68 Anak Jalani Diversi, KPAI Ingatkan Pemenuhan Hak Pendidikan dan Kesehatan
NU Online · Selasa, 30 September 2025 | 17:15 WIB
Rikhul Jannah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono menegaskan pentingnya perlindungan hak-hak anak dalam proses hukum, terutama bagi anak yang terlibat dalam kasus unjuk rasa pada Agustus 2025.
Aris menyebut, dari total 295 anak yang sempat ditahan, sebanyak 214 anak telah dibebaskan dengan pembinaan serta pengawasan orang tua dan Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan (PK Bapas). Sementara 68 anak lainnya menjalani proses diversi sesuai amanat Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
“Keadilan restorative justice adalah keharusan, apalagi menyangkut anak, mereka masih punya masa depan, menjadi lebih baik. UU SPPA mengamanatkan ada upaya diversi dalam setiap tahapan anak bermasalah hukum,” ujarnya kepada NU Online, pada Selasa (30/9/2025).
Aris menegaskan, KPAI terus melakukan pengawasan dan koordinasi dengan pihak berwajib. KPAI juga turut tergabung dalam Tim Pencari Fakta bersama Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM) untuk menindaklanjuti kasus unjuk rasa anarkis tersebut.
Menurutnya, sebagian besar anak yang ditahan tidak memenuhi unsur penahanan. Sesuai aturan, proses penangkapan anak tidak boleh lebih dari 24 jam. Jika lebih, maka status mereka harus ditetapkan sebagai Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), disertai pemberitahuan resmi kepada orang tua, serta adanya hak pendampingan sesuai amanat UU Perlindungan Anak.
“Kita juga temukan anak-anak yang mengalami kekerasan fisik dan psikis, serta perlakuan tidak manusiawi lainnya,” ujar Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) itu.
Aris menyoroti masalah pendidikan dan kesehatan anak pascapenahanan. Menurutnya, beberapa anak mendapat ancaman dikeluarkan dari sekolah, sedangkan pemenuhan hak kesehatan seperti makanan juga tidak optimal, bahkan ada yang hanya makan sekali sehari.
“KPAI sudah mengadvokasi terkait hak pendidikan dengan mengadakan rapat koordinasi (rakor) lintas Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah agar hak pendidikan anak yang terlibat unjuk rasa anarkis tidak dikeluarkan dari sekolah,” ujarnya.
Untuk pemulihan kondisi psikologis, KPAI sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK), serta Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dalam memberikan pendampingan psikososial, pemulihan, dan reintegrasi sosial bagi anak-anak tersebut.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Kemen PPPA, IPK, HIMPSI untuk pendampingan psikososial, untuk pemulihan dan reintegrasi sosial,” pungkas Aris.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua