Apa Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi menurut Islam?
NU Online · Senin, 29 Desember 2025 | 16:00 WIB
Husnul Khotimah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Pergantian tahun sering dimaknai masyarakat sebagai momen refleksi sekaligus perayaan. Namun, dalam pandangan Islam, perayaan tahun baru tidak bisa dilepaskan dari rambu-rambu syariat agar tidak terjebak pada perilaku yang bertentangan dengan nilai keislaman.
A Zaeini Misbaahuddin Asyuari dalam artikelnya yang berjudul Rayakan Tahun Baru? Hati-Hati, Ternyata Begini Hukumnya dalam Kajian Islam menjelaskan bahwa secara hukum, merayakan tahun baru tidaklah haram secara mutlak.
"Setelah menelaah berbagai literatur, dijumpai keterangan perihal kebolehan merayakan momentum tahun baru selama tidak diisi dengan kemaksiatan seperti tindakan huru-hara, balap liar, tawuran, pacaran dan lain sebagainya," tulisnya dikutip pada Ahad (28/12/2025).
Ia menegaskan bahwa tradisi menyambut pergantian tahun, menurutnya, masuk dalam ranah adat atau kebiasaan sosial, bukan ibadah mahdhah, sehingga hukumnya bergantung pada cara dan isi perayaannya. Zaeini menulis bahwa larangan baru berlaku ketika perayaan tersebut diiringi tindakan negatif seperti pesta minuman keras, pergaulan bebas, tawuran, atau hura-hura yang melalaikan kewajiban agama.
Ia lantas mengutip pendapat Guru Besar Al-Azhar Asy-Syarif serta Mufti Agung Mesir Syekh Athiyyah Shaqr (wafat 2006 M) dalam kompilasi fatwa ulama Al-Azhar.
"Lalu bagaimanakah hukum memperingati dan merayakannya bagi seorang muslim? Tak diragukan lagi bahwa bersenang-senang dengan keindahan hidup yakni makan, minum dan membersihkan diri merupakan sesuatu yang diperbolehkan selama masih selaras dengan syariat, tidak mengandung unsur kemaksiatan, tidak merusak kehormatan, dan bukan berangkat dari akidah yang rusak.” Demikian dikutip Zaeini dari kitab Wizarah Al-Auqof Al-Mishriyyah, Fatawa Al-Azhar.
Lebih lanjut, Zaeini juga mengutip pendapat ulama Al-Azhar dan sejumlah ahli hadis yang memandang ucapan selamat tahun baru sebagai hal yang diperbolehkan. Ia menyebut bahwa mengucapkan “selamat tahun baru” tidak dapat dikategorikan sebagai bid’ah tercela, selama tidak diyakini sebagai bagian dari ritual keagamaan tertentu. Dalam konteks ini, pergantian tahun justru dianjurkan untuk dijadikan sarana muhasabah atau introspeksi diri agar kehidupan ke depan menjadi lebih baik dan bermakna.
Pandangan moderat tersebut sejalan dengan imbauan yang disampaikan oleh Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan KH Ahmad Fahrur Rozi menekankan pentingnya menjadikan malam pergantian tahun sebagai momen kebersamaan yang sederhana dan bernilai ibadah. Ia mengajak masyarakat untuk merayakan tahun baru bersama keluarga, tetangga, atau komunitas dengan kegiatan yang menenangkan dan mendekatkan diri kepada Allah swt.
“Malam pergantian tahun sebaiknya diisi dengan kegiatan yang positif semisal tafakur dan berdzikir kepada Allah. Hindari kegiatan hura-hura yang tidak perlu,” tuturnya dalam artikel berjudul Ketua PBNU: Rayakan Malam Tahun Baru 2024 Bersama Keluarga dan Hindari Hura-Hura.
Menurut Gus Fahrur, sapaan akrabnya, umat Islam seharusnya tidak terjebak pada euforia berlebihan yang justru mengikis nilai spiritual. Ia juga mengingatkan bahwa Islam memiliki kalender Hijriah sebagai rujukan utama dalam ibadah, sehingga perayaan tahun baru Masehi hendaknya tidak dimaknai sebagai sesuatu yang sakral atau dirayakan secara berlebihan dan konsumtif.
Hal serupa juga ditekankan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sidoarjo, H Maskhun. Ia mengingatkan masyarakat agar tidak merayakan tahun baru secara berlebihan. Ia juga menegaskan bahwa Islam tidak melarang umatnya bergembira, namun menolak sikap berlebih-lebihan yang justru membawa mudarat.
“Orang-orang yang suka berlebihan itu temannya setan. Islam tidak melarang merayakan sesuatu tetapi yang jelas tidak madlarat,” ujar H Maskhun dikutip dari artikel berjudul PCNU Sidoarjo Imbau Masyarakat Tak Berlebihan Rayakan Tahun Baru.
Ia juga menganjurkan agar perayaan tahun baru diisi dengan kegiatan positif seperti dzikir, shalawat, dan doa bersama, bukan aktivitas yang berpotensi menimbulkan kerusakan moral maupun sosial.
Berdasarkan berbagai pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Islam tidak menutup ruang bagi umatnya untuk menyambut pergantian tahun. Namun, perayaan tersebut harus tetap berada dalam koridor syariat, menjauhi kemaksiatan, dan mengedepankan nilai kemanfaatan. Tahun baru idealnya dijadikan momentum refleksi diri, memperbaiki niat, serta memperkuat hubungan dengan Allah dan sesama manusia, bukan sekadar ajang hura-hura yang melalaikan.
Terpopuler
1
Kronologi Persoalan di PBNU (9): Tabayun Kiai Miftach, Tanggapan Gus Yahya, dan Pertemuan di Lirboyo
2
PBNU Adakan Silaturahmi Syuriyah-Tanfidziyah di Kediaman Rais Aam Hari Ini
3
PBNU Kembali Guyub, Sepakat Bersama Sampai Akhir Kepengurusan
4
Silaturahmi PBNU di Kediaman Rais Aam, Pengurus Mulai Berdatangan
5
Pesan Terakhir KHR Asnawi Kudus untuk Pengurus dan Warga NU: Jangan Merasa Pintar Sendiri!
6
Sebulan Banjir Sumatra: Korban Meninggal Tembus 1.137 Jiwa, 457 Ribu Warga Mengungsi
Terkini
Lihat Semua