21 Tahun RUU PPRT Mangkrak, Bukti Perhatian Negara Masih Lemah
NU Online · Selasa, 4 November 2025 | 19:45 WIB
Ketua STHI Jentera Derry Prima dalam konferensi pers bertema Orang Muda Desak Prabowo dan DPR Segera Sahkan RUU PPRT yang digelar di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)
Mufidah Adzkia
Kontributor
Jakarta, NU Online
Selama 21 tahun Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) tak kunjung disahkan. Lamanya proses pembahasan ini dianggap sebagai bukti lemahnya perhatian negara dalam melindungi jutaan pekerja rumah tangga (PRT) yang selama ini menjadi salah satu kelompok paling rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan.
Desakan pengesahan kembali disuarakan dalam konferensi pers bertema Orang Muda Desak Prabowo dan DPR Segera Sahkan RUU PPRT yang digelar di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2025).
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggu Hukum Indonesia (STHI) Jentera Derry Prima menilai bahwa selama ini, isu RUU PPRT hanya menjadi alat retorika politik yang dimainkan berulang kali oleh DPR. Menurutnya, meski RUU tersebut kerap dijanjikan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas), capaian legislasi DPR sangat buruk, bahkan tidak mencapai 10 persen.
“Semua bukti sudah ada, tetapi jika bukti tidak cukup, berarti empati para pembuat kebijakan pun tidak ada. Semua data penderitaan PRT hanya dianggap statistik dan angka belaka,” ujarnya.
Derry menambahkan bahwa rendahnya dorongan politik juga disebabkan oleh bias kelas di tubuh DPR. Mayoritas anggota legislatif berasal dari kalangan ekonomi mapan yang cenderung berpihak pada kepentingan majikan daripada PRT.
“Mereka enggan mengatur dirinya sendiri. Padahal, pengesahan RUU PPRT bukan hanya soal hukum, tapi soal keberpihakan moral kepada kemanusiaan,” tegasnya.
Derry mendesak DPR dan pemerintah untuk segera menunjukkan kemauan politik yang berpihak kepada rakyat kecil, bukan hanya wacana manis tanpa hasil nyata.
Senada, perwakilan Suara Muda Kelas Pekerja Partai Buruh, Gabe Tobing, menilai bahwa perjuangan mengesahkan RUU PPRT bukan sekadar solidaritas moral, tetapi bentuk kesadaran politik yang lahir dari pemahaman atas kondisi kerja yang eksploitatif.
“Sekitar empat juta PRT menopang kehidupan jutaan keluarga lain di sektor formal, bekerja hingga 13 jam sehari tanpa jaminan sosial, tanpa cuti, bahkan tanpa pengakuan sebagai pekerja,” ungkap Gabe.
“RUU ini sudah berusia dewasa, 21 tahun, tapi niat kuat pemerintah dan DPR masih belum lahir. Janji pengesahan tiga bulan hanyalah omong kosong,” katanya.
Gabe juga menekankan, di tengah maraknya kekerasan terhadap PRT domestik maupun migran, pentingnya konsolidasi gerakan rakyat untuk menekan negara.
“Kami akan terus bersuara dan turun ke jalan bersama buruh, mahasiswa, perempuan, petani, dan kaum miskin kota hingga RUU PPRT disahkan. Karena hanya solidaritas rakyat yang bisa memaksa negara menunjukkan kemauannya,” pungkas Gabe.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
5
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
6
KH Said Aqil Siroj Usul PBNU Kembalikan Konsesi Tambang kepada Pemerintah
Terkini
Lihat Semua