Buku Reset Indonesia Soroti Peran Penting Intelektual Organik untuk Perkuat Politik Warga
NU Online · Ahad, 5 Oktober 2025 | 04:00 WIB
Zen RS saat memaparkan isi buku Reset Indonesia: Gagasan Tentang Indonesia Baru, di Pos Bloc, Jakarta Pusat, pada Sabtu (4/10/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)
Mufidah Adzkia
Kontributor
Jakarta, NU Online
Buku Reset Indonesia: Gagasan Tentang Indonesia Baru menyoroti peran penting intelektual organik untuk memperkuat politik warga.
Esais Zen Rahmat Sugito (Zen RS) menilai, buku Reset Indonesia sebagai katalog bagi para intelektual organik, yakni sosok-sosok yang berasal dari kampung, pulau, atau suku, dan mampu mengartikulasikan persoalan masyarakatnya sendiri.
Zen menegaskan bahwa intelektual organik bukanlah produk perguruan tinggi, institusi pers, maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
"Intelektual organik adalah orang yang mampu mengartikulasikan problem-problem masyarakatnya dan mereka harus berasal dari kelas sosialnya, dari kampungnya, dari pulaunya, dari sukunya sendiri,” tegas Zen saat peluncuran buku di Pos Bloc, Sawah Besar, Jakarta, Sabtu (4/10/2025).
Wajah asli politik rakyat
Zen menjelaskan, intelektual organik adalah mereka yang lahir dan hidup di kelas sosialnya sendiri. Mereka menjadi wajah asli politik rakyat dan seharusnya memimpin gerakan politik warga.
“Kalau kita mau memperkuat politik warga, mereka yang harus memimpin, bukan kita yang ada di sini,” ujarnya.
Zen juga mengutip pemikiran Antonio Gramsci mengenai bagaimana kekuasaan bekerja melalui senso comune atau akal sehat.
Menurutnya, senso comune menjadi perangkat paling mematikan dari kekuasaan karena membuat masyarakat percaya pada hal-hal yang terasa wajar, padahal sebenarnya membatasi imajinasi politik.
“Contohnya, demo boleh, tapi jangan merusak; politik cukup lewat pemilu lima tahunan; perubahan bisa dicapai lewat policy brief. Semua itu terasa masuk akal, tapi di situlah politik dikeringkan dari darah dan api,” jelasnya.

Kunci kebangkitan politik warga, lanjut Zen, adalah menggeser senso comune menuju good sense atau akal sehat yang lahir dari pengalaman dan realitas rakyat, bukan dari bahasa yang elitis.
“Good sense adalah nalar sehat yang tumbuh dari tubuh, dapur, kontrak kerja, tanah, air, dan malam-malam panjang menjaga posko,” tutupnya.
Pada kesempatan tersebut, Zen kembali menekankan bahwa buku Reset Indonesia bukan sekadar catatan perjalanan, melainkan katalog para intelektual organik yang bergulat dengan realitas hidup sehari-hari.
“Reset Indonesia adalah buku yang berisi katalog para intelektual organik yang harus kita baca perlahan-lahan. Kalian bisa abaikan seluruh kalimatnya Dandhy Laksono dan Farid Gaban, tapi ingat baik-baik semua nama yang ditemui mereka di halaman-halaman buku ini. Di sanalah kita menemukan apa yang disebut intelektual organik,” pungkas Zen.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua