Zonasi PPKM Mikro Jadi Acuan Penyelenggaraan Shalat Idul Fitri
Senin, 10 Mei 2021 | 03:30 WIB
Jakarta, NU Online
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 10 tahun 2021, kriteria zonasi suatu daerah berstatus hijau, kuning, oranye, atau merah, dilakukan tidak hanya pada level kabupaten atau pun kecamatan. Namun kriteria tersebut ditentukan hingga tingkat RT berdasarkan jumlah kasus Covid-19 yang ada di daerah tersebut. Hal ini seiring dengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro (PPKM Mikro) yang diperpanjang sampai dengan 17 Mei 2021.
Zona Hijau ditandai dengan tidak adanya kasus Covid-19 di satu RT, sehingga skenario pengendalian yang dilakukan adalah dengan surveilans aktif, seluruh suspek dites dan pemantauan kasus tetap dilakukan secara rutin dan berkala.
Untuk Zona Kuning ditandai dengan adanya 1 (satu) sampai dengan 2 (dua) rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama 7 (tujuh) hari terakhir. Skenario pengendalian yang dilakukan dalam kondisi ini adalah menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat, lalu melakukan isolasi mandiri untuk pasien positif dan kontak erat dengan pengawasan ketat.
Kemudian Zona Oranye ditandai dengan adanya 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama 7 (tujuh) hari terakhir. Skenario pengendalian adalah menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat, lalu melakukan isolasi mandiri untuk pasien positif dan kontak erat dengan pengawasan ketat, serta menutup rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial.
Sementara Zona Merah ditandai dengan adanya lebih dari 5 (lima) rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama 7 (tujuh) hari terakhir. Penanganan zona merah lebih ketat yakni dengan pemberlakuan PPKM tingkat RT yang mencakup:
1. menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat;
2. melakukan isolasi mandiri/ terpusat dengan pengawasan. ketat;
3. menutup rumah ibadah, tempat bermain anak dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial;
4. melarang kerumunan lebih dari 3 (tiga) orang;
5. membatasi keluar masuk wilayah RT maksimal hingga Pukul 20.00; dan
6. meniadakan kegiatan sosial masyarakat di lingkungan RT yang menimbulkan kerumunan dan berpotensi menimbulkan penularan,
Acuan Shalat Idul Fitri 1442 H
Terkait dengan kebijakan PPKM Mikro ini, Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan Covid-19, Alexander K Ginting mengatakan bahwa Pemerintah menyatakan izin pelaksanaan ibadah Shalat Idul Fitri mendatang mengacu pada status zonasi Covid-19 yang disandang suatu wilayah.
Suatu RT (rukun tetangga) atau RW (rukun warga) yang menyandang status zona hijau menurutnya boleh melaksanakan shalat Idul Fitri dengan ketentuan tidak ada pendatang dan hanya boleh diikuti oleh warga RT dan RW setempat. Selain itu, pelaksanaan Shalat Id juga harus berkoordinasi dan dilakukan di bawah pengawasan Satgas Covid-19 tingkat desa dengan diisi 50 % dari kapasitas.
"Dengan catatan tidak boleh orang di luar RT RW itu datang ke situ shalat. Dan kepala desa punya tanggung jawab, kalau ada kasus nanti dia kena tindakan," jelas Alex dikutip dari CNN Indonesia.
Dalam praktiknya, terjadi perbedaan kebijakan kepala daerah terkait penyelenggaraan Shalat Id tahun ini. Ada sejumlah kepala daerah yang tetap mengizinkan pelaksanaan ibadah Shalat Idul Fitri di masjid seperti Kota Semarang, Kota Pontianak, Kota Medan, Provinsi Sulawesi Tenggara, Kota Yogyakarta, dan Kulon Progo. Sementara ada kepala daerah yang tidak mengizinkan pelaksanaan shalat di masjid dan lapangan seperti di Lampung, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Aryudi A Razaq