Nasional

Bangun Kesadaran Kritis Pemuda, Langkah Akhiri Politik Identitas

Selasa, 30 Juli 2019 | 13:45 WIB

Bangun Kesadaran Kritis Pemuda, Langkah Akhiri Politik Identitas

Romo Benny Susetyo (tengah).

Jakarta, NU Online
Dunia politik Indonesia masih kuat diwarnai dengan politik identitas. Gagasan pembangunan yang dicanangkan tidak lagi menjadi perhatian. Hanya beberapa faktor latar belakang identitas personal yang menjadi patokan sehingga nirsubstansi. Tak ayal, kualitas orang ke depan tidak menjadi nilai yang penting. Sebab, kemampuan memanipulasi banyak orang dapat mengubah banyak hal.

Demikian dikatakan Romo Benny Susetyo, Staf Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), saat dialog kepemudaan di Universitas Indonesia (UI), Gedung IASTH, Jalan Salemba Raya, Jakarta beberapa waktu lalu.

Keadaan semacam itu, lanjut Romo Benny, hanya menjadikan masyarakat sebagai objek dan korban belaka. Mereka tidak dilibatkan dalam sebuah pembangunan demi kemajuan negara dan bangsa. Wajah media sosial yang penuh coretan kebencian dan argumentasi irasional mau tidak mau harus dikonsumsi sebagai sajian setiap hari. Tapi anehnya, warganet menikmati dan ikut menyebarkannya.

Melihat fakta-fakta tersebut, Romo Benny berpendapat, pemuda harus tampil untuk memunculkan solusi konkret dalam mewujudkan cita-cita bersama menjalani hidup dengan aman, nyaman, dan tentram. 

Para pemuda harus keluar dari situasi demikian agar tidak terjebak dalam lingkaran rekayasa politik. Artinya, para pemuda harus cerdas dan selektif supaya memahami mana jebakan, ilusi, atau hanya dimanfaatkan saja oleh para politisi. Menurutnya, beberapa waktu ke depan pertarungan politik di negeri ini akan tetap diwarnai politik identitas. Menguatnya politik identitas akan membawa ‘konsekuensi emosional.’

Oleh karena itu, pria kelahiran Malang 50 tahun yang lalu itu meminta agar para pemuda harus dibangun kesadaran kritisnya untuk menghentikan gelombang politik identitas tersebut. “Ke depan memang, bagaimana anak muda harus membangun kesadaran kritis,” jelasnya pada diskusi yang digelar pada Rabu (24/7) itu.

Romo Beny mengungkapkan, hal tersebut harus ditularkan melalui komunitas-komunitas dengan keaktifannya menggelar kegiatan bagi kaula muda. “Bagaimana harus membangun komunitas yang membuat kegiatan masif di kalangan anak muda,” katanya.

Di samping itu, penulis buku Hancurnya Etika Politik itu juga mengungkapkan, merajut kebersamaan dan internalisasi nilai-nilai menjadi penting guna menghentikan politik identitas. Pasalnya, dua hal tersebut menahan masyarkat untuk menjadi agen yang menyalurkan kebencian.

Sementara itu, Founder Positive Movement, Inayah Wahid, yang juga menjadi narasumber mengungkapkan, peningkatan literasi menjadi hal penting yang harus dilakukan untuk mengakhiri persoalan tersebut. Selain itu, pengarusutamaan konten kreatif yang bersifat inklusif dan moderat juga menjadi hal yang tak kalah penting mengingat saat ini telah memasuki era digital. (Syakir NF/Muchlishon)