Nasional

F-Buminu Sarbumusi dan LAZISNU Pulangkan Ibu Asal Bekasi yang 3 Tahun Tersiksa di Riyadh

NU Online  ·  Kamis, 4 Desember 2025 | 16:30 WIB

F-Buminu Sarbumusi dan LAZISNU Pulangkan Ibu Asal Bekasi yang 3 Tahun Tersiksa di Riyadh

Ratna Komalasari saat tiba di Jakarta bersama pengurus F-Buminu Sarbumusi, pada Kamis (4/12/2025). (Foto: dok. F-Buminu Sarbumusi)

Jakarta, NU Online

Federasi Buruh Migran Nusantara (F-Buminu) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) bersama Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) berhasil memulangkan Ratna Komalasari (40), pekerja migran Indonesia (PMI) nonprosedural, ibu tiga anak asal Bekasi, yang selama 3 tahun tersiksa di Riyadh, Arab Saudi.


Perempuan yang kehilangan suaminya pada 2021 itu akhirnya bisa kembali ke Indonesia berkat pendampingan F-Buminu Sarbumusi dan LAZISNU. Ia tiba di Bandara Soekarno-Hatta pada hari ini, Kamis 4 Desember 2025, pukul 14.00 WIB.


“Alhamdulillah, hari ini saya bisa kembali ke tanah air. Terima kasih kepada Buminu dan LAZISNU yang sudah membantu saya sejak awal perjuangan ini. Tanpa mereka, mungkin saya tidak akan pernah pulang,” ujar Ratna, sebagaimana rilis yang diterima NU Online.


Kemiskinan dan janji manis sponsor

Kisah getir perempuan ini bermula pada 2021, ketika suaminya meninggal dunia. Dengan tiga anak yang masih kecil dan kondisi ekonomi yang sulit, ia terpaksa mencari cara untuk bertahan hidup.


“Saya bingung bagaimana membiayai anak-anak. Tidak ada pilihan lain. Saya harus bekerja ke luar negeri,” ungkapnya.


Seorang teman kemudian mempertemukannya dengan seorang sponsor bernama Iis, warga Karawang. Dari pertemuan itu, ia dijanjikan pemberangkatan resmi ke Arab Saudi dengan gaji 1.200 riyal (sekitar Rp5 juta). Ia juga dijanjikan uang fee setelah dinyatakan medical fit, yang semakin meyakinkannya untuk berangkat.


Proses keberangkatan yang janggal

Pada 4 September 2022, Ratna dibawa ke Jakarta untuk bertemu seseorang bernama Fahmi, yang disebut sebagai bos salah satu P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia). Di sana, ia diwawancarai dan dijanjikan keberangkatan cepat.


Sejumlah kejanggalan

Ratna diminta berbohong mengenai riwayat operasi sesar. Pembuatan paspor pada 6 September 2022 hanya menggunakan KTP, dan ia diminta mengaku “mau umrah” jika ditanya petugas imigrasi. Bahkan, tidak ada pelatihan bahasa maupun pembekalan kerja.


Meskipun curiga, Ratna menahan semua pertanyaan karena kebutuhan keluarga mendesak. Ia menerima fee sebesar Rp2.300.000 dan kemudian Rp3.900.000 sebelum berangkat.


Penderitaan sejak hari pertama

Ia mendarat di Riyadh pada 16 Oktober 2022. Majikan langsung membawanya ke apartemen. Karena tidak bisa berbahasa Arab, komunikasi menjadi sangat terbatas.


Sejak hari pertama, ia mengalami perlakuan buruk. Di antaranya tidak ada pelatihan atau arahan kerja, bentakan dan penghinaan, kekerasan fisik dengan pukulan dari belakang, tamparan, hingga diseret. Ponsel dan media sosial disadap. Ia juga mendapat fitnah oleh anak majikan dan tekanan mental yang terus-menerus.


“Seminggu pertama saya sudah dipukul dua kali. Saya sabar karena hanya itu yang bisa saya lakukan,” kisahnya.


Puncak penderitaan terjadi pada Ramadhan 2023, ketika ia mengetahui ponselnya dipantau. Semua akses komunikasi ditutup, membuatnya tidak bisa meminta bantuan. Ia sempat membuat video permintaan tolong kepada Presiden secara diam-diam, tetapi situasinya tidak berubah.


Majikan mengancam akan memenjarakannya jika kabur. Ia juga dipaksa tetap bekerja dan diminta membayar 26.000 riyal (sekitar Rp100 juta) bila ingin pulang.


Nyaris jadi korban perdagangan manusia

Pada November 2023, setelah kembali dipukul dari belakang ketika memotong sayur, ia merasa nyawanya terancam. Ia memutuskan kabur dengan bantuan seorang sopir yang direkomendasikan teman mantan PMI.


Namun pelariannya justru membuka babak baru. Ia nyaris diperjualbelikan oleh jaringan yang menampung pekerja migran kabur.


“Tidak terbayang saya bisa dijual. Tapi Allah masih melindungi saya. Ada orang Indonesia yang menolong dan menyelamatkan saya,” katanya.


Meskipun selamat dari ancaman perdagangan manusia, ia tetap hidup dalam kondisi terluka, sakit, dan tanpa uang, sementara anak-anaknya di rumah sangat membutuhkan kabar darinya.


Pendampingan pulang

Titik terang datang ketika F-Buminu Sarbumusi dan LAZISNU mengetahui kasus ini dan memberikan pendampingan penuh. Bantuan yang diberikan meliputi pendampingan hukum, evakuasi dan rute penyelamatan, bantuan logistik dan kesehatan, pengurusan administrasi dan keamanan, koordinasi dengan pihak-pihak terkait.


Berbagai proses panjang itu akhirnya membuatnya bisa kembali ke Indonesia pada 4 Desember 2025.


“Saya sangat berterima kasih kepada Buminu dan LAZISNU. Mereka bukan hanya membantu saya pulang, tapi menyelamatkan hidup saya. Semoga Allah membalas semua kebaikan mereka,” ujar Ratna.


Kini, ia telah kembali ke tanah air. Saatnya ia memulai proses penyembuhan fisik dan batin, serta berharap pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap perlindungan pekerja migran Indonesia agar tragedi serupa tidak kembali terjadi.


Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) F-Bumunu Sarbumusi Ali Nurdin mengatakan bahwa Darurat Perdagangan orang semakin masif sementara perintah belum ada keseriusan untuk mengatasi persoalan ini.


"Ratna hanya salah satu dan masih banyak korban lain yang lebih mengenaskan. Sampai kapan pemerintah diam? Kami tunggu keberanian negara untuk melakukan tindakan serius dan kami siap bekerja sama," tegas Ali Nurdin.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang