Nasional HARI FILM NASIONAL

Film Indonesia Miskin Strategi Kebudayaan?

Jumat, 30 Maret 2018 | 08:15 WIB

Jakarta, NU Online 
Film dengan berbagai jenis genre dan temanya terus diproduksi. Mulai dari film hantu hingga komedi. Namun, film-film itu masih miskin jika dilihat dari sudut pandan strategi kebudayaan Indonesia.

Menurut filmmaker Danial Rudi Haryanto, Indonesia harus mampu merumuskan strategi kebudayaan dalam memperkokoh politik kebudayaan sehingga anak-anak Korea, Jepang, Eropa tergila-gila sama batik, gamelan, sape gitar Dayak, tari Pendet, tari Seudati, tarian Burung Dayak atau syari syair kearifan lokal Nusantara.

“Jika Anda menemukan anak pesantren tergila-gila sama lagu, tarian, fashion Kpop (Korean pop) itu bukan suatu kebetulan,” kata sutradara film dokumenter Prison and Paradise itu ketika dihubungi NU Online dari Jakarta, Jumat (30/3).   

Menurut Danial, hal itu merupakan hasil dari ekspansi budaya Korea yang dirumuskan dan didesain oleh para pemangku kebudayaannya untuk memperkuat politik kebudayaan mereka.

“Kalau Anda melihat Superman dan superhero sekarang cawetnya di dalam, itu bukan kebetulan belaka. Itu strategi Hollywood untuk ekspansi pada market Asia dan Timur Tengah yang berkembang sebagai masyarakat dengan ekonomi yang dapat membelanjakan menonton film dan hiburan berikut membeli segala mercendise yang mereka produksi,” jelasnya. 

Kita, lanjutnya, harus mampu merumuskan strategi kebudayaan seperti halnya Usmar Ismail yang berjuang merumuskan sinema Indonesia pasca-revolusi 1945 dengan gerbong Lesbumi, yang mampu menginspirasi semua pihak. 

Untuk itu, kita dapat berangkat dari memeriksa ulang pemikiran pemikiran Usmar Ismail, Djamaluddin Malik, Bachtiar Siagian untuk melanjutkan rumusan strategi kebudayaan nasional Indonesia dan politik kebudayaan kita di bidang film.

“Dan itu hari ini belum berlanjut,” katanya. “Saya tidak tahu kenapa. Kita perlu kaji lagi,” pungkasnya. 

Rudi Haryanto, pria kelahiran Semarang, 17 April 1978, lulusan Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta. Film dokumentarnya, Prison and Paradise melanglang buana ke sejumlah festival bergengsi dunia seperti Yamagata International Documentary Film Festival pada tahun 2011, Cinema Digital CINDI International Film Festival 2011 (Korea Selatan), Montreal International Documentary Film Festival (RIDM) di Canada pada tahun 2011, Vibgyor Internastional Film Festival di Thrissur Kerala, India 2011, Tokyo Documentary Dream Show 2012, Asiatica Mediale di Roma Italia 2012, dan lain lain. (Abdullah Alawi)