Nasional

DPR Minta Maaf Tak Bisa Akomodasi Semua Masukan Masyarakat Sipil dalam RKUHAP

NU Online  ·  Kamis, 13 November 2025 | 22:00 WIB

DPR Minta Maaf Tak Bisa Akomodasi Semua Masukan Masyarakat Sipil dalam RKUHAP

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman usai mengesahkan RUU KUHAP menuju Sidang Paripurna, Kamis (13/11/2025). (Foto: NU Online/Fathur)

Jakarta, NU Online

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyampaikan permohonan maaf kepada publik, khususnya kepada Koalisi Masyarakat Sipil, karena tidak semua aspirasi dapat diakomodasi dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).


Permintaan maaf tersebut disampaikan setelah Komisi III bersama pemerintah menyepakati RUU KUHAP untuk dibawa ke pembicaraan tingkat II, atau tahap pengesahan dalam Rapat Paripurna DPR RI.


“Tentu kami mohon maaf bahwa tidak bisa semua masukan dari semua orang kami akomodir di sini, karena memang DPR memiliki keterbatasan,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/11/2025).


Ia mengakui bahwa di internal DPR sendiri pun tidak semua keinginan anggota dapat disatukan sepenuhnya.


“Bahkan tidak semua keinginan kami masing-masing bisa diakomodir di sini,” sambungnya.


Habiburokhman menilai proses legislasi di parlemen memang sarat dengan kompromi antarfraksi dan antaraspirasi. Hal tersebut, menurutnya, merupakan bagian yang tidak dapat dihindari dalam sistem demokrasi yang menuntut titik temu di antara berbagai pandangan politik.


“Inilah realitas parlemen, kita harus saling berkompromi. Kita menerima pikiran-pikiran rekan-rekan dalam konteks kompromi yang positif, menerima pikiran rekan-rekan tapi memang tidak bisa semua,” tuturnya.


Ia menegaskan, RUU KUHAP disusun bukan sekadar pembaruan hukum acara pidana, tetapi juga untuk memperkuat pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026.


“Kami akan maksimalkan ini sebagai pendamping dari KUHP yang akan berlaku 2 Januari 2026,” tegasnya.


Habiburokhman memastikan bahwa sejumlah substansi penting dalam RUU KUHAP telah disepakati bersama pemerintah. Di antaranya mencakup penguatan prinsip restorative justice, penegasan peran advokat, serta perlindungan hak-hak tersangka dalam proses hukum.


“Itu merupakan mekanisme kontrol untuk mengatur, memantau, dan mencegah abuse of power yang dilakukan aparat penegak hukum,” pungkasnya.


Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan bahwa penyusunan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) telah dilakukan secara terbuka dan partisipatif.


Ia menegaskan bahwa pemerintah melibatkan berbagai unsur masyarakat dalam proses pembahasannya, mulai dari akademisi, praktisi hukum, lembaga penegak hukum, organisasi profesi, hingga kelompok rentan seperti penyandang disabilitas.


“Seluruh proses penyusunan RUU KUHAP dilaksanakan secara partisipatif dan terbuka dengan melibatkan akademisi, praktisi hukum, lembaga penegak hukum, organisasi profesi, masyarakat sipil, serta kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas,” ujar Prasetyo saat menyampaikan pandangan pemerintah dalam pembicaraan tingkat pertama RUU KUHAP di Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).


Ia menambahkan bahwa keterlibatan luas berbagai kalangan tersebut mencerminkan semangat demokrasi hukum di Indonesia.


Menurutnya, pembentukan hukum tidak bisa hanya dipandang sebagai hasil kerja lembaga negara semata, tetapi juga merupakan buah dari kesadaran hukum dan partisipasi publik.


“Proses ini menunjukkan bahwa pembentukan hukum bukan hanya kerja lembaga negara, tetapi juga hasil dari kesadaran hukum dan aspirasi masyarakat Indonesia,” lanjutnya.


Prasetyo berharap, KUHAP yang baru dapat menjadi fondasi hukum acara pidana yang responsif terhadap perubahan zaman, sekaligus menjamin keadilan dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum nasional.


“Dengan demikian, RUU KUHAP diharapkan menjadi fondasi hukum acara pidana yang responsif terhadap perkembangan zaman, menjamin keadilan, dan memperkuat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum nasional,” ujarnya.


Ia menjelaskan bahwa RUU KUHAP memuat berbagai pembaruan penting. Di antaranya, penguatan perlindungan hak asasi manusia, digitalisasi proses hukum, pengakuan bukti elektronik, serta pengawasan ketat terhadap upaya paksa dan penetapan tersangka guna mencegah penyalahgunaan wewenang.


“Selain itu, RUU ini memperkenalkan konsep plea bargaining dan deferred prosecution agreement, memperluas penerapan keadilan restoratif, menegaskan pertanggungjawaban pidana korporasi, memperkuat peran advokat, serta menyelaraskan seluruh mekanisme hukum acara dengan KUHP baru agar hukum pidana materiil dan formil berjalan seiring,” pungkasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang