Kisah Dai Internasional LD PBNU, Keliling Australia dan New Zealand dari Ramadhan hingga Lebaran
Rabu, 9 April 2025 | 20:00 WIB
Sydney, NU Online
Suatu pagi menjelang siang di bulan Ramadan lalu, Rabu 12 Maret 2025, saya bersama Mas Adi meluncur melalui M5 Motorway menuju Sydney Airport untuk menjemput seorang tamu. Kami berdua adalah bagian dari tim yang menjadi representasi Nahdlatul Ulama New South Wales (NU NSW) untuk mengawal kegiatan safari dai internasional utusan Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) di area Sydney. Sosok yang kami jemput itu adalah Ustadz Muhammad Azlan Lubis, seorang dai muda dari Tanjung Balai, Sumatera Utara, yang dijadwalkan melaksanakan safari dakwah di Sydney antara tanggal 12 sampai 20 Maret 2025.
Di bandara, sudah ada Ustad Wendi selaku ketua NU NSW sekaligus ketua tim kami, yang menemani Ust. Azlan. Kami pun bertemu, lalu meninggalkan bandara untuk mengantar Ustad Wendi ke rumah, karena dia tadi ke bandara naik transportasi umum. Dia harus cepat pulang karena telah ditunggu urusan yang lain. Demikianlah kami di Sydney, sama-sama memiliki kesibukan masing-masing. Pun kegiatan pengawalan safari dakwah ini, kami sesuaikan dengan longgarnya waktu yang kami punya.
Hari telah menjelang siang, sementara agenda berikutnya adalah silaturahmi sore hari sekaligus buka bersama di rumah Ustad Ubad, selaku koordinator pengajian Forum Kaifa NU NSW. Tugas saya dan Mas Adi siang itu adalah mengisi waktu sebelum Ustad Azlan sampai ke rumah Ustad Ubad. “Kalau tidak puasa, kitab bisa ke warung kopi atau mencari makan” begitu canda Mas Adi. Lalu saya usulkan saja, kita jamaah dzuhur di Masjid Gallipoli, salah satu masjid Turki di Auburn. Masjid ini menarik dan ikonik arsitekturnya serta jaraknya sesuai dengan agenda mengulur waktu.
Dalam obrolan di perjalanan, Ustad Azlan berbagi cerita tentang pengalaman dakwahnya selama beberapa hari sebelumnya. Dia telah berangkat dari Jakarta pada tanggal 5 Maret 2025 untuk menuju ke Auckland, New Zealand terlebih dahulu. Kemudian ia terbang menuju Sydney pada hari itu, untuk berkegiatan dakwah sampai beberapa hari ke depan. Tak lupa, dai muda ini juga bercerita tentang pengalamannya di Yaman, semasa menempuh studi pada Jurusan Syariah, Universitas Al Ahgaf, Hadramaut.
Sampai di Masjid Galipolli waktu belum masuk dzuhur, tapi sebagian jamaah telah hadir dan sedang dalam kegiatan membaca Al-Qur’an bersama. Tidak sebentar kami berada di masjid ini, sampai menyelesaikan jamaah dzuhur, beserta mengambil beberapa foto dan video untuk kenang-kenangan. Masih ada waktu sampai sore, dan saya sudah menyiapkan satu kegiatan untuk mengisi waktu. Iya, Ustad Azlan saya ajak untuk berziarah ke area makam Muslim di Rookwood Cemetery, yang kebetulan letaknya searah menuju rumah Ustad Ubad di Bankstown.
Makam Rookwood adalah komplek pekuburan terbesar di Australia, kira-kira luasnya sekitar 1,5 kilometer dikalikan 2 kilometer. Pemakaman yang digunakan mulai tahun 1867 ini menyertakan banyak bagian-bagian komplek berdasarkan identitas, salah satunya adalah area untuk Muslim. Saat di awal-awal kedatangan saya di Sydney, saya sudah mengunjunginya, untuk mendoakan para Muslimin dan Muslimat yang telah mendahului dan dimakamkan di sini. Hari itu saya mengunjunginya lagi bersama Ustad Azlan, di mana dia saya minta memimpin rangkaian tahlil tapi tidak bersedia. Akhirnya kami bagi tugas, saya yang memimpin rangkaian tahlil, dia yang membaca doa.
Waktu belum terlalu sore, tapi kami sudah tiba di Bankstown, tempat rumah Ustad Ubad berada. Lalu kami melipir sebentar ke pusat perbelanjaan, untuk mencari sesuatu yang dibutuhkan Ustad Azlan. Setelah tiba saatnya kami sampai di rumah Ustad Ubad, masih ada waktu sebelum maghrib untuk Ustad Azlan beristirahat. Saya dan Mas Adi pun pamit pulang, tapi malam harinya saya kembali ke Bankstown lagi. Di satu warung kopi dekat rumah Ustad Ubad, kami berkumpul lagi bersama Ustad Azlan untuk mengobrol santai, sambl ditemani Ustad Faiz, alumni Pesantren Lirboyo yang juga bagian dari tim.
Safari Dakwah di Sydney
Pada hari kedua di Sydney, Ustad Azlan menjalani kegiatan rangkaian buka bersama sampai tarawih berjamaah di satu komunitas pengajian Indonesia. Lokasi kegiatan ada di Minchinburi, yang kira-kira jaraknya 30-an kilometer dari Bankstown. Yang mengawal kegiatan ini adalan Ustad Yusdi Maksum yang merupakan mantan Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia dan New Zealand. Malam harinya dia diajak mengunjungi ajang festival kuliner di Lakemba Night during Ramadan yang terkenal itu. Ajang ini bisa dikatakan satu simbol perayaan Ramadhan paling terkenal di Sydney, bahkan Australia, diselenggarakan di suburb Lakemba yang penduduk Muslimnya memiliki prosentase tinggi.
Hari-hari berikutnya Ustad Azlan disibukkan di kegiatan dakwah lain, semisal menjadi imam dan khatib shalat Jumat di komunitas Muslim Indonesia yaitu jamaah Ashabul Kahfi serta menjadi pembicara dalam pengajian Nuzulul Qur'an di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Sydney. Dia juga sempat menjadi tamu dalam siaran The Muslim Community Radio atau terkenal dengan nama 2MFM, satu stasiun radio yang berlatar belakang organisasi Darul Fatwa Australia. Selain di radionya, dia juga berkunjung ke kediaman Syaikh Salim Alwan yang merupakan pemimpin organisasi tersebut.
Di ‘rumah sendiri’, tentu saja Ustad Azlan menjadi inti dari kegiatan Ramadan dari komunitas Nahdlatul Ulama di Sydney khususnya, atau provinsi New South Wales umumnya. Pengajian dengan nama Forum Kaifa adalah kegiatan rutinan dari komunitas ini yang secara resmi berada di bawah bendera NU NSW. Pada Sabtu 15 Maret, Forum Kaifa menyelenggarakan pengajian Ramadan dengan rangkaian kegiatan mulai dari buka bersama sampai jamaah shalat tarawih.
Dalam pengajian Forum Kaifa, Ustad Azlan adalah yang mengisi tausiah sekaligus menjadi imam dari segenap jamaah shalat yang ada. Dalam tausiahnya, dia memperkenalkan diri tentang program dai internasional LD-PBNU yang meloloskannya melalui proses seleksi. Sebenarnya selain dia, ada juga dai dari program yang sama di Australia, namun ditugaskan di provinsi yang berbeda. Pesan yang disampaikan dalam tausiah sendiri terkait bagaimana pentingnya kita memohon ampun kepada Allah, khusunya di paruh kedua bulan Ramadan melalui doa Allāhumma innaka ‘afuwwun tuḥibbu al-‘afwa fa‘fu ‘annī.
Selain di pengajian Forum Kaifa, Ustad Azlan juga mengunjungi kegiatan buka bersama lain yang juga masih di ‘rumah sendiri’. Kali ini agendanya diselenggarakan di kediaman Ustad Emil Idad, yang merupakan Rais Syuriyah PCINU Australia dan New Zealand. Pada hari-hari awal di Sydney, Ustad Azlan menginap di rumah Ustad Ubad, lalu di hari-hari menjelang meninggalkan kota ini, dia tinggal di rumah Ustad Wendi. Selain untuk kegiatan dakwah, ada juga hari yang dilewatkan Ustad Azlan untuk melewatkan city tour di area Sydney. Sudah barang tentu yang menjadi tujuan utama pesiar ini adalah kawasan Opera House, Harbour Bridge dan sekitarnya.
Saat tiba waktunya harus meninggalkan Sydney pada tanggal 20 Maret, Ustad Azlan sebenarnya merasa agak berat. Pasalnya di malam hari tanggal itu ada satu momen menarik, yaitu pertandingan sepakbola antara tuan rumah Australia melawan Indonesia sebagai salah satu agenda kualifikasi Piala Dunia FIFA 2026. Tentu dia ingin menjadi bagian dari peristiwa monumental tersebut. Tapi perjalanan dakwah harus dilanjutkan, maka terbanglah dia melanjutkan safarinya menuju ke Tasmania.
Puasa Ramadhan 31 Hari
Kegiatan safari dakwah Ustad Azlan di Australia dan New Zealand bisa dikatakan sangat padat, hampir sebulan penuh. Sejak awal mula terbang dari Jakarta tanggal 5 Maret 2025 ke Auckland, lalu sampai Sydney tanggal 12, kemudian geser ke Tasmania tanggal 20, ke Auckalnd lagi tanggal 23, kemudian tiba di Wellington tanggal 27 Maret. Di kota Wellington inilah Ustad Azlan melewatkan Hari Raya Idul Fitri, sebelum akhirnya mendarat kembali di tanah air pada tanggal 2 April 2025.
Meski hanya di Sydney selama 9 hari, itu pun tidak setiap hari ketemu, tapi Ustad Azlan tetap saling kontak dengan saya, berbagi cerita pengalaman dakwahnya. Sebelum sampai Sydney, dakwah beberapa hari di Auckland memberinya banyak pengalaman tak terlupakan. Salah satu yang dia ceritakan adalah pengalaman perawatan dan pemakaman jenazah seorang Muslim yang meninggal. Jumlah kaum Muslimin masuk dalam angka minoritas, membuatnya selaku dai yang bukan berstatus mukim harus terlibat dalam prosesi yang menurut dia membawa refleksi diri mendalam soal momen kematian.
Pengalaman di Sydney sendiri adalah hal-hal yang membawa kesan unik sekaligus lucu baginya. Sydney adalah kota metropolis terbesar di Australia dengan iklim multikultural. Tentu saja dalam soal penampilan, orang-orang di Sydney punya seribu satu gaya yang mungkin tak terduga. Bagi Ustad Azlan, hal tersebut membuat satu ‘tantangan’ tersendiri, karena sangat berkebalikan dengan suasana yang dia temui ketika menempuh studi di negeri Yaman. Di Mukalla para perempuan berpakaian tertutup dan mungkin hanya bisa kelihatan matanya, tapi di Sydney tentu tidak seperti itu.
Selepas dari Sydney, Ustad Azlan bergeser ke Tasmania, salah satu bagian negeri Australia yang berupa satu pulau tersendiri, memisah dari daratan utama. Di sini, selain di beberapa masjid, pengalaman dakwah yang berkesan adalah baginya adalah membersamai jamaah pengajian yang dia sebut majelis zikir ‘isbul’. Ternyata istilah ‘isbul’ ini merupakan singkatan dari ‘istri bule’, karena berbasis pada pada muslimah berlatar belakang Indonesia yang telah menikah dengan warga lokal di daerah tersebut yang juga ikut menjadi mualaf.
Dari Tasmania, Australia, ustad Azlan kembali ke New Zealand tepatnya di Auckland yang pernah dia kunjungi sebelumnya. Dari Aucklad dia bergeser kembali ke Wellington sampai saat bulan Ramadan usai berganti dengan bulan Syawal. Yang unik di sini adalah saat dia harus melewatkan puasa Ramadan selama 31 hari. Kisahnya adalah, dia mulai berpuasa di Indonesia pada tanggal 1 Maret, sementara di tanggal itu komunitas muslim Wellington memulai puasa tanggal 2 Maret. Sesampai di Wellington, ternya Idul Fitri dirayakan tanggal 1 April, menggenapkan puasa 30 hari. Itulah makanya, dia mengikuti lebaran di tanggal 1 April tersebut, setelah berpuasa Ramadan selama 31 hari.
Kami mengobrol soal ini melalui pesan Whatsapp. Ustad Azlan mengambil satu rujukan dari kitab Mughni Al Muhtaj, satu referensi fiqih Mazhab Syafi’I karya Imam Al Khatib As Syarbini (-10 H). Dalam kebolehan berpuasa 31 hari karena berpindah tempat ini, saya juga memperhatikan beberapa ulama lain yang mengambil keputusan yang sama. Di antara hadits yang dijadikan dasar kebolehan ini adalah semisal hadits al-ṣaum yawma taṣūmūna, wa-al-fiṭr yawma tufṭirūna serta hadits ṣūmū li-ru’yatihi, wa-aftaṛū li-ru’yatihi. Beda awal puasa ini sempat membuat jamaah muslim Tasmania gundah, karena khawatir kalau Ustad Azlan tidak bisa membersamai mereka di shalat tarawih terakhir serta shalat ied.
Kota Wellington menjadi tujuan terakhir safari dakwah Ustad Azlan di bulan Ramadan dan Syawal 1446 H ini. Dia bercerita ketika hendak pulang ke tanah air, dia maupun jamaah muslim sama-sama terharu karena harus berpisah. Tapi jadwal safari dakwah memang telah usai, dan saat ini dia telah berada di Indonesia. Ketika saya tanya apa kegiatan saat ini, ternyata dia menjawab kalau sedang dalam proses mengambil kursus Bahasa Inggris. Katanya, setelah punya pengalaman berbahasa Inggris untuk dakwah, dia ingin mengasah keterampilan bahasa ini kembali. Rupa-rupanya, dia mengaku kalau ingin datang ke Australia dan New Zealand lagi.
Kontributor: Muhyidin Basroni, sedang menempuh studi di Australia
Terpopuler
1
Kemenag Sebut Tambahan Kuota Petugas Haji 2025 Sebetulnya Menormalkan Kuota
2
Menggabungkan Niat Puasa Syawal dan Puasa Senin Kamis
3
Kelompok Pro-Israel Tuduh YouTuber Ms Rachel Sebarkan Propaganda Antisemit Karena Dukung Palestina
4
Serangan Udara Israel Hancurkan Rumah Sakit Baptis Al-Ahli di Gaza Utara
5
Harga Gabah saat Panen Raya Justru Turun, Guru Besar UGM Ungkap 3 Faktor Penyebabnya
6
Pentingnya Inklusi Digital untuk Pendidikan Berkualitas bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia Timur
Terkini
Lihat Semua