Aksi Mahasiswa Tolak Gelar Pahlawan Soeharto Diwarnai Ketegangan dengan Aparat
NU Online · Jumat, 14 November 2025 | 21:30 WIB
Aksi mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Ciputat Melawan Impunitas (ACMI) di Jakarta, Jumat (14/11/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)
Mufidah Adzkia
Kontributor
Jakarta, NU Online
Aksi mahasiswa yang menolak pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, berlangsung tegang setelah aparat kepolisian membubarkan massa di kawasan Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (14/11/2025).
Aksi itu digelar Aliansi Ciputat Melawan Impunitas (ACMI) sebagai bentuk penolakan terhadap keputusan pemerintah yang dinilai mengabaikan sejarah kelam Orde Baru.
Koordinator Lapangan ACMI, Ainul Yaqin, menyatakan bahwa penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional bertentangan dengan akal sehat publik dan mencederai nurani masyarakat.
“Tentu pemberian gelar Soeharto sebagai pahlawan itu sudah melanggar banyak aspek. Bukan hanya aspek politik, ya, aspek nurani kita. Bayangkan bagaimana mungkin seorang pelanggar HAM, penjahat, koruptor tulen pada masanya itu dijadikan pahlawan. Jadi satu yang anomali,” ujarnya.
Menurutnya, keputusan tersebut menunjukkan standar moral dan politik negara yang sangat rendah.
“Kalau kenapa korupsi, kolusi, dan nepotisme sampai hari ini masih ada? Wajar pahlawannya Soeharto. Benchmark-nya itu rendah banget. Kacau lah. Kita enggak bisa berkata-kata ketika melihat Soeharto ditetapkan sebagai pahlawan oleh Prabowo, dan sifatnya sangat politis,” sambungnya.
Ainul juga mengkritik tindakan aparat yang mengusir massa aksi dari titik awal yang direncanakan, yaitu Istana Merdeka. Ia menyebut alasan aparat adalah karena adanya kunjungan tamu negara yang dinilai tidak masuk akal.
“Hari ini ada bentrokan antara polisi dan mahasiswa, bahkan sampai ada yang baku pukul. Ini sangat berbahaya bagi kita yang sedang menyuarakan aspirasi. Ini kebebasan berekspresi. Kita aksi damai, tidak ditunggangi siapa pun,” katanya.
Ia menilai tindakan aparat tersebut sebagai bentuk represivitas yang nyata.
“Kita diusir padahal tidak melanggar undang-undang. Ini alasan polisi yang sangat enggak masuk akal. Dan bagi saya ini adalah bentuk represivitas yang nyata,” tegasnya.
Ketegangan antara mahasiswa dan aparat pun tidak terhindarkan. Ainul mengonfirmasi adanya bentrokan singkat, meski massa tetap berusaha menjaga aksi tetap damai. Ia menegaskan bahwa aksi ACMI merupakan simbol penolakan masyarakat terhadap upaya pelanggengan impunitas di Indonesia.
“Meskipun dihadang, ini simbol ketidaksetujuan masyarakat Indonesia. Ini simbol perlawanan. Ini simbol bahwa rakyat Indonesia masih cinta bangsanya. Kalau kita tidak cinta, untuk apa kita aksi?” ujarnya.
Ainul menambahkan, generasi muda memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga ingatan sejarah dan menolak distorsi yang didorong kepentingan politik.
“Kami tidak mau terjebak dalam lingkar setan ketika mengakui Soeharto sebagai pahlawan. Ini komitmen cinta kami sebagai kaum terdidik yang mengerti sejarah,” pungkasnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua