Nasional

3 Tantangan Perguruan Tinggi Islam dalam Merespons Cara Beragama Masyarakat

Senin, 25 Oktober 2021 | 01:15 WIB

3 Tantangan Perguruan Tinggi Islam dalam Merespons Cara Beragama Masyarakat

Universitas Islam Malang (Unisma) salah satu PTNU terbaik. (Foto: unisma.ac.id)

Jombang, NU Online
Ada tiga tantangan perguruan tinggi Islam dalam menghadapi cara masyarakat beragama. Pertama, mewujudkan Islam Rahmatal Lil Alamin.
 
Hal ini disampaikan Lukman Hakim Saifuddin saat mengisi webinar virtual yang diselenggarakan Pascasarjana Universitas Hasyim Asy'ari Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Ahad (24/10/2021).
 
Menurutnya, perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang pola pembelajarannya diselenggarakan berbeda dengan lembaga di bawahnya. Daya kritis dalam bernalar dan berpikir menjadi napas keberlangsungan belajarnya.
 
"Fenomena beragama yang mengingkari nilai-nilai kemanusiaan merupakan tantangan pertama bagi seluruh umat beragama. Corak beragama yang konfrontasi dan suka mengklaim kebenaran sepihak adalah wujudnya. Cara beragama yang demikian sebenarnya sangat bertentangan dengan tujuan agama yang sesungguhnya," ujarnya.
 
Dikatakan, seharusnya, dari Islam tercipta ketenagan, ketenteraman, kebahagiaan, dan lain sebagainya yang berdampak positif bagi seluruh ciptaan Allah swt. Islam punya visi besar untuk menciptakan ketenteraman bersama.
 
"Menurut KH Husein Muhammad, untuk menuju Islam yang Rahmatan Lil 'Alamin tadi harus memadukan kerja spiritual, moral, intelektual, dan aksi-aksi kemanusiaan," imbuh putra KH Saifuddin Zuhri ini.
 
Ia menambahkan, tantangan perguruan tinggi kedua ialah fenomena munculnya tafsir-tafsir keagamaan. Dalam hal ini terhadap Al-Qur'an dan hadits yang tidak didasari dengan metodologi yang sesungguhnya. Tidak sesuai dengan kaidah yang semestinya diikuti dan dilalui.
 
Akibatnya, pemahamannya menjadi melenceng dari maksud yang sesungguhnya dan hal ini sangat sulit untuk dihindari.
 
Selain itu, klaim kebenaran sepihak terhadap pemahamannya sendiri dan menganggap pemahaman orang lain keliru juga muncul karena adanya fenomena kedua tersebut.
 
"Memaksakan kehendak dan klaim kebenaran sepihak terhadap teks-teks agama berpotensi untuk mengingkari nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga sangat bertolak belakang dengan visi dan nilai keislaman yang sesungguhnya," tegasnya.
 
Mantan Menteri Agama ini menjelaskan, tantangan perguruan tinggi yang ketiga ialah fenomena munculnya orang beragama, berislam, tapi di sisi lain merusak dan mengoyak ikatan kebangsaan.
 
Atas nama agama, ia menolak Pancasila. Padahal, dalam Pancasila tidak ada yang bertentangan nilai-nilai keislaman. Bahkan, sebenarnya Pancasila memuat nilai-nilai keislaman itu sendiri.
 
"Langkah menghadapi ketiga fenomena ini dengan modal intelektualitas dan nalar yang kuat, kemudian menganalisis dan mencari jawaban. Mengamati corak beragama, kemudian menjauhi yang terlalu berlebihan hingga mengingkari nilai-nilai kemanusiaan," tandasnya.
 
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin