Gus Baha Mengaku Paling Senang Mengajar, Berikut Alasannya
Jumat, 20 Januari 2023 | 10:00 WIB
Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) saat mengisi pengajian di PBNU, Jalan Kramat Raya 164 Jakarta. (Foto: NU Online/Suwitno)
Syarif Abdurrahman
Kontributor
Rembang, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) menjelaskan keutamaan menjadi guru dan mengajar dari sudut pandang Nabi Muhammad.
Hal ini disampaikannya saat kajian rutin Tafsir Jalalain di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Lembaga Pembinaan Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Al-Qur'an (LP3IA) Narukan Rembang Jawa Tengah, Rabu (18/01/2023)
"Menurut saya paling selamat itu mengajar, titik. Percaya saya. Saya paling senang mengajar. Maka ketika saya boleh memilih maka saya milih mengajar," jelasnya.
Menurutnya, mengajar berarti menyebarkan ilmu Allah dan melakukan sesuatu untuk kepentingan orang banyak. Mengajar adalah tradisi para nabi.
Ada cerita di mukadimah Ihya Ulumiddin yang menceritakan ketika Nabi Muhammad datang ke masjid lalu ada satu kolompok yang wiridan, minta-minta ke Allah, sedangkan yang satunya mengajar. Lalu Nabi Muhammad bergabung ke kelompok yang mengajarkan ilmu Allah, halal haram, dan bahas aturan Allah. Sementara yang doa, bahas diri sendiri, sibuk dengan kepentingan pribadi.
"Ketika mengajar Al-Qur'an, maka nanti orang tahu hukumnya Allah sehingga bisa diterapkan di kehidupan masyarakat. Mengajarkan sesuatu yang abadi manfaatnya," imbuh ulama kelahiran Rembang tahun 1970 itu.
Menurut Gus Baha, orang mengajar lebih mulia dari pada seseorang yang hanya wiridan minta ampun kepada Allah. Oleh karenanya, tidak mungkin orang istighfar mengalahkan orang mengajar ilmunya Allah.
Siapapun yang mengajar, meskipun tanpa baca istighfar, ia sudah dimintakan ampunan oleh makhluk langit dan bumi. Kalau semisal di langit diwakili oleh Jibril dan di bumi diwakili oleh nabi untuk minta ampunan. Maka pasti diampuni oleh Allah. Orang yang merundung orang alim tidak diberikan ilmu dan keberkahan.
"Kamu istighfar, bagus istighfar, tapi tetap untuk keuntungan pribadi. Ada keinginan masuk surga dan lainnya. Tidak keinginan untuk memuliakan Allah," kata Gus Baha.
Bagi Gus Baha, mengajar lebih diutamakan Nabi karena orang mengajar menerangkan siapa itu Allah, dijelaskan Allah adalah Tuhan. Menjelaskan nabi itu siapa, nabi adalah orang yang menjelaskan ayat Allah.
Ketika melakukan ini, Allah akan terharu karena seseorang selalu membahas Allah dan kekasih-Nya, tidak bahas dirinya pribadi. Kalau istighfar banyaknya kepentingan pribadi. "Kamu bahas dirimu belum tentu benar. Namun, ketika mengajar seperti tafsir maka yang dibahas adalah hukumnya Allah. Pasti benar," tegasnya.
Gus Baha mengingatkan, dalam mengajar jangan berpikir yang aneh-aneh. Fokus pada mengajar saja. Tidak penting masuk surga atau neraka, karena mengajar adalah perbuatan baik. Ketika tidak ada yang mengajarkan Al-Qur'an maka tidak bisa dibayangkan bagaimana dunia ini.
"Mengajar ya mengajar saja, jangan minta fasilitas yang aneh-aneh. Namun, mengajar di sini bagi orang yang bisa mengajar. Tidak sesat menyesatkan," pungkasnya.
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syakir NF
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua