
"PMII sudah tidak selayaknya selalu memikirkan masalah-masalah yang global atau yang terlalu makro. Bahkan telah saatnya meninggalkan cara-cara kerja seperti partai politik," kata Gus Dur. (Foto: dok istimewa)
Ajie Najmuddin
Kontributor
Pada momentum 30 tahun PMII (1990) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bersama beberapa tokoh PMII seperti H Mahbub Djunaidi, H Chalid Mawardi, H M. Zamroni, dan lain-lain menulis artikel yang kemudian dikumpulkan dalam sebuah buku berjudul Pemikiran PMII dalam Berbagai Visi dan Persepsi.
Beberapa hal yang ditulis oleh Gus Dur, meski sudah berlalu 30 tahun silam, namun kiranya masih cukup relevan dibaca oleh kader PMII, juga NU, di masa kini. Kala itu, Gus Dur menjelaskan beberapa transformasi zaman yang sudah, sedang, dan akan dihadapi oleh Nahdliyin.
Tahapan transformasi tersebut yakni sosial ekonomi, kemudian sosial politik yang dimulai pada momentum Muktamar NU di Banjarmasin tahun 1936 dan berakhir pada Muktamar ke-27 di Situbondo tahun1984, ketika NU menyatakan kembali ke khittah 1926.
Sedangkan tahap transformasi ketiga, yakni transformasi sosial ekonomi, yang menurut Gus Dur diawali setelah Muktamar ke-28 di Yogyakarta di penghujung tahun 1989, yang kemudian akan segera disusul dengan transformasi keempat: ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Dalam konteks ini, PMII bisa menolong NU. Dalam segenap aspek kehidupan transformasi yang digalakkan NU. PMII sudah tidak selayaknya selalu memikirkan masalah-masalah yang global atau yang terlalu makro. Bahkan telah saatnya meninggalkan cara-cara kerja seperti partai politik," kata Gus Dur.
Di akhir tulisan berjumlah empat halaman tersebut Gus Dur kembali berpesan kepada kader PMII, agar tidak takut menjadi ‘Penganggur Intelektual’ serta keterkaitan PMII dengan NU. Menutnya PMII bisa menolong NU dan di NU banyak yang bisa dilakukan.
"Dulu, ketika NU menjadi partai politik, ia banyak menjanjikan kursi di DPR. Tapi, setelah kembali ke khittah 1926, NU menyediakan lapangan di bidang lain, bukan lagi kursi DPR. Dan lapangan itu seluas dan selebar kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia," tuturnya.
Kontributor: Ajie Najmuddin
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Alasan NU Tidak Terapkan Kalender Hijriah Global Tunggal
2
Khutbah Jumat: Marhaban Ramadhan, Raih Maghfirah dan Keberkahan
3
Khutbah Jumat: Bersihkan Diri, Jernihkan Hati, Menyambut Bulan Suci
4
Khutbah Jumat: Sambut Ramadhan dengan Memaafkan dan Menghapus Dendam
5
Khutbah Jumat: Kepedulian Sosial Sebagai Bekal Menyambut Ramadhan
6
Reshuffle Perdana Kabinet Merah Putih: Brian Yuliarto Jadi Mendiktisaintek Gantikan Satryo Brodjonegoro
Terkini
Lihat Semua