Nasional

KPAI: Siswa dan Guru SMAN 72 Jakarta Perlu Pendampingan Psikologis Pasca Ledakan

NU Online  ·  Selasa, 11 November 2025 | 09:00 WIB

KPAI: Siswa dan Guru SMAN 72 Jakarta Perlu Pendampingan Psikologis Pasca Ledakan

Ilustrasi konsultasi psikologi. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono menegaskan bahwa siswa dan guru SMAN 72 Jakarta perlu mendapatkan pendampingan psikologis secara serius pascaledakan yang terjadi pada Jumat (7/11/2025).


Ia menjelaskan hasil observasi KPAI ke lapangan, kunjungan ke rumah sakit, serta informasi dari pihak sekolah, ditemukan bahwa baik korban, siswa lainnya, hingga guru mengalami trauma dengan tingkat yang beragam mulai dari ringan, sedang, hingga berat.


“Berdasarkan hasil observasi kami (sampai) hari Minggu kemarin, menunjukkan bahwa siswa dan guru mengalami trauma dengan situasi trauma yang beragam, ringan, sedang, dan berat,” ujarnya saat dihubungi NU Online, Senin (10/11/2025).


Aris menegaskan bahwa pemerintah harus hadir dalam layanan pemulihan psikis bagi korban, siswa lainnya, hingga guru.


“Tentu kami sudah melakukan pengawasan di kawasan (SMAN 72 Jakarta), dalam memberikan layanan itu kami tekankan dipastikan diberikan oleh pemerintah daerah untuk memberikan layanan pendampingan psikis hingga pulih,” katanya.


Menurutnya, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah pemetaan tingkat trauma, baik fisik maupun psikis, agar dapat menentukan intervensi yang tepat.


“Kalau ringan, mungkin bisa dengan pendampingan secara klasikal. Kalau masuknya agak berat perlu intensif dalam bentuk konsultasi face to face,” ujarnya.


KPAI juga terus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan, pihak sekolah, orang tua, serta kepolisian untuk memastikan hak-hak anak dalam memperoleh perlindungan dan pembelajaran tetap terpenuhi.


“Kami pantau terus bahwa pembelajaran pasca pemulihan trauma itu betul-betul bisa berjalan secara kondusif dan anak-anak mendapat hak pembelajaran serta perlindungan,” ujarnya.


Lebih lanjut, Aris menekankan menekankan pentingnya penerapan deteksi dini (early warning system) di sekolah guna mengidentifikasi perilaku siswa yang kemungkinan menyimpang sejak awal.


“Jika deteksi dini ini bisa dilakukan, maka pencegahan dan antisipasi atas kejadian serupa bisa tertangani dengan baik,” ujarnya.


Ia menambahkan, sistem pendukung perlu dikembangkan agar anak-anak yang merasa tidak nyaman atau tertutup dapat didekati dan diajak berkomunikasi.


“Dengan adanya early warning system ini maka anak-anak akan didekati, diajak ngobrol sehingga apa yang dialami situasi mental psikisnya dapat terurai, kemudian tidak melampiaskan ke hal-hal yang fatal yang merugikan diri sendiri dan teman-temannya,” ungkapnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang