Berbagai Tradisi setelah Berhaji, Ada Mappatoppo sampai Ganti Panggilan
Ahad, 17 Juli 2022 | 23:00 WIB
Muhammad Faizin
Penulis
Jakarta, NU Online
Ada berbagai tradisi dalam masyarakat Indonesia saat seseorang telah menyelesaikan rangkaian ibadah haji di Tanah Suci Makkah. Di antaranya dilakukan oleh masyarakat Bugis Makassar dengan tradisi Mappatoppo atau dikenal dengan wisuda haji.
Mappatoppo adalah sebuah prosesi selesainya ibadah haji yang disimbolkan dengan meletakkan peci atau mengenakan surban pada jamaah laki-laki. Sementara jamaah haji perempuan dengan menggunakan cipo-cipo atau kerudung.
Tradisi ini merupakan simbol transformasi seseorang dari sebelum haji menjadi haji dengan telah menyempurnakan rukun Islam. Dengan transformasi ini diharapkan seseorang yang telah menjalankan rukun Islam yang kelima ini bisa lebih baik lagi di masa-masa yang akan datang.
Baca Juga
Kisah Ulama Berhaji Tanpa ke Tanah Suci
Tradisi ini dilakukan di sektor 2 yang menjadi tempat menginap jamaah dari embarkasi Ujung Pandang. Prosesi dan suasana tradisi Mappatoppo ini dapat juga dilihat pada video di laman Facebook NU Online yang diunggah pada Ahad (17/7/2022).
Dalam video para petugas secara bergantian mengenakan peci kepada para jamaah. Setelah itu mereka saling bersalaman dan acara ditutup dengan doa.
Selain Mappatoppo, ada tradisi lain yang dilakukan masyarakat Lampung saat seseorang telah berhaji. Hal ini diungkapkan salah satu petugas haji daerah Lampung Barat H Pairozi kepada NU Online, Rabu (13/7/2022).
Pairozi yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lampung Barat mengatakan bahwa setelah melaksanakan rangkaian rukun dan wajib haji di Tanah Suci Makkah, seseorang menyandang status ‘haji’. Hal ini sekaligus menandai paripurnanya keislaman seseorang dengan telah melaksanakan rukun Islam yang kelima.
Dalam tradisi Lampung, rampungnya prosesi haji ini juga ditandai dengan berubahnya panggilan keseharian dari orang tersebut.
"Status sosial pun berubah, yang semula dipanggil Atin berubah menjadi Atin Aji, yang Udo menjadi Udo Aji, yang Abang menjadi Abang Aji, yang adek menjadi Adek Aji," jelasnya.
"Para Jamah perempuan pun serupa, yang semula berstatus sosial Cik Wo berubah menjadi Cik Wo Aji, yang sebelumnya Wo berubah menjadi Wo Aji, yang Cik Ngah menjadi Cik Ngah Aji, yang Ngah menjadi Ngah Aji," imbuhnya.
Namun, ia menegaskan bahwa perubahan status seperti ini bukanlah sesuatu yang menjadi tujuan para jamaah haji. Hal ini merupakan bentuk penghormatan dari masyarakat Lampung kepada seseorang yang sudah berhaji. Hal ini menandakan bahwa seseorang telah paripurna melaksanakan rangkaian amaliah ibadah yang merupakan rukun Islam yang kelima ini.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua