Nasional

Gus Mus Terima Penghargaan CNN Indonesia Awards sebagai Tokoh Pendukung Persatuan dan Kebersamaan

Kamis, 15 Agustus 2024 | 09:00 WIB

Gus Mus Terima Penghargaan CNN Indonesia Awards sebagai Tokoh Pendukung Persatuan dan Kebersamaan

Mustasyar PBNU KH Ahmad Mustofa Bisri saat menerima penghargaan dari hairman CT Corps Chairul Tanjung di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (14/8/2024). (Foto: CNN Indonesia)

Jakarta, NU Online

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus menerima penghargaan CNN Indonesia Awards sebagai Outstanding Figures in Supporting Unity and Togetherness atau Tokoh-Tokoh Terkemuka dalam Mendukung Persatuan dan Kebersamaan.


Penghargaan itu diterima Gus Mus dari Chairman CT Corps Chairul Tanjung di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (14/8/2024). Penghargaan itu juga menjadi kado baginya yang baru saja genap berusia 80 tahun pada 10 Agustus 2024 lalu. Pada kesempatan itu, kiai yang juga dikenal sebagai budayawan itu menyampaikan rasa terima kasihnya atas penghargaan yang ia terima.


"Dalam bahasa Jawa itu ada yang namanya sawang-sinawang. Rupanya saya disawang oleh CNN mendapatkan anugerah. Jadi terima kasih atas penyawangannya," kata Gus Mus sambil tersenyum tipis sebagaimana disiarkan kanal Youtube Kanal Mataair.


Diketahui bahwa Gus Mus, sebagaimana dilansir NU Online, dilahirkan di Rembang pada 10 Agustus 1944, dan kini telah mencapai usia 80 tahun. Ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga santri dan menjalani pendidikan pesantren di beberapa tempat, termasuk Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Pesantren Al-Munawwir Krapyak di Yogyakarta, dan Raudlatuth Tholibin Leteh di Rembang, yang merupakan pesantren milik ayahnya KH Bisri Mustofa.


Gus Mus kemudian melanjutkan studinya di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, di mana Ia menjalin persahabatan dengan Abdurrahman Wahid, yang dikenal sebagai Gus Dur, Presiden ke-4 RI. 


Setelah menyelesaikan pendidikannya di Kairo, Gus Mus kembali untuk terlibat dalam pengelolaan Pesantren Raudlatuth Tholibin. Selain dikenal sebagai kiai, ia juga seorang budayawan, pelukis, dan penulis, yang selalu menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam masyarakat.


Karya-karya terjemahannya yang telah diterbitkan antara lain: Dasar-dasar Islam (1401 H), Ensiklopedi Ijma’ (bersama KH MA Sahal Mahfudh, 1987), Kimiya-us Sa'aadah (bahasa Jawa, Penerbit Assegaf Surabaya), Syair Asmaul Husna (bahasa Jawa, Penerbit al-Huda Temanggung), Mahakiai Hasyim Asy’ari (1996), Metode Tasawuf al-Ghazali (1996), al-Muna (1997). 


Ternyata, Gus Mus juga rajin menulis esai sosial keagamaan yang sebagian juga telah diterbitkan, seperti Mutiara-Mutiara Benjol (1994), Saleh Ritual Saleh Sosial (1995), Pesan Islam Sehari-hari (1997), dan Fikih Keseharian I-II (1997).


Gus Mus juga pernah mendapatkan gelar kehormatan di bidang akademis pada 30 Mei 2009, yaitu doktor honoris causa dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam penganugerahan gelar itu, ia menyampaikan pidato yang berjudul Mengkaji Ulang Beberapa Konsep Keislaman sebagai Mukaddimah Reformasi Keberagaman untuk Mengembalikan Keindahan Islam.