ya itu dekat bomnya, bomnya di sini. Sebelah kiri, di samping belakang sedikit,” ujarnya sambil memperagakan arah ledakan.


Kini, Andri berharap kondisi Hafis terus membaik meski proses penyembuhan diperkirakan akan memakan waktu lama.


Kepastian biaya pengobatan

Ia juga khawatir biaya perawatan putranya tidak lagi ditanggung pemerintah dalam jangka panjang. Pasalnya, kondisi luka anaknya sangat serius hingga proses pemulihan bisa memakan waktu lama.


“Pertama sekali yang ingin saya sampaikan, dari pihak pemerintah, dia bilang, dari korban ledakan bom ini ditanggung oleh pemerintah. Saya kan juga tidak tahu ya ditanggungnya itu sampai kapan,” ujar Andri.


Meski seluruh biaya perawatan sejauh ini telah ditanggung pemerintah, Andri mengaku kecewa karena belum ada pihak berwenang yang datang menemuinya langsung. Hingga Selasa malam, ia belum menerima penjelasan resmi mengenai kepastian pembiayaan jangka panjang.


“Dari pemerintahan Jakarta, dari Kapolri, dari Kapolda, tidak ada yang menemui saya. Jadi saya ingin memastikan, ini anak juga punya cita-cita lho. Ke depannya, kalau setelah ini dia mau jadi apa? Apa cita-citanya itu tenggelam gitu saja karena dia posisinya, gara-gara ledakan jadi seperti itu,” ungkapnya.


Ia juga menyampaikan kekesalannya karena, perhatian pemerintah justru lebih banyak diberikan kepada korban dengan luka ringan.


“Mungkin pemerintah salah sasaran yang ketemu, yang penyakit (luka) yang ringan-ringan saja, bukan seperti anak saya,” katanya dengan nada kecewa.


Meski demikian, Andri tetap bersyukur atas pelayanan medis yang diterima anaknya sejauh ini. “Alhamdulillah semuanya rumah sakit udah ditanggung. Dari pihak rumah sakit tidak ada minta biaya dari saya. Kalau rumah sakit, udah ngasih yang terbaik buat anak saya,” ujarnya.


Tanggung jawab sekolah

Lebih jauh, ia menilai pihak sekolah harus bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa anaknya. Sebab, insiden ledakan terjadi di lingkungan sekolah.


“Saya dari kemarin sampai detik hari ini menunggu pihak sekolah datang temui saya. Karena kan kejadian ini bukan di rumah saya, berarti kan itu tanggung jawab mereka,” tegasnya.


Ia bahkan menyatakan siap menempuh jalur hukum bila pihak sekolah tak menunjukkan iktikad baik. “Kalau dia tidak datang bertanggung jawab buat ketemu saya, saya akan tuntut pihak sekolah itu sampai kemana pun,” ujarnya.


Andri juga menyayangkan sikap kepala sekolah yang disebut belum menemui keluarga korban dengan alasan masih trauma. “Kalau dia alasan bilang trauma, itu bukan alasan buat saya. Saya bisa seribu kali atau sepuluh kali lebih trauma dari dia, karena saya bapaknya, orang tuanya,” katanya penuh emosi.


Pantauan NU Online, sejak Selasa (11/11/2025) pukul 11.45 hingga 21.00, pihak sekolah tidak ada yang mengunjungi RSI Cempaka Putih dan RS Yasri Cempaka Putih untuk menemui korban dan keluarga mereka.


Kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta Utara pada Jumat (7/11/2025) itu menyebabkan sejumlah siswa mengalami luka bakar serius. Pemerintah berjanji menanggung seluruh biaya pengobatan korban, namun hingga kini sejumlah orang tua korban masih menanti kepastian dan perhatian langsung dari pihak berwenang.