Nasional

Fatayat NU Soroti Maraknya Nikah Siri Online, Desak Platform Digital Bertindak

NU Online  ·  Ahad, 23 November 2025 | 22:30 WIB

Fatayat NU Soroti Maraknya Nikah Siri Online, Desak Platform Digital Bertindak

Ketua Umum PP Fatayat NU Margaret Aliyatul Maimunah. (Foto: dok. Fatayat NU)

Jakarta, NU Online

Fatayat Nahdlatul Ulama menyatakan keprihatinan mendalam atas maraknya promosi layanan nikah siri online yang beredar luas di berbagai platform digital.


Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Fatayat NU Margaret Aliyatul Maimunah menegaskan bahwa fenomena ini tidak hanya melanggar ketentuan hukum dan syariat, tetapi juga menimbulkan kerentanan baru bagi perempuan dan anak yang selama ini menjadi kelompok paling terdampak dalam praktik perkawinan tidak tercatat.


Menurut Margaret, narasi yang dibangun oleh penyedia jasa nikah siri online sering kali menyesatkan dan menormalisasi praktik akad nikah tanpa pengawasan yang sah.


Padahal, kata Margaret, pernikahan dalam Islam bersifat mitsaqan ghalizha atau ikatan kokoh yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, bukan transaksi cepat yang berlangsung tanpa kepastian hukum.


"Pernikahan bukan layanan instan. Ia memerlukan verifikasi yang benar, kehadiran wali yang sah, saksi yang memenuhi syarat, serta pencatatan resmi negara,” ujarnya kepada NU Online di Jakarta, Ahad (23/11/25).


Margaret menilai, komersialisasi layanan nikah siri melalui media sosial memunculkan persoalan serius. Banyak perempuan yang akhirnya menjadi korban karena tidak mendapatkan perlindungan hukum, kehilangan hak nafkah, tidak dapat menuntut saat ditinggalkan, bahkan berisiko tidak memperoleh hak waris jika terjadi kematian pasangan.


"Ini bukan hanya pelanggaran aturan negara, tetapi juga pelanggaran terhadap keadilan gender dalam perspektif Islam,” jelasnya.


Ia menambahkan, anak yang lahir dari pernikahan tanpa pencatatan juga kerap menghadapi kesulitan administratif, seperti pengurusan akta kelahiran, pendaftaran sekolah, hingga akses layanan kesehatan.


Hal itu menunjukkan bahwa pernikahan tanpa pencatatan berdampak panjang pada keberlangsungan hidup anak. Fatayat NU, kata Margaret, memandang bahwa negara wajib hadir memastikan setiap anak lahir dengan hak yang sama.


Margaret menyebutkan bahwa nikah siri online pada umumnya dilakukan tanpa pemeriksaan syarat dan rukun nikah yang memadai. Tidak ada verifikasi identitas mempelai, tidak ada pemeriksaan status perkawinan, dan sering kali tidak ada kepastian mengenai wali sah atau saksi yang memenuhi syarat.


“Kita melihat praktik yang sangat mengkhawatirkan. Banyak aspek syariat yang diabaikan, dan itu berpotensi menimbulkan sengketa di kemudian hari,” ujarnya.


Ia menegaskan bahwa pencatatan pernikahan adalah bagian dari tasharruf imam yang sah menurut pandangan para ulama, yakni kewenangan pemerintah untuk mengatur urusan kemasyarakatan demi kemaslahatan publik. Karena itu, mengikuti aturan pencatatan bukan sekadar kepatuhan administratif, tetapi juga kepatuhan etis dan keagamaan.


“Kita tidak boleh membiarkan syariat dipahami secara sempit hingga mengabaikan aspek perlindungan,” kata Margaret.


Fatayat NU meminta masyarakat lebih kritis dan tidak mudah terpengaruh tawaran layanan nikah siri yang tampak mudah dan murah. Ia mengingatkan bahwa pernikahan yang tidak tercatat dapat menyebabkan perempuan kehilangan banyak hak dasar.


"Biaya murah hari ini bisa menjadi biaya sosial yang mahal di masa depan,” ujarnya.


Margaret juga mengajak para tokoh agama, pendidik, dan organisasi perempuan untuk memperkuat edukasi publik terkait pentingnya pencatatan pernikahan.


Baginya, literasi hukum dan syariat harus diperkuat sehingga masyarakat memiliki pemahaman yang utuh mengenai konsekuensi dari pernikahan tidak tercatat.


Fatayat NU juga mendorong adanya kolaborasi yang lebih intensif antara pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga pendidikan untuk membangun ekosistem digital yang lebih aman bagi perempuan.


Fenomena nikah siri online, menurutnya, tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan tunggal, melainkan harus melibatkan banyak pemangku kepentingan.


Selain masyarakat, platform digital juga dianggap memiliki tanggung jawab besar dalam memutus rantai penyalahgunaan layanan berbasis daring.


Fatayat NU meminta platform untuk lebih proaktif menindak akun-akun yang mempromosikan jasa nikah siri tanpa legalitas, karena hal tersebut termasuk konten yang berisiko tinggi dan merugikan publik.


"Platform digital harus menjadi bagian dari solusi, bukan ruang yang dibiarkan bagi praktik eksploitatif,” tegas Margaret.


Margaret menilai, mekanisme penelusuran dan pelaporan konten berbahaya perlu diperkuat agar masyarakat tidak terus-menerus terpapar promosi layanan nikah tidak resmi.


Ia berharap, platform digital dapat bekerja sama dengan pemerintah dalam menutup celah yang selama ini dimanfaatkan pihak tidak bertanggung jawab.


Margaret menegaskan kembali komitmen Fatayat NU untuk memperjuangkan perlindungan perempuan dan anak dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam perkawinan.


Ia mengajak masyarakat untuk menjadikan pencatatan pernikahan sebagai bentuk ikhtiar menjaga martabat keluarga dan memastikan keberlanjutan generasi.


“Pernikahan yang dicatat negara adalah ikhtiar menjaga masa depan. Itulah yang ingin kita tegaskan,” pungkasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang