3 Tahun Tragedi Kanjuruhan, Amnesty Desak Negara Segera Ungkap Fakta dan Tegakkan Keadilan
NU Online · Rabu, 1 Oktober 2025 | 20:00 WIB
Haekal Attar
Penulis
Jakarta, NU Online
Hingga kini, bayang-bayang kelam Tragedi Kanjuruhan saat pertandingan Arema FC melawan Persebaya yang terjadi pada 1 Oktober 2022 masih menghantui publik. Insiden yang menewaskan 131 orang di Stadion Kanjuruhan, Malang, itu belum juga menemukan titik terang dalam hal penegakan keadilan.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut bahwa negara tidak hanya gagal melindungi warganya saat itu, tetapi juga lamban dalam mengungkap kebenaran.
Ia juga mengungkapkan penyesalan mendalam karena hingga hari ini belum ada langkah berarti untuk mengusut tuntas dan menghukum pihak-pihak yang bertanggung jawab.
"Kami kembali mendesak negara untuk mengungkapkan fakta peristiwa dan menegakkan keadilan," tegasnya saat dihubungi NU Online, pada Rabu (1/10/2025).
"Kami menyesalkan mengapa hingga kini, belum ada keadilan untuk mereka yang kehilangan anggota keluarga tercinta. Penggunaan kekuatan yang berlebihan tidak mengalami koreksi," lanjutnya.
Usman menyampaikan bahwa tragedi itu tidak boleh dilupakan begitu saja. Ia menyebutkan bahwa lagu berjudul Kanjuruhan karya Usman and The Blackstones yang dirilis pada 2023 adalah simbol perlawanan dan kritik atas sikap diam negara.
"Lagu 'Kanjuruhan' ialah protes atas ketidakpedulian pengurus negara terhadap jatuhnya ratusan nyawa rakyat dalam Tragedi Kanjuruhan, 1 Oktober 2022," katanya.
Tragedi itu, bagi Usman dan keluarga korban, bukan hanya sekadar catatan sejarah kelam, melainkan luka mendalam yang belum sembuh. Ia menegaskan pentingnya perlawanan dalam menghadapi ketidakadilan yang masih berlangsung.
"Nggak ada perubahan tanpa protes. Nggak ada perubahan tanpa perlawanan. Nggak ada perubahan tanpa sebuah perjuangan. Itulah yang terus dilakukan oleh keluarga korban Tragedi Kanjuruhan," katanya.
Ia menambahkan, tragedi itu mencerminkan krisis yang jauh lebih dalam. Dari ketidakpedulian terhadap kemanusiaan hingga praktik korupsi yang merajalela di dunia sepak bola, Kanjuruhan telah menjadi simbol kegagalan sistemik.
Berdasarkan hasil temuan Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), Nugroho Setiawan. Ia membeberkan sejumlah temuan seperti Kanjuruhan tak layak untuk pertandingan risiko tinggi, akses tangga tak ideal, tidak ada pintu darurat, efek gas air mata, infrastruktur kurang memadai.
Ia mengatakan bahwa efek dari zat yang terkandung dalam gas air mata yang ditembakkan polisi, luka para korban memerlukan waktu paling cepat satu bulan untuk sembuh.
"Tim juga menghubungi korban, melihat korban, bahkan sempat menyaksikan perubahan fenomena trauma lukanya dari menghitam, kemudian memerah dan menurut dokter itu recovery-nya paling cepat adalah satu bulan. Jadi efek dari zat yang terkandung di gas air mata itu sangat luar biasa. Ini juga patut dipertimbangkan untuk crowd control di masa depan," kata Nugroho, 10 Oktober 2022.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua