Habib Salim bin Salahuddin bin Jindan saat memberi sambutan sebagai Ketua Kelas MKNU. (Foto: NU Online/Aru)
Aru Lego Triono
Kontributor
Habib Salim bin Salahuddin bin Jindan menjadi salah seorang dari 150 peserta Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (MKNU) yang diinisiasi oleh Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU).
Saat kontrak belajar menjelang penyampaikan materi, Habib Salim didaulat sebagai Ketua Kelas MKNU. Namun, ada yang unik saat dirinya diberi kesempatan memberi sambutan sebagai Ketua Kelas MKNU.
"Tadi Kepala Madrasah (H Sulthonul Huda), mewajibkan peserta MKNU memakai sarung. Saya bawa sarung, tapi nggak bawa baju koko. Adanya daster semua ini. Tapi tidak apa-apa, saya akan pakai sarung nanti dasternya saya masukin ke sarung," kelakar Habib Salim disambut tawa gemuruh ratusan peserta.
Ia mengungkapkan, demi NU dan MKNU dirinya rela menggunakan kain sarung. Hal tersebut dilakukannya sebagai bentuk takzim kepada ormas keagamaan terbesar yang didirikan oleh para ulama Nusantara ini.
Tak hanya itu, Habib Salim mengaku memperoleh kabar mengenai penyelenggaraan MKNU baru dua hari sebelumnya. Walhasil, ia lantas membatalkan semua jadwal ceramah dan pengajian, baik yang ada di dalam maupun di luar kota.
Ia juga mengungkapkan, MKNU menjadi ajang untuk membangun soliditas organisasi bagi para pengurus NU. Terutama soliditas dalam melakukan counter ideologi, baik di media maupun di masyarakat.
Baca juga: Lembaga Dakwah PBNU: MKNU Perkuat Argumentasi Kader
"Kalau kita tidak ikut MKNU, maka kita akan tergilas zaman. Saat ini, dari anak kecil hingga orang dewasa sudah mengenal media sosial. Maka, dari MKNU ini kita berharap mendapat satu strategi untuk menghadapi berbagai persoalan yang terjadi di medsos dan di masyarakat," tandas Habib Salim.
Menurutnya, jika orang NU hanya sekadar memahami NU di permukaan saja dan tidak mengerti tentang kaderisasi, dampaknya akan berimbas kepada ketertinggalan informasi. Maka, lanjut dia, MKNU ini adalah bagian terpenting untuk meng-update kapasitas kader secara keorganisasian.
"Di dalam tradisi ulama kita ada yang namanya fatwa qadim (lama), ada fatwa jadid (baru). Nah, sekarang kita harus bisa mengembangkan dengan cara memadukan keduanya," tegas Habib Salim.
Para kiai sepuh yang mengikuti MKNU, lanjut dia, baru terasa bahwa informasi mengenai NU sangat luas. Mereka merasa tertinggal jauh. Lebih jauh, ia mengatakan, belum tentu para kiai yang mengikuti MKNU itu dapat meng-upgrade dirinya untuk bisa menjadi kader NU terbaik, sekalipun memiliki nasab keturunan yang baik.
"Nama besar boleh saja. Tapi belum tentu anak dan cucu kita bisa jadi kader terbaik NU. Maka, MKNU ini adalah jawabannya. Mari besarkan NU, bukan malah menjadi penghancur ulama," pungkasnya.
Hadir dalam MKNU kali ini Ketua LD PBNU KH Agus Salim, Sekretaris LD PBNU KH Bukhori Muslim, Wakil Seken PBNU sekaligus Kepala MKNU KH Sulthonul Huda, dan Sekjen PBNU HA Helmy Faishal Zaini.
Acara yang digelar di Pesantren Motivasi Indonesia, Kampung Cinyosog, Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, ini dijadwalkan tiga hari, Jumat-Ahad, 14-16 Februari 2020.
Pewarta: Aru Elgete
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua