Jakarta, NU Online
Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Mohammad Nuh mengemukakan potensi wakaf yang akan dikelola oleh BWI sehingga menjadi produktif. Menurut M Nuh, pada 2018 terdapat hampir 5 miliar meter persegi tanah dengan beragam ukurannya, mulai dari ukuran puluhan meter sampai ribuan hektare, namun pemanfaatan tanah tersebut belum optimal.
"Nah, ini yang menjadi potensi yang ada di tangan ini mau kita transform, sehingga menjadi produktif," kata M Nuh pada acara media gathering dan bincang wakaf produktif di Hotel Mercure Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (14/5).
Adapun tahapan agar tanah ini menjadi produktif setidaknya dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, membereskan status tanah wakaf. Sebab menurutnya, masih terdapat tanah yang belum bersertifikat. Untuk mempercepat proses sertifikat ini, pihaknya mengaku bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Saya sudah ketemu dengan beliau (Menteri Agraria dan Tata Tuang Sofyan A Djalil) untuk mempercepat sertifikat tanah wakaf, sehingga statusnya jelas," ucapnya.
Kedua, lokasi tanah wakaf. Menurutnya, hingga sekarang masih banyak tanah wakaf yang peruntukannya hanya untuk sosial, seperti masjid dan pendidikan. Padahal, sambungnya, peruntukkan tanah wakaf juga bisa untuk komersialisasi.
Ia menyebut contoh kasus tanah wakaf Said Na'um di Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang tidak dapat dimanfaatkan dengan baik, yakni hanya untuk sosial. Menurutnya, tanah tersebut awalnya 7 hektare, kemudian seiring berjalannya waktu, kini tinggal 3,5 hektare. Ia melanjutkan, kalau pemanfaatannya hanya untuk masjid dan sekolahan, maka tidak bisa membiayai dirinya sendiri karena terbatas biayanya.
Dalam upaya memaksimalkan pemanfaatan tanah tersebut, pihaknya mengaku sudah mengajukan izin ke Gubernur DKI Jakarta untuk mengubah Rencana Umum Tata Ruang (RUTR). "Di samping untuk sosial, juga untuk komersial, sehingga di situ bisa didirikan bangunan-bangunan bisnis. Hasil dari bisnisnya itu tadi itu dipakai untuk kegiatan sosialnya," ucapnya.
Selain itu, potensi wakaf yang dinilai tak kalah penting, ialah berupa wakaf uang (cash wakaf). Ia mengatakan, wakaf uang ini jumlahnya tidak dibatasi. Begitu juga dengan waktunya yang dinilai bisa fleksibel atau bersifat sementara. "Hal ini bisa dilaksanakan karena diperbolehkan oleh Dewan Syariah Nasional. Contohnya, wakif (pihak yang melakukan wakaf) mewakafkan 100 juta rupiah untuk 5 tahun, nanti uang tersebut bisa kembali lagi," jelasnya.
Upaya itu dilakukan dengan kerja sama antara BWI, Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan meluncurkan wakaf link sukuk.
Wakaf link sukuk merupakan salah satu bentuk investasi sosial di Indonesia di mana wakaf uang yang dikumpulkan oleh BWI selaku nadzir melalui BNI Syariah sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU) akan dikelola dan ditempatkan pada instrumen Sukuk Negara atau SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) yang diterbitkan oleh Kemenkeu.
"Panjenengan terima duit, belikan sukuk, dapat 9 persen. Pemerintah juga senang karena ada cash yang dipakai untuk mendanai pembangunan. Nah, (program) ini sedang berjalan," ucapnya. (Husni Sahal/Muiz)