Fragmen

Santri-santri Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari di Jawa Barat 

Selasa, 10 Desember 2019 | 10:00 WIB

Santri-santri Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari di Jawa Barat 

Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari

KH Hasyim Asy’ari merupakan kunci berdirinya Jam’iyah Nahdlatul Ulama di Surabaya pada 31 Januari 1926. Karena kealimannya dalam ilmu agama, terutama kajian hadits, ia mendapat gelar hadratussyekh. Di NU pun, ia merupakan satu-satunya yang mendapat gelar raisul akbar. Setelah ia wafat, tak ada satu pun kiai yang berani menyandangnya. Sebagai gantinya adalah rais aam.  
 
Karena kealimannya, pesantren yang didirikannya, di Tebuireng Jombang menjadi tujuan para santri dari pelosok negeri. Menurut sejarawan Khoirul Anam dalam buku Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan NU, hingga tahun 1942, murid yang telah dan berada di pesantren itu diperkirakan 25 ribu orang.

Santri-santri Hadratussyekh ada juga yang berasal dari Jawa Barat, di antaranya bahkan menjadi menantu dan tenaga pengajar. Misalnya KH Abbas Buntet dan adik-adiknya pernah diminta Hadratussyekh untuk mengajar kanugaran kepada santri-santri Hadratussyekh yang lain. KH Idris Kamali menjadi salah seorang menantu Hadratussyekh. 

Santri-santri Hadratussyekh di Jabar
Santri-santri Hadratussyekh yang tersebar ke berbagai wilayah kemudian menjadi tulang punggung dan penggerak NU. Hal ini kemudian yang mempercepat NU berdiri di berbagai wilayah di samping percepatan melalui organisasi setelah dibentuk Lajnatun Nashihin pada Muktamar NU ketiga di Surabaya tahun 1928. Lajnatun Nashihin dipimpin langsung Hadratussyekh melalui keputusan Majelis Khamis (Komisi Lima) di muktamar tersebut yang dketuai KH Sholeh Banyuwangi dengan anggota: KH M Hasyim Asy’ari Jombang, KH Bisyri Syansuri Jombang, KHR Asnawi Kudus dan KH Muharram Kediri.
 
Santri-santri Hadratussyekh di Jawa Barat pun merupakan tulang punggung NU pada awal berdiri dan pengembangannya hingga hari ini. Di Jawa Barat, wilayah Cirebon, merupakan wilayah yang terdapat santri Hadratussyekh terbanyak. Mereka di antaranya adalah KH Abbas Buntet, KH Akyas Buntet, KH Annas Buntet, KH Siroj Gedongan, KH Sanusi Babakan Ciwaringin, KH Amin Sepuh Ciwaringin, KH Solihin Babakan Ciwaringin, KH Idris Kamali Kempek, KH Harun Kempek. Dari nama-nama tersebut bisa jadi ada yang tercantum dalam tulisan ini. 

Di daerah Priangan ada KH Abdullah Cicukang. Kiai tersebut berasal dari Bandung Selatan, tepatnya Ciheulang, Ciparay. Menurut data dari perpustakaan PBNU yang berjudul Catatan Singkat Kongres NU di Semarang 1929-Kongres NU ke-10 di Surakarta (1935), menyebut Ajengan KH Abdullah Cicukang. Ia merupakan kiai yang berperan pada muktamar NU Bandung tahun 1932. 

Masih dari daerah Bandung, santri yang pernah berguru kepada Hadratussyekh adalah KH Ahmad Dimyati Sirnamiskin. Kiai ini juga menjadi penggerak NU yang aktif hingga ke ranting-ranting. Majalah Al-Mawaidz terbitan NU Tasikmalaya kerap menuliskan aktivitasnya terkait NU. Selain pernah aktif di Hizbullah, KH Ahmad Dimyati Sirnamiskin juga merupakan anggota konstituante yang mewakili NU dari wilayahnya. Menurut keturunannya, KH Ahmad Dimyati mendapatkan surat khusus dari Hadratussyekh untuk menjadi penggerak NU. 

Di wilayah Bandung juga, ada santri Hadratussyekh dari Pondok Pesantren Al-Hidayah Sentiong. Perlu penelitian lebih tentang kiai tersebut terkait gerakannya memperkuat NU. Meski demikian, anak dan cucunya merupakan pengurus NU. Salah seorang putranya, pernah menjadi Ketua PCNU Kabupaten Bandung.

Dari daerah Karawang, yang pernah berguru kepada Hadratussyekh adalah KH Abubakar Yusuf. Ia merupakan putra saudagar dari Palembang, Sumatera Selatan, H Muhammad Yusuf, yang merantau ke daerah Karasak, Karawang. Meski pedagang, putra-putranya dikirim ke berbagai pesantren, ada yang di sekitar Jawa Barat, dan Jawa Timur. Yang dikirim ke Jawa Timur, tepatnya Tebuireng adalah KH Abubakar Yusuf. 

KH Abubakar Yusuf pulang ke kampung halamannya di Karasak pada 1926. Ia tidak mendirikan pesantren, tetapi madrasah. Pada perkembangannya, menurut cucu KH Abubakar Yusuf, yakni Moch Iqbal, madrasah tersebut bernama Madrasah Wajib Belajar Nahdlatul Ulama. Madrasah tersebut masih berdiri hingga sekarang. 

KH Abubakar Yusuf berperan dalam mendirikan dan mengaktifkan NU di wilayahnya. Pada tahun 1937, Karasak menjad salah satu ranting NU yang merupakan bagian dari Cabang NU Purwakarta Subang (berdasarkan Syahadah Ranting NU Karasak tahun 1937). 

Dari wilayah Bekasi, santri Hadratussyekh adalah KH Ma’mun Nawawi. Kiai tersebut, dikenal ahli ilmu falaq dan terampil menulis. Karya tulisnya yang berbahasa Sunda masih tersebar ke berbagai pesanntren lain. 

Kemungkinan besar, masih ada banyak santri Hadratussyekh yang masih tercantum dalam tulisan ini. Perlu penelitian lebih lanjut untuk menggambarkan pergerakan NU di wilayah Jawa Barat. 

Penulis: Abdullah Alawi
Editor: Fathoni Ahmad